4 Tahun, BPOM Tindak Makanan dan Obat Ilegal Senilai Rp161 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) selama empat tahun terakhir berhasil menindak makanan dan obat ilegal senilai Rp161 miliar. Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, pada tahun 2018 BPOM melakukan penguatan kelembagaan yang ditandai dengan pembentukan Deputi Bidang Penindakan, Inspektorat Utama, serta Kantor POM di 40 Kabupaten/Kota untuk memperkuat dan mendekatkan pengawasan hingga pelosok nusantara.
Penny mengungkapkan, hasil pengawasan pun terbukti signifikan, dimana selama empat tahun terakhir, BPOM berhasil melakukan penindakan terhadap peredaran obat dan makanan ilegal mencapai Rp161,48 miliar. Dengan jumlah perkara kejahatan sebanyak 1.103 perkara, dimana 602 perkara sudah diselesaikan (51,35%).
"Atas kinerja tersebut, BPOM memperoleh penghargaan dari Kepolisian RI atas peran aktifnya melaksanakan penegakan hukum serta bersinergi dengan Penyidik Polri," katanya pada Refleksi Kinerja BPOM dan Proyeksi 2019 di Jakarta.
Penny menjelaskan, pentingnya tugas BPOM karena menyangkut multisektor. Yaitu aspek kesehatan, sosial/kemanusiaan, ekonomi, dan keamanan/ketertiban masyarakat. Strategi pengawasan semakin diperkuat terutama dalam penegakan hukum di bidang obat dan makanan sebagai upaya melawan kejahatan kemanusiaan.
"Tidak hanya memberantas produk obat dan makanan ilegal, BPOM juga berupaya meningkatkan kemandirian pelaku usaha agar dapat memenuhi ketentuan dan berdaya saing nasional maupun global," ujarnya.
Sementara itu, untuk mendorong peningkatan daya saing produk obat dan makanan, BPOM memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan pengawasan obat dan makanan antara lain melalui penerapan 2D Barcode dan aplikasi SMART BPOM.
BPOM juga memberikan kemudahan berusaha dengan penyederhanaan prosedur, penurunan biaya layanan untuk UMKM, dan percepatan perizinan. Terbukti empat tahun terakhir jumlah produk teregistrasi meningkat mencapai 12.290 untuk obat, 8.880 untuk obat tradisional, 153.521 untuk kosmetik, 3.573 untuk suplemen kesehatan, serta 111.042 untuk pangan olahan.
Untuk peningkatan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM melakukan penguatan kerja sama dalam negeri melalui penandatanganan MoU antara BPOM dengan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, asosiasi, Pramuka, organisasi masyarakat, dan swasta.
Saat ini BPOM memiliki 170 MoU dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan lintas sektor di dalam negeri di mana sebanyak 74 MoU/PKS ditandatangani tahun 2018. Sementara itu BPOM terus memperkuat diri melalui penyusunan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang tengah berproses di DPR RI,” ujar Penny.
“Urgensi RUU ini mencakup pengembangan, pembinaan, dan fasilitasi industri obat dan makanan dalam rangka peningkatan daya saing, peningkatan efektivitas dan penguatan pengawasan obat dan makanan, serta perkuatan fungsi penegakan hukum di bidang obat dan makanan,” tambahnya.
Selain RUU Pengawasan Obat dan Makanan, BPOM juga terus melakukan berbagai upaya terobosan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan yaitu penerapan 2D Barcode pada produk obat dan makanan, penguatan pengawasan peredaran online Obat dan Makanan, intensifikasi operasi penindakan dan pengungkapan aktor intelektual melalui perkuatan kemitraan dengan institusi penegak hukum, pengembangan regionalisasi laboratorium, serta pengembangan SDM dari segi kuantitas, kompetensi, dan sikap/integritas.
Penny mengungkapkan, hasil pengawasan pun terbukti signifikan, dimana selama empat tahun terakhir, BPOM berhasil melakukan penindakan terhadap peredaran obat dan makanan ilegal mencapai Rp161,48 miliar. Dengan jumlah perkara kejahatan sebanyak 1.103 perkara, dimana 602 perkara sudah diselesaikan (51,35%).
"Atas kinerja tersebut, BPOM memperoleh penghargaan dari Kepolisian RI atas peran aktifnya melaksanakan penegakan hukum serta bersinergi dengan Penyidik Polri," katanya pada Refleksi Kinerja BPOM dan Proyeksi 2019 di Jakarta.
Penny menjelaskan, pentingnya tugas BPOM karena menyangkut multisektor. Yaitu aspek kesehatan, sosial/kemanusiaan, ekonomi, dan keamanan/ketertiban masyarakat. Strategi pengawasan semakin diperkuat terutama dalam penegakan hukum di bidang obat dan makanan sebagai upaya melawan kejahatan kemanusiaan.
"Tidak hanya memberantas produk obat dan makanan ilegal, BPOM juga berupaya meningkatkan kemandirian pelaku usaha agar dapat memenuhi ketentuan dan berdaya saing nasional maupun global," ujarnya.
Sementara itu, untuk mendorong peningkatan daya saing produk obat dan makanan, BPOM memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan pengawasan obat dan makanan antara lain melalui penerapan 2D Barcode dan aplikasi SMART BPOM.
BPOM juga memberikan kemudahan berusaha dengan penyederhanaan prosedur, penurunan biaya layanan untuk UMKM, dan percepatan perizinan. Terbukti empat tahun terakhir jumlah produk teregistrasi meningkat mencapai 12.290 untuk obat, 8.880 untuk obat tradisional, 153.521 untuk kosmetik, 3.573 untuk suplemen kesehatan, serta 111.042 untuk pangan olahan.
Untuk peningkatan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM melakukan penguatan kerja sama dalam negeri melalui penandatanganan MoU antara BPOM dengan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, asosiasi, Pramuka, organisasi masyarakat, dan swasta.
Saat ini BPOM memiliki 170 MoU dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan lintas sektor di dalam negeri di mana sebanyak 74 MoU/PKS ditandatangani tahun 2018. Sementara itu BPOM terus memperkuat diri melalui penyusunan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang tengah berproses di DPR RI,” ujar Penny.
“Urgensi RUU ini mencakup pengembangan, pembinaan, dan fasilitasi industri obat dan makanan dalam rangka peningkatan daya saing, peningkatan efektivitas dan penguatan pengawasan obat dan makanan, serta perkuatan fungsi penegakan hukum di bidang obat dan makanan,” tambahnya.
Selain RUU Pengawasan Obat dan Makanan, BPOM juga terus melakukan berbagai upaya terobosan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan yaitu penerapan 2D Barcode pada produk obat dan makanan, penguatan pengawasan peredaran online Obat dan Makanan, intensifikasi operasi penindakan dan pengungkapan aktor intelektual melalui perkuatan kemitraan dengan institusi penegak hukum, pengembangan regionalisasi laboratorium, serta pengembangan SDM dari segi kuantitas, kompetensi, dan sikap/integritas.
(akr)