Industri Tambang Tak Sekadar Mendulang Uang
A
A
A
Hari mulai gelap, lampu-lampu jalan sudah menyala. Selepas maghrib, hujan mulai turun. Air hujan yang tercurah dari langit tidak deras, namun cukup untuk mendinginkan suhu udara di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel). "Perjalanan ke Tabalong sekitar enam hingga tuhuh jam,''ujar Syarifudin (29), sopir kendaraan carter kepada SINDOnews pertengahan Desember 2018 silam.
Meskipun jaraknya cukup jauh, sekitar 270 kilometer, namun Syarifudin memastikan perjalanan akan menyenangkan karena kualitas jalan di Kalsel mulus dan rata. Meskipun tinggal di Martapura, namun Syarifudin hampir setiap hari mendapat orderan untuk mengantarkan rombongan ke kota-kota lain di Kalsel.
Mobil dipacu dengan kecepatan sedang keluar kota Banjarmasin melewati Kabupaten Banjar. Setengah perjalanan, tepatnya di Kecamatan Binuang, di Kabupaten Tapin, Syarifudin memperlambat laju mobilnya karena lalu lintas agak padat. Persis di depan rumah mewah bercat putih. "Itu rumah pengusaha batubara yang dulu mengundang artis dari Jakarta untuk pesta pernikahan anaknya,"ujarnya. Rumah megah itu tampak berdiri kokoh seolah menjadi ikon di kota itu.
Perjalanan berlanjut hingga melintasi kawasan Hulu Sungai Selatan,Hulu Sungai Utara, dan Balangan. Benar yang diucapkan Syarifudin, ruas jalan yang dilintasi semuanya mulus. Tak sekalipun mobil memperlambat lajunya untuk menghindari melabrak lubang menganga di tengah jalan. Bahkan, bisa dikatakan, ruas jalan di sepanjang Banjarmasin-Tabalong kualitasnya lebih bagus dibandingkan ruas jalan pantai utara Jawa.
Padahal, di Kalsel, banyak juga truk-truk berukuran besar milik perusahaan tambang yang melintas. "Meskipun banyak truk tambang tapi jalanan di Kalsel semua mulus,"ungkapnya.
Di Kalsel banyak perusahaan tambang besar yang menjalankan bisnisnya. Sebut saja ABM Investama, Bayan Resources dan Adaro Energy yang ketiganya merupakan perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Masih ada perusahaan-perusahaan tambang lain dengan skala menengah dan kecil di kawasan itu."Perusahaan tambang di Kalsel sudah menunjukkan komitmennya untuk menerapkan good mining practise sehingga dampak positifnya sudah bisa dirasakan oleh masyarakat. Salah satunya dari pembangunan infrastruktur,"tegas tokoh masyarakat Kalsel Habib Hasyim Arsal Al Habsyi kepada SINDOnews.
Dia menilai, kepedulian perusahaan tambang di Kalsel terhadap lingkungan dan masyarakat tampak dari banyaknya fasilitas publik yang dibangun dengan bantuan perusahaan-perusahaan tambang. Tak hanya perusahaan tambang milik pengusaha lokal, tapi juga perusahaan-perusahaan tambang nasional. "Ini juga membuktikan bahwa perusahaan-perusahaan tambang tidak melulu mengejar keuntungan. Tapi mereka juga memperhatikan lingkungan dan masyarakat di sekitar tambang,"ujar Hasyim Arsal.
Dia bercerita, perusahaan-perusahaan tambang banyak yang melakukan program corporate social responsibility (CSR) yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Selain itu, kontribusi perusahaan tambang di Kalsel juga memberikan efek positif terhadap kehidupan sosial masyarakat, termasuk memberikan dampak positif bagi kesehatan dan pendidikan. Ini karena banyak perusahaan tambang yang peduli terhadap kesehatan dan pendidikan.
