Berorientasi Ekspor, Industri Perhiasan Dibidik Tumbuh 5%
A
A
A
JAKARTA - Industri perhiasan merupakan salah satu sektor andalan dalam menopang peningkatan nilai ekspor nasional. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian terus mendorong penguatan branding produk perhiasan Indonesia agar lebih berdaya saing di tingkat global.
"Apabila mengacu pada target pertumbuhan industri nonmigas di tahun 2019 sebesar 5,4%, maka kami memproyeksi industri perhiasan dapat tumbuh di kisaran angka 5% juga untuk tahun ini," kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Gati Wibawaningsih di Jakarta, Minggu (20/1/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada periode Januari-November 2018, ekspor perhiasan mencapai USD1,88 miliar. Tujuan ekspor perhiasan dari Indonesia, antara lain ke negara Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat, Jepang, Uni Emirat Arab dan beberapa negara Eropa seperti Inggris, Belanda, Denmark dan Swedia.
Gati menyampaikan, pihaknya telah memiliki program dan kegiatan dalam rangka meningkatkan daya saing perhiasan nasional, di antaranya melalui pelatihan dan pendampingan tenaga ahli desainer, serta bantuan mesin dan peralatan khususnya di Unit Pelayanan Teknis (UPT).
Selanjutnya, peningkatan keterampilan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan produksi, serta perbaikan iklim usaha terkait dengan regulasi di bidang fiskal untuk kemudahan impor bahan baku.
Kemenperin mencatat, tahun 2015, jumlah industri perhiasan skala menengah besar mencapai 83 perusahaan dan meningkat di tahun 2017 menjadi 97 perusahaan, dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 15.000 orang. Sedangkan, total industri perhiasan skala kecil mencapai 36.000 unit usaha dengan melibatkan tenaga kerja hingga 43.000 orang.
Dalam upaya memperluas pasar ekspor, Kemenperin telah melakukan inisiasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait agar produk perhiasan dari Indonesia tidak terkena tarif bea masuk di negara tujuan ekspor. Misalnya ke Turki dan Dubai di Uni Emirat Arab sebagai negara yang potensial.
"Ekspor perhiasan kita memang banyak ke Dubai, Uni Emirat Arab dan Turki, tetapi kita masih dikenakan tarif bea masuk ke sana sebesar 5%, sedangkan Singapura dikenakan bea masuk 0% ke Dubai," ujar Gati.
Menurutnya, Singapura bisa mendapatkan bea masuk 0% ke Dubai karena antara kedua negara memiliki perjanjian free trade agreement (FTA). Sementara Indonesia dengan Dubai belum ada FTA.
Langkah strategis lainnya, Kemenperin aktif memfasilitasi IKM perhiasan di dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada pameran tingkat nasional dan internasional. Contohnya, Surabaya International Jewellery Fair dan Jakarta International Jewellery Fair, sedangkan pameran di luar negeri seperti Hong Kong Jewellery Fair.
"Selain itu, kami juga meningkatkan akses pemasarannya dengan program e-Smart IKM," ungkap Gati. Program e-Smart IKM menghasilkan sistem database IKM yang tersaji dalam profil Industri, sentra dan produk yang terintegrasikan dengan marketplace yang ada dan dapat diakses konsumen melalui marketplace atau toko online tersebut.
"Program ini pun dapat meningkatkan kapasitas pelaku IKM dalam negeri di bidang e-commerce," imbuhnya.
Hingga tahun 2018, sebanyak 5945 pelaku IKM dari berbagai daerah mengikuti workshop e-Smart IKM, dan tahun 2019 ditargetkan mencapai total 10.000 IKM dengan sedikitnya 30.000 produk IKM yang dapat diakses konsumen melalui marketplace.
"Apabila mengacu pada target pertumbuhan industri nonmigas di tahun 2019 sebesar 5,4%, maka kami memproyeksi industri perhiasan dapat tumbuh di kisaran angka 5% juga untuk tahun ini," kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Gati Wibawaningsih di Jakarta, Minggu (20/1/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada periode Januari-November 2018, ekspor perhiasan mencapai USD1,88 miliar. Tujuan ekspor perhiasan dari Indonesia, antara lain ke negara Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat, Jepang, Uni Emirat Arab dan beberapa negara Eropa seperti Inggris, Belanda, Denmark dan Swedia.
Gati menyampaikan, pihaknya telah memiliki program dan kegiatan dalam rangka meningkatkan daya saing perhiasan nasional, di antaranya melalui pelatihan dan pendampingan tenaga ahli desainer, serta bantuan mesin dan peralatan khususnya di Unit Pelayanan Teknis (UPT).
Selanjutnya, peningkatan keterampilan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan produksi, serta perbaikan iklim usaha terkait dengan regulasi di bidang fiskal untuk kemudahan impor bahan baku.
Kemenperin mencatat, tahun 2015, jumlah industri perhiasan skala menengah besar mencapai 83 perusahaan dan meningkat di tahun 2017 menjadi 97 perusahaan, dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 15.000 orang. Sedangkan, total industri perhiasan skala kecil mencapai 36.000 unit usaha dengan melibatkan tenaga kerja hingga 43.000 orang.
Dalam upaya memperluas pasar ekspor, Kemenperin telah melakukan inisiasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait agar produk perhiasan dari Indonesia tidak terkena tarif bea masuk di negara tujuan ekspor. Misalnya ke Turki dan Dubai di Uni Emirat Arab sebagai negara yang potensial.
"Ekspor perhiasan kita memang banyak ke Dubai, Uni Emirat Arab dan Turki, tetapi kita masih dikenakan tarif bea masuk ke sana sebesar 5%, sedangkan Singapura dikenakan bea masuk 0% ke Dubai," ujar Gati.
Menurutnya, Singapura bisa mendapatkan bea masuk 0% ke Dubai karena antara kedua negara memiliki perjanjian free trade agreement (FTA). Sementara Indonesia dengan Dubai belum ada FTA.
Langkah strategis lainnya, Kemenperin aktif memfasilitasi IKM perhiasan di dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada pameran tingkat nasional dan internasional. Contohnya, Surabaya International Jewellery Fair dan Jakarta International Jewellery Fair, sedangkan pameran di luar negeri seperti Hong Kong Jewellery Fair.
"Selain itu, kami juga meningkatkan akses pemasarannya dengan program e-Smart IKM," ungkap Gati. Program e-Smart IKM menghasilkan sistem database IKM yang tersaji dalam profil Industri, sentra dan produk yang terintegrasikan dengan marketplace yang ada dan dapat diakses konsumen melalui marketplace atau toko online tersebut.
"Program ini pun dapat meningkatkan kapasitas pelaku IKM dalam negeri di bidang e-commerce," imbuhnya.
Hingga tahun 2018, sebanyak 5945 pelaku IKM dari berbagai daerah mengikuti workshop e-Smart IKM, dan tahun 2019 ditargetkan mencapai total 10.000 IKM dengan sedikitnya 30.000 produk IKM yang dapat diakses konsumen melalui marketplace.
(ven)