Pemerintah targetkan Bocoran Sampah ke Laut Turun 70% di 2025

Senin, 21 Januari 2019 - 16:35 WIB
Pemerintah targetkan...
Pemerintah targetkan Bocoran Sampah ke Laut Turun 70% di 2025
A A A
NUSA DUA - Pemerintah terus berupaya untuk menanggulangi permasalahan sampah laut di Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 70-80% sampah laut berasal dari aktivitas pembuangan sampah di daratan.

"Salah satu penyebab sampah laut salah satunya akibat tata kelola yang minim. Lebih dari separuh sampah plastik hanya berakhir tertimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Padahal TPA kondisinya masih minim," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati di acara High Level Seminar (HLS) on Sustainable Cities, di Nusa Dua, Bali, Senin (21/1/2019).

Untuk itu, kata dia, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Peraturan tersebut bertujuan mengurangi 70% kebocoran sampah ke laut pada tahun 2025. Apalagi sampah plastik tidak hanya mempengaruhi kualitas kesehatan dan lingkungan di tingkat lokal tapi juga global terutama mencemari laut dan kehidupan laut.

"Laut merupakan aset vital. Masalah puing-puing plastik laut telah menjadi salah satu prioritas untuk diselesaikan," tandasnya.

Menurut Rosa, lebih dari 50% kotamadya dan ibu kota kabupaten di Indonesia terletak di pantai. Sebagian besar timbulan sampah berasal dari daerah perkotaan tersebut.

"Oleh karena itu, pengelolaan sampah yang tepat harus diterapkan di kota-kota tersebut untuk mengurangi dan mencegah timbulnya sampah terutama sampah plastik ke laut," kata dia.

Berdasarkan aturan, pemerintah menerapkan kebijakan dan strategi untuk mengelola sampah, termasuk sampah plastik secara komprehensif. Di antaranya, melaksanakan Perluasan Tanggung Jawab Produsen atau Extended Producer Responsibility (EPR) untuk mengelola dan mengurangi penggunaan kemasan plastik dan kantong plastik.

Kebijakan atau strategi berikutnya menerapkan pendekatan ekonomi sirkular dengan meningkatkan pengembangan bank sampah di Indonesia, mendorong industri daur ulang, dan mengembangkan peraturan pendukung.

"Selain itu, mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan peraturan daerah tentang pengurangan bahkan pelarangan penggunaan kantong plastik dan kemasan plastik," kata dia.

Tak berhenti di situ, kolaborasi dan kerja sama antara para pemangku kepentingan di kota dan kabupaten, terutama yang terletak di tepi laut untuk membersihkan area pantai secara teratur. Terakhir, kata dia, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengelola dan mengurangi penggunaan kantong plastik dan kemasan plastik melalui kampanye dan pendidikan lingkungan.

"Kota yang telah berhasil mengelola sampah adalah Surabaya. Bahkan baru-baru ini Surabaya dianugerahi Guangzhou International Award 2018 sebagai Kota Populer. Penghargaan Adipura Kencana 2018 juga diberikan pemerintah untuk kota paling ramah lingkungan di Indonesia," kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana mendukung langkah pemerintah menanggulangi sampah laut khususnya di Bali. Upaya tersebut diwujudkan dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 96 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Plastik Sekali Pakai.

"Jenis plastik sekali pakai yang dilarang itu berupa kantong plastik, polysterina atau styrofoam dan sedotan plastik. Plastik sekali pakai tidak boleh digunakan lagi, salah satunya dalam acara adat keagamaan," kata dia.

Dia mengatakan, aturan tersebut telah diterbitkan sejak Desember 2018 lalu. Untuk mengajak masyarakat peduli dengan aturan tersebut maka Pemerintah Provinsi Bali melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan kampanye, dialog publik, edukasi dan kegiatan ilmiah. Selanjutnya Pemprov Bali menerapkan pelarangan dan penegakan hukum.

"Kami berharap aturan tersebut mampu mengurangi sampah plastik hingga 60-70% setiap tahunnya," kata dia.

Di bagian lain, pemerintah terus mengintensifkan kerja sama dengan Jepang terkait penanggulangan sampah. Rosa menjelaskan, kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Jepang telah diwujudkan dengan kerja sama pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).

Hal itu direalisasikan dengan kerja sama penyerahan surat penugasan harga listrik untuk PLTSa Solo dan Surabaya dari Kementerian ESDM, kemudian kerja sama pembangunan TPA Legok Nangka, di Jawa Barat dengan pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi berbasis ramah lingkungan.

"Jepang juga membantu masalah pencemaran di Sungai Citarum dengan teknologi pengelolaan limbah tekstil dan sampah. Kerja sama ini akan ditingkatkan untuk menangani masalah sampah melalui telnologi," beber Rosa.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1141 seconds (0.1#10.140)