Sayangnya, belakangan produksi tambang di Kalsel kurang menggembirakan. Dari data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tercatat produksi tambang batubara di provinsi itu hingga September 2018 hanya mencapai sekitar 75,4 juta ton. Produksi itu berasal dari perusahaan pemegang izin usaha penambangan (IUP) maupun perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Penurunan produksi tambang di Kalsel sudah di rasakan sejak 2014 silam. Pada 2014, produksi batubara mencapai 171,2 juta ton, namun pada 2015 turun menjadi 147,4 juta ton. Sempat naik pada 2016, menjadi 151,7 juta ton, namun sepanjang 2017, produksi batubara di kawasan itu hanya mencapai 148 juta ton.
Sedangkan dana bagi hasil yang diperoleh Kalsel selama 2017 mencapai Rp477,4 miliar. Sedangkan hingga Semester I 2018, dana yang diterima hanya mencapai Rp217,7 miliar. Harga batubara dunia sempat menembus USD100 per ton tidak mampu menambah pundi-pundi Kalsel. Keinginan perusahaan tambang batubara di Kalsel untuk meningkatkan produksinya terganjal beberapa aturan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
"Kedepan momentum kenaikan harga batubara harus direspons dengan cermat. Karena dampaknya tidak hanya bagi perusahaan saja, tapi juga bagi masyarakat, pemerintah daerah dan tentunya kepentingan nasional,"kata Hasyim Arsal.
Hasil Tambang Untuk Meningkatkan Kesejahteraan
Banyak masyarakat yang masih belum sadar, jika dalam kehidupan sehari-hari sering bersentuhan dengan produk-produk hasil tambang. Sebut saja peralatan makan seperti sendok dan garpu. Juga peralatan elektronik yang digunakan di rumah. Bahkan, perhiasan dan smartphone yang kini sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat sebagian besar komponennya merupakan produk hasil tambang. Tidak hanya dari Kalsel, tapi dari seluruh Indonesia.
Untuk emas misalnya, daerah-daerah penghasil emas tersebar mulai dari Papua, Bengkalis (Sumatra), Bolaang Mangondow, Cikotok, Logas, Kalimantan hingga Reja Lebong, Bengkulu. Sedangkan untuk timah ada di Bangkinang, Dabo (Singkep), Manggar, hingga Sungai Liat.
Menyadari begitu besarnya manfaat dan kebutuhan produk tambang untuk kehidupan masyarakat dan dalam rangka memberikan manfaat yang leih besar bagi bangsa Indonesia, pemerintah menerbitkan Undang-Undang No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Salah satu hal yang paling penting dalam peraturan ini adalah meningkatkan nilai tambah bahan mentah hasil tambang untuk bangsa Indonesia. Salah satu caranya yakni dengan melakukan pengolahan hasil tambang di dalam negeri dan tidak melakukan ekspor seluruhnya produk hasil tambang dalam bentuk mentah. Selain menciptakan nilai ekonomis, kebijakan tersebut ditujukan untuk menciptakan lapangan kerja.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menilai, kebijakan tersebut sudah tepat. Hal ini untuk memberikan nilai tambah hasil tambang bagi bangsa Indonesia. “Tentunya jika diolah dulu di dalam negeri akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi bangsa dan masyarakat,”tuturnya kepada SINDOnews.
Dia mengungkapkan, selama ini, industri tambang di dalam negeri mengekspor hasil tambang dalam bentuk ore. Kemudian kebutuhan bahan setengah jadi di impor dari luar negeri. Sehingga, hal ini menjadi salah satu faktor yang belakangan memberikan kontribusi terhadap defisit neraca perdagangan Indonesia. “Karenanya kebijakan untuk mengolah (hilirisasi) itu sudah tepat. Kita harus bisa mensubtitusi barang impor,”tegasnya.
Senada dengan Rizal, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menilai, hilirisasi hasil tambang akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional. Namun, Sukmandaru menilai, agar semakin optimal, maka dibutuhkan kebijakan lanjutan untuk memperbaiki iklim investasi di sektor pertambangan mineral dan batubara. "Kita perlu juga menggenjot produksi di sektor hulunya. Kegiatan eksplorasi perlu kembali digalakkan,"tegasnya.
