Kaleidoskop 2018, Ekonomi Indonesia Terus Bergerak di Tengah Bencana

Senin, 31 Desember 2018 - 15:20 WIB
Kaleidoskop 2018, Ekonomi...
Kaleidoskop 2018, Ekonomi Indonesia Terus Bergerak di Tengah Bencana
A A A
JAKARTA - Ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2018 terus bergerak berdasarkan hasil kajian dan survei Alvara Research Center di tengah berbagai peristiwa yang sangat menyita perhatian publik, baik kejadian yang menggembirakan maupun menyedihkan. Meski tidak jelek sekali dan terlalu istimewa, ekonomi Indonesia terus bergerak, walaupun diterpa serangkaian bencana.

Dimula pada awal 2018, kejadian memilukan mengejutkan publik Jakarta ketika pagi hari di tanggal 17 Januari 2018 lantai selasar Mezanin Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) runtuh dan mengakibatkan 77 korban luka-luka, mayoritas korban tersebut adalah mahasiswa Universitas Bina Darma Palembang yang sedang melakukan kunjungan wisata Pendidikan ke Bursa Efek Indonesia.

Peristiwa runtuhnya salah satu lantai Gedung BEI itu seakan menjadi pembuka rentetan kejadian yang menguras air mata publik Indonesia di seluruh penjuru tanah air, di antaranya kerusuhan dan penyanderaan aparat keamanan di Mako Brimob tanggal 8-9 Mei 2018, bom bunuh diri di Surabaya yang dilakukan satu keluarga tanggal 13 Mei 2018.

Pulau Lombok, NTB diguncang rententan gempa bumi dahsyat selama bulan Juli hingga Agustus 2018 yang menelan ratusan koban jiwa meninggal dan ribuan korban luka-luka. 28 September 2018, Palu, Sulawesi Tengah diguncang gempa bumi dengan skala 7,4 SR yang disusul dengan bencana tsunami dan likufikasi tanah. Korban bencana alam di Sulawesi Tengah menurut BNPB mencapai 2.045 orang meninggal dunia, korban mengungsi sebanyak 82.775 orang, dan 8.731 orang pengungsi berada di luar Sulawesi.

"Di tengah berbagai peristiwa menyedihkan itu, kinerja ekonomi Indonesia tahun 2018 tidaklah jelek meski juga tidak terlalu istimewa, faktor tekanan ekonomi global yang masih tidak menentu dan hiruk pikuk politik domestik berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi Indonesia," hasil kajian dan survei Alvara Research Center di Jakarta, Senin (31/12/2018).

Pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III 2018 tercatat 5,17%, sementara pada periode sebelumnya Triwulan II 2018 sebesar 5,27%, dan Triwulan I 2018 sebesar 5,06%, sehingga menurut Bank Indonesia (BI) pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 akan berkisar antara 5,1 hingga 5,2%. Angka tersebut sedikit lebih rendah dari target yang ditetapkan oleh pemerintah 5,4%.

"Selain itu keberhasilan pemerintah dibidang ekonomi adalah keberhasilan mengendalikan inflasi yang cukup rendah dan stabil, dan diprediksi sampai akhir 2018 inflasi Indonesia akan berkisar di angka 3,5%, selain itu pemerintah berhasil mengurangi kesenjangan ekonomi, hal ini tercermin dari turunnya indeks gini ratio secara nasional menjadi 0,389, namun perlu dicatat bahwa ada trend kenaikan kesenjangan ekonomi di kawasan perdesaaan," jelasnya.

Sementara keperkasan rupiah benar-benar diuji 2018, bahkan pada bulan Oktober 2018 kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (USD) menembus di atas Rp15.000, meski kemudian berangsung-angsur turun dan relative stabil di Rp14.400/USD-an. Faktor esternal ekonomi Amerika Serikat yang membaik serta perang dagang antara Amerika Serikat dan China menjadi salah satu pemicunya.

Di sisi lain faktor domestik, membengkaknya defisit neraca berjalan Indonesia juga turut menyumbang gejolak rupiah terhadap dollar. Ekonomi Indonesia 2018 juga ditandai dengan semakin menguatnya geliat ekonomi berbasis digital.

Berdasarkan kajian Google yang disampaikan 27 November 2018 menyebutkan bahwa Ecommerce menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia sepanjang tahun 2018, nilainya diprediksi mencapai USD12,2 miliar, naik 94% dibandingkan 2015. Sektor kedua adalah online media dan yang ketiga transportasi online.

"Hal ini sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Alvara Research Center, bahwa terjadi pergeseran perilaku belanja konsumen Indonesia, Internet sudah menjadi salah satu rujukan konsumen Indonesia ketika mencari infomasi produk dan jasa yang akan mereka beli. Semakin tinggi konsumsi internet semakin tinggu pula mereka menggantungkan segala informasi belanja mereka melalui internet," bunyi keterangan Alvara Research.

Sektor yang menjadi primadona dalam menarik devisa bagi Indonesia tahun 2018 adalah sektor pariwisata. Melalui Kementrian Pariwisata, pemerintah berusaha keras menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan dalam menarik wisatawan manca negara. Data BPS menunjukkan sampai bulan Oktober 2018 jumlah turis mancanegara yang datang ke Indonesia mencapai 13,4 juta jiwa, meningkat dibanding periode yang sama tahun 2017 sebesar 11,8 juta jiwa.

Mayoritas turis manca negara tersebut berasal dari kawasan ASEAN dan Asia. Kebijakan pengembangan destinasi wisata ini ternyata disambut antusias oleh pemerintah daerah sehingga muncul destinasi-destinasi wisata baru yang mampu menarik, tidak hanya turis manca negara, tapi juga turis domestik.

Tumbuhnya sektor pariwisata Indonesia juga didorong oleh meningkatnya minat masyarakat Indonesia melakukan perjalanan wisata, terutama oleh penduduk yang berusia muda. Survei yang dilakukan oleh Alvara Research Center menunjukkan 1 dari 3 generasi melenial Indonesia pasti melakukan wisata sekali dalam satu tahun.

"Selain sektor pariwisata, sektor infrastruktur juga menjadi sektor yang menyedot perhatian selama 2018. Pembangunan jalan, infrastruktur trasportasi publik (MRT, LRT, bandara, pelabuhan, stasiun, terminal), jaringan irigasi, bendungan, dan pembangkit energi menjadi prioritas selama tahun 2018," paparnya.

Pembangunan Tol Trans Jawa yang menghubungkan Merak-Surabaya sejauh 780 km telah selesai pada bulan Desember 2018, MRT dan LRT di Jakarta juga direncanakan akan mulai beroperasi tahun 2019. Selain itu beberapa bandara, baik bandara baru maupun yang renovasi di berbagai daerah juga telah beroperasi. Pembangunan Jalan Tol dan jalur kereta Api di luar pulau Jawa juga telah dimulai dilakukan.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0830 seconds (0.1#10.140)