Cadangan Devisa Naik Terimbas Penjualan Global Bond
A
A
A
JAKARTA - Kenaikan cadangan devisa (Cadev) menjadi USD120,7 miliar dinilai penyebabnya adalah penjualan global bond untuk pembiayaan APBN 2019 pada pertengahan Desember yang lalu. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam juga memperkirakan, ke depannya aliran investasi asing bakal terus masuk untuk memperkuat cadev.
"Sementara di sisi lain rupiah selama Desember juga relatif stabil cenderung menguat sehingga BI tidak harus mengeluarkan Cadev untuk menjaga nilai rupiah," katanya saat dihubungi SINDO, Selasa (8/1/2019).
Ke depan kalau melihat kondisi aliran modal asing yang masuk cukup deras di awal tahun 2019 yang kemudian mendorong penguatan rupiah cukup significant mendekati batas psikologis Rp14.000. Dia mengaku optimistis cadangan devisa pada kuartal I/2019 ini akan bisa bertahan di kisaran USD120 sampai dengan USD121 miliar. "Selama sentimen positif investor asing terjaga penguatan rupiah bisa terus berlanjut. Bahkan sangat mungkin menembus kebawah Rp14.000 per dollar," pungkasnya.
Rupiah yang menguat juga ditopang oleh risk-on sentiment di pasar negara berkembang setelah pernyataan Jerome Powell, Gubernur bank sentral AS, pada akhir pekan lalu yang mengatakan bahwa ada potensi perubahan stance kebijakan monter Fed mempertimbangkan potensi perlambatan ekonomi global termasuk ekonomi AS pada tahun ini.
Selain itu, data pertumbuhan pendapatan per bulan Desember juga tumbuh 0,4% MoM atau 3,2% YoY meskipun tingkat pengangguran sedikit naik menjadi 3,9%. "Rupiah juga ditopang oleh masuknya aliran modal di pasar SBN dimana yield SUN seri benchmark turun sekitar 8-10bps sejak akhir tahun lalu," tambah Ekonom Bank Permata Josua Pardede saat dihubungi.
Selain itu, pelemahan dollar AS (USD) juga dipengaruhi oleh partial shutdown dari pemerintah AS seiring dengan penutupan sebagian pemerintah AS karena pemerintah AS dan parlemen masih membahas terkait anggaran pembangunan tembok di perbatasan AS. Jika penutupan pemerintah AS terus berlanjut tentu akan berdampak negatif bagi perekonomian AS dalam jangka pendek.
Bukan hanya itu, penutupan pemerintah AS berpotensi berdampak positif bagi pasar keuangan negara berkembang. "Dengan demikian, cadangan devisa yang meningkat juga sudah sesuai dengan perkiraan," ungkap Josua.
"Sementara di sisi lain rupiah selama Desember juga relatif stabil cenderung menguat sehingga BI tidak harus mengeluarkan Cadev untuk menjaga nilai rupiah," katanya saat dihubungi SINDO, Selasa (8/1/2019).
Ke depan kalau melihat kondisi aliran modal asing yang masuk cukup deras di awal tahun 2019 yang kemudian mendorong penguatan rupiah cukup significant mendekati batas psikologis Rp14.000. Dia mengaku optimistis cadangan devisa pada kuartal I/2019 ini akan bisa bertahan di kisaran USD120 sampai dengan USD121 miliar. "Selama sentimen positif investor asing terjaga penguatan rupiah bisa terus berlanjut. Bahkan sangat mungkin menembus kebawah Rp14.000 per dollar," pungkasnya.
Rupiah yang menguat juga ditopang oleh risk-on sentiment di pasar negara berkembang setelah pernyataan Jerome Powell, Gubernur bank sentral AS, pada akhir pekan lalu yang mengatakan bahwa ada potensi perubahan stance kebijakan monter Fed mempertimbangkan potensi perlambatan ekonomi global termasuk ekonomi AS pada tahun ini.
Selain itu, data pertumbuhan pendapatan per bulan Desember juga tumbuh 0,4% MoM atau 3,2% YoY meskipun tingkat pengangguran sedikit naik menjadi 3,9%. "Rupiah juga ditopang oleh masuknya aliran modal di pasar SBN dimana yield SUN seri benchmark turun sekitar 8-10bps sejak akhir tahun lalu," tambah Ekonom Bank Permata Josua Pardede saat dihubungi.
Selain itu, pelemahan dollar AS (USD) juga dipengaruhi oleh partial shutdown dari pemerintah AS seiring dengan penutupan sebagian pemerintah AS karena pemerintah AS dan parlemen masih membahas terkait anggaran pembangunan tembok di perbatasan AS. Jika penutupan pemerintah AS terus berlanjut tentu akan berdampak negatif bagi perekonomian AS dalam jangka pendek.
Bukan hanya itu, penutupan pemerintah AS berpotensi berdampak positif bagi pasar keuangan negara berkembang. "Dengan demikian, cadangan devisa yang meningkat juga sudah sesuai dengan perkiraan," ungkap Josua.
(akr)