Kebijakan yang tepat, lanjut dia, akan mendorong datangnya investasi baru di sektor minerba yang pada akhirnya akan berkontribusi positif terhadap perekonomian nasional. "Seperti pembukaan wilayah pertambangan baru yang dipermudah, sistem lelang dipermudah, syarat lelang juga dipermudah. Sebab,sejak 2009 tidak ada pembukaan wilayah (tambang) baru,"ujarnya.
Pakar pertambangan Tino Ardhyanto A.R. kepada SINDOnews beberapa waktu lalu mengatakan, konsistensi pemerintah juga diperlukan agar produk minerba tidak hanya sekadar sebagai komoditas perdagangan yang di ekspor tapi juga bisa mendatangkan manfaat yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan bahan baku di dalam negeri. Artinya, hasil tambang tidak lagi sekadar menjadi komoditas ekspor tetapi juga harus memberikan dampak terhadap pertumbuhan industri lainnya dalam bentuk produk hilir.
Menerapkan Good Mining Practise
Agar semakin memiliki kontribusi yang maksimal terhadap negara, internal perusahaan, dan masyarakat, industri pertambangan nasional juga harus terus menjalankan good mining practise. Salah satunya yakni dengan menerapkan konsep green mining. Penerapan green mining dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan dapat membantu mengurangi biaya operasi industri pertambangan dan meningkatkan daya saingnya.
Green mining, juga mencakup penerapan prinsip konservasi dan nilai lindung terhadap lingkungan. Termasuk kepedulian terhadap kesehatan dan keselamatan kerja bagi para pekerja tambang. Serta mampu menciptakan nilai tambah bagi pengembangan wilayah dan masyarakat sekitar. Yang tak kalah penting, menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan pascatambang (mine closure).
Tujuan penerapan green mining ini yakni agar terwujud kegiatan penambangan yang tidak merusak lingkungan, namun justru membantu mewujudkan kelestarian ekosistem dan pemberdayaan masyarakat. "Perusahaan tambang juga harus peduli terhadap sustainability mining (pertambangan yang berkelanjutan),"ujar Rizal Kasli.Penerapan green mining mencakup bagaimana mengelola lingkungan, ekonomi, dan masyarakat agar berjalan beriringan. Termasuk pula di dalamnya kegiatan pasca tambang untuk memulihkan fungsi alam dan fungsi sosial sesuai dengan kondisi masyarakat dan lingkungan dimana wilayah pertambangan tersebut berada.
"Banyak perusahaan yang sudah sangat serius menerapkan good mining practise, tapi ada juga yang belum serius,"papar Rizal.Para stakeholder pertambangan, kata dia, perlu bekerja bersama-sama agar industry pertambangan nasional semakin serius dalam menerapkan good mining practise demi terciptanya kegiatan pertambangan yang berkelanjutan. "Good mining practise harus diterapkan secara menyeluruh dan harus diawasi,”tegasnya.
Green mining dilakukan berdasarkan pendekatan untuk menekan dampak negatif kegiatan tambang sekecil mungkin dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Sejatinya, sudah banyak perusahaan tambang yang sudah menerapkan good mining practise. Biasanya, hal itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar. Sebab, penerapan green mining tidak lagi dianggap sebagai biaya, justru sebaliknya, sebagai investasi di masa depan.
PT Vale Indonesia misalnya, dalam laporan keberlanjutan yang dipublikasikan menegaskan komitmennya untuk menerapkan operasi tambang berkelanjutan dan memastikan keberadaan perusahaan mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar, serta dapat mendukung setiap upaya bersama untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Menurut Presiden Direktur PT Vale Indonesia Nicolas D. Kanter, PT Vale tetap berkomitmen mematuhi semua kepatuhan, serta pelaksanaan prinsip-prinsip keberlanjutan. Selama setengah abad beroperasi di Indonesia, PT Vale telah menjadi bagian dari rantai pasokan nikel dunia.
Produksi nikel dalam matte Perseroan memasok 5% dari kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Salah satu upaya PT Vale dalam menerapkan prinsip keberlanjutan pada aspek sosial kemasyarakatan, yakni mengembangkan pelaksanaan Program Terpadu Pengembangan Masyarakat (PTPM) yang telah digagas sejak tahun 2013. Pada tahun 2017, Perusahaan telah menyelesaikan PTPM tahap pertama dengan lebih dari 36.000 penerima manfaat kurang mampu di Kabupaten Luwu Timur.
Sementara PT Aneka Tambang, Tbk. (Antam) melakukan pelestarian keanekaragaman hayati secara strategis dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Mengutip dari publikasi Antam, sebagai bagian dari komitmen untuk menjaga keanekaragaman hayati, Antam melakukan berbagai inisiatif untuk mencegah penambangan tanpa ijin yang merusak lingkungan melalui langkah-langkah persuasif berupa pemberdayaan masyarakat dan tindakan tegas bekerja sama dengan instansi berwenang.
Komitmen kuat Antam terhadap konservasi keanekaragaman hayati juga dapat dilihat di UBP Emas. Perusahaan ini membangun dan mengembangkan Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati (PKKH) dan Pusat Penelitian dan Pendidikan Pohon dan Tanaman Asli (P4TA), bekerja sama dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan PT Rimbawan Bangun Lestari (Sustainable Management Group).
Bahkan, di lokasi tambang emas Pongkor, Jawa Barat kini sudah menjadi kawasan Geopark dengan status menjadi Geopark Nasional. Kawasan Geopark itu juga menunjukkan bentuk dukungan perusahaan tambang nasional kepada pemerintah.Ketua Indonesia Mining Association (IMA) Ido Hutabarat pada acara IMA Award 2018 mengatakan, pencapaian di sektor pertambangan mulai dari soal lingkungan, tenaga kerja, maupun kontribusi bagi negara patut mendaptkan apresiasi. Karena hal itu merupakan bentuk komitmen perusahaan tambang untuk menerapkan good mining practice.
Sukmandaru Prihatmoko menilai, good mining practise harus terus didengungkan oleh para stakeholder pertambangan di Tanah Air. Tidak hanya untuk perusahaan besar saja tapi juga untuk perusahaan menengah. "Asosiasi seperti IMA dan APBI perlu dilibatkan agar penerapan good mining practise ini maksimal,"cetusnya.
Meskipun jaraknya cukup jauh, sekitar 270 kilometer, namun Syarifudin memastikan perjalanan akan menyenangkan karena kualitas jalan di Kalsel mulus dan rata. Meskipun tinggal di Martapura, namun Syarifudin hampir setiap hari mendapat orderan untuk mengantarkan rombongan ke kota-kota lain di Kalsel.
Mobil dipacu dengan kecepatan sedang keluar kota Banjarmasin melewati Kabupaten Banjar. Setengah perjalanan, tepatnya di Kecamatan Binuang, di Kabupaten Tapin, Syarifudin memperlambat laju mobilnya karena lalu lintas agak padat. Persis di depan rumah mewah bercat putih. "Itu rumah pengusaha batubara yang dulu mengundang artis dari Jakarta untuk pesta pernikahan anaknya,"ujarnya. Rumah megah itu tampak berdiri kokoh seolah menjadi ikon di kota itu.
Perjalanan berlanjut hingga melintasi kawasan Hulu Sungai Selatan,Hulu Sungai Utara, dan Balangan. Benar yang diucapkan Syarifudin, ruas jalan yang dilintasi semuanya mulus. Tak sekalipun mobil memperlambat lajunya untuk menghindari melabrak lubang menganga di tengah jalan. Bahkan, bisa dikatakan, ruas jalan di sepanjang Banjarmasin-Tabalong kualitasnya lebih bagus dibandingkan ruas jalan pantai utara Jawa.
Padahal, di Kalsel, banyak juga truk-truk berukuran besar milik perusahaan tambang yang melintas. "Meskipun banyak truk tambang tapi jalanan di Kalsel semua mulus,"ungkapnya.
Di Kalsel banyak perusahaan tambang besar yang menjalankan bisnisnya. Sebut saja ABM Investama, Bayan Resources dan Adaro Energy yang ketiganya merupakan perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Masih ada perusahaan-perusahaan tambang lain dengan skala menengah dan kecil di kawasan itu."Perusahaan tambang di Kalsel sudah menunjukkan komitmennya untuk menerapkan good mining practise sehingga dampak positifnya sudah bisa dirasakan oleh masyarakat. Salah satunya dari pembangunan infrastruktur,"tegas tokoh masyarakat Kalsel Habib Hasyim Arsal Al Habsyi kepada SINDOnews.
Dia menilai, kepedulian perusahaan tambang di Kalsel terhadap lingkungan dan masyarakat tampak dari banyaknya fasilitas publik yang dibangun dengan bantuan perusahaan-perusahaan tambang. Tak hanya perusahaan tambang milik pengusaha lokal, tapi juga perusahaan-perusahaan tambang nasional. "Ini juga membuktikan bahwa perusahaan-perusahaan tambang tidak melulu mengejar keuntungan. Tapi mereka juga memperhatikan lingkungan dan masyarakat di sekitar tambang,"ujar Hasyim Arsal.
Dia bercerita, perusahaan-perusahaan tambang banyak yang melakukan program corporate social responsibility (CSR) yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Selain itu, kontribusi perusahaan tambang di Kalsel juga memberikan efek positif terhadap kehidupan sosial masyarakat, termasuk memberikan dampak positif bagi kesehatan dan pendidikan. Ini karena banyak perusahaan tambang yang peduli terhadap kesehatan dan pendidikan.
Sayangnya, belakangan produksi tambang di Kalsel kurang menggembirakan. Dari data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tercatat produksi tambang batubara di provinsi itu hingga September 2018 hanya mencapai sekitar 75,4 juta ton. Produksi itu berasal dari perusahaan pemegang izin usaha penambangan (IUP) maupun perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Penurunan produksi tambang di Kalsel sudah di rasakan sejak 2014 silam. Pada 2014, produksi batubara mencapai 171,2 juta ton, namun pada 2015 turun menjadi 147,4 juta ton. Sempat naik pada 2016, menjadi 151,7 juta ton, namun sepanjang 2017, produksi batubara di kawasan itu hanya mencapai 148 juta ton.
Sedangkan dana bagi hasil yang diperoleh Kalsel selama 2017 mencapai Rp477,4 miliar. Sedangkan hingga Semester I 2018, dana yang diterima hanya mencapai Rp217,7 miliar. Harga batubara dunia sempat menembus USD100 per ton tidak mampu menambah pundi-pundi Kalsel. Keinginan perusahaan tambang batubara di Kalsel untuk meningkatkan produksinya terganjal beberapa aturan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
"Kedepan momentum kenaikan harga batubara harus direspons dengan cermat. Karena dampaknya tidak hanya bagi perusahaan saja, tapi juga bagi masyarakat, pemerintah daerah dan tentunya kepentingan nasional,"kata Hasyim Arsal.
Hasil Tambang Untuk Meningkatkan Kesejahteraan
Banyak masyarakat yang masih belum sadar, jika dalam kehidupan sehari-hari sering bersentuhan dengan produk-produk hasil tambang. Sebut saja peralatan makan seperti sendok dan garpu. Juga peralatan elektronik yang digunakan di rumah. Bahkan, perhiasan dan smartphone yang kini sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat sebagian besar komponennya merupakan produk hasil tambang. Tidak hanya dari Kalsel, tapi dari seluruh Indonesia.
Untuk emas misalnya, daerah-daerah penghasil emas tersebar mulai dari Papua, Bengkalis (Sumatra), Bolaang Mangondow, Cikotok, Logas, Kalimantan hingga Reja Lebong, Bengkulu. Sedangkan untuk timah ada di Bangkinang, Dabo (Singkep), Manggar, hingga Sungai Liat.
Menyadari begitu besarnya manfaat dan kebutuhan produk tambang untuk kehidupan masyarakat dan dalam rangka memberikan manfaat yang leih besar bagi bangsa Indonesia, pemerintah menerbitkan Undang-Undang No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Salah satu hal yang paling penting dalam peraturan ini adalah meningkatkan nilai tambah bahan mentah hasil tambang untuk bangsa Indonesia. Salah satu caranya yakni dengan melakukan pengolahan hasil tambang di dalam negeri dan tidak melakukan ekspor seluruhnya produk hasil tambang dalam bentuk mentah. Selain menciptakan nilai ekonomis, kebijakan tersebut ditujukan untuk menciptakan lapangan kerja.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menilai, kebijakan tersebut sudah tepat. Hal ini untuk memberikan nilai tambah hasil tambang bagi bangsa Indonesia. “Tentunya jika diolah dulu di dalam negeri akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi bangsa dan masyarakat,”tuturnya kepada SINDOnews.
Dia mengungkapkan, selama ini, industri tambang di dalam negeri mengekspor hasil tambang dalam bentuk ore. Kemudian kebutuhan bahan setengah jadi di impor dari luar negeri. Sehingga, hal ini menjadi salah satu faktor yang belakangan memberikan kontribusi terhadap defisit neraca perdagangan Indonesia. “Karenanya kebijakan untuk mengolah (hilirisasi) itu sudah tepat. Kita harus bisa mensubtitusi barang impor,”tegasnya.
Senada dengan Rizal, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menilai, hilirisasi hasil tambang akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional. Namun, Sukmandaru menilai, agar semakin optimal, maka dibutuhkan kebijakan lanjutan untuk memperbaiki iklim investasi di sektor pertambangan mineral dan batubara. "Kita perlu juga menggenjot produksi di sektor hulunya. Kegiatan eksplorasi perlu kembali digalakkan,"tegasnya.
Kebijakan yang tepat, lanjut dia, akan mendorong datangnya investasi baru di sektor minerba yang pada akhirnya akan berkontribusi positif terhadap perekonomian nasional. "Seperti pembukaan wilayah pertambangan baru yang dipermudah, sistem lelang dipermudah, syarat lelang juga dipermudah. Sebab,sejak 2009 tidak ada pembukaan wilayah (tambang) baru,"ujarnya.
Pakar pertambangan Tino Ardhyanto A.R. kepada SINDOnews beberapa waktu lalu mengatakan, konsistensi pemerintah juga diperlukan agar produk minerba tidak hanya sekadar sebagai komoditas perdagangan yang di ekspor tapi juga bisa mendatangkan manfaat yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan bahan baku di dalam negeri. Artinya, hasil tambang tidak lagi sekadar menjadi komoditas ekspor tetapi juga harus memberikan dampak terhadap pertumbuhan industri lainnya dalam bentuk produk hilir.
Menerapkan Good Mining Practise
Agar semakin memiliki kontribusi yang maksimal terhadap negara, internal perusahaan, dan masyarakat, industri pertambangan nasional juga harus terus menjalankan good mining practise. Salah satunya yakni dengan menerapkan konsep green mining. Penerapan green mining dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan dapat membantu mengurangi biaya operasi industri pertambangan dan meningkatkan daya saingnya.
Green mining, juga mencakup penerapan prinsip konservasi dan nilai lindung terhadap lingkungan. Termasuk kepedulian terhadap kesehatan dan keselamatan kerja bagi para pekerja tambang. Serta mampu menciptakan nilai tambah bagi pengembangan wilayah dan masyarakat sekitar. Yang tak kalah penting, menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan pascatambang (mine closure).
Tujuan penerapan green mining ini yakni agar terwujud kegiatan penambangan yang tidak merusak lingkungan, namun justru membantu mewujudkan kelestarian ekosistem dan pemberdayaan masyarakat. "Perusahaan tambang juga harus peduli terhadap sustainability mining (pertambangan yang berkelanjutan),"ujar Rizal Kasli.Penerapan green mining mencakup bagaimana mengelola lingkungan, ekonomi, dan masyarakat agar berjalan beriringan. Termasuk pula di dalamnya kegiatan pasca tambang untuk memulihkan fungsi alam dan fungsi sosial sesuai dengan kondisi masyarakat dan lingkungan dimana wilayah pertambangan tersebut berada.
"Banyak perusahaan yang sudah sangat serius menerapkan good mining practise, tapi ada juga yang belum serius,"papar Rizal.Para stakeholder pertambangan, kata dia, perlu bekerja bersama-sama agar industry pertambangan nasional semakin serius dalam menerapkan good mining practise demi terciptanya kegiatan pertambangan yang berkelanjutan. "Good mining practise harus diterapkan secara menyeluruh dan harus diawasi,”tegasnya.
Green mining dilakukan berdasarkan pendekatan untuk menekan dampak negatif kegiatan tambang sekecil mungkin dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Sejatinya, sudah banyak perusahaan tambang yang sudah menerapkan good mining practise. Biasanya, hal itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar. Sebab, penerapan green mining tidak lagi dianggap sebagai biaya, justru sebaliknya, sebagai investasi di masa depan.
PT Vale Indonesia misalnya, dalam laporan keberlanjutan yang dipublikasikan menegaskan komitmennya untuk menerapkan operasi tambang berkelanjutan dan memastikan keberadaan perusahaan mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar, serta dapat mendukung setiap upaya bersama untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Menurut Presiden Direktur PT Vale Indonesia Nicolas D. Kanter, PT Vale tetap berkomitmen mematuhi semua kepatuhan, serta pelaksanaan prinsip-prinsip keberlanjutan. Selama setengah abad beroperasi di Indonesia, PT Vale telah menjadi bagian dari rantai pasokan nikel dunia.
Produksi nikel dalam matte Perseroan memasok 5% dari kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Salah satu upaya PT Vale dalam menerapkan prinsip keberlanjutan pada aspek sosial kemasyarakatan, yakni mengembangkan pelaksanaan Program Terpadu Pengembangan Masyarakat (PTPM) yang telah digagas sejak tahun 2013. Pada tahun 2017, Perusahaan telah menyelesaikan PTPM tahap pertama dengan lebih dari 36.000 penerima manfaat kurang mampu di Kabupaten Luwu Timur.
Sementara PT Aneka Tambang, Tbk. (Antam) melakukan pelestarian keanekaragaman hayati secara strategis dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Mengutip dari publikasi Antam, sebagai bagian dari komitmen untuk menjaga keanekaragaman hayati, Antam melakukan berbagai inisiatif untuk mencegah penambangan tanpa ijin yang merusak lingkungan melalui langkah-langkah persuasif berupa pemberdayaan masyarakat dan tindakan tegas bekerja sama dengan instansi berwenang.
Komitmen kuat Antam terhadap konservasi keanekaragaman hayati juga dapat dilihat di UBP Emas. Perusahaan ini membangun dan mengembangkan Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati (PKKH) dan Pusat Penelitian dan Pendidikan Pohon dan Tanaman Asli (P4TA), bekerja sama dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan PT Rimbawan Bangun Lestari (Sustainable Management Group).
Bahkan, di lokasi tambang emas Pongkor, Jawa Barat kini sudah menjadi kawasan Geopark dengan status menjadi Geopark Nasional. Kawasan Geopark itu juga menunjukkan bentuk dukungan perusahaan tambang nasional kepada pemerintah.Ketua Indonesia Mining Association (IMA) Ido Hutabarat pada acara IMA Award 2018 mengatakan, pencapaian di sektor pertambangan mulai dari soal lingkungan, tenaga kerja, maupun kontribusi bagi negara patut mendaptkan apresiasi. Karena hal itu merupakan bentuk komitmen perusahaan tambang untuk menerapkan good mining practice.
Sukmandaru Prihatmoko menilai, good mining practise harus terus didengungkan oleh para stakeholder pertambangan di Tanah Air. Tidak hanya untuk perusahaan besar saja tapi juga untuk perusahaan menengah. "Asosiasi seperti IMA dan APBI perlu dilibatkan agar penerapan good mining practise ini maksimal,"cetusnya.
(ven)