Ekonom Desak Hasil Pembubaran Petral Dipublikasi
A
A
A
JAKARTA - Hampir empat tahun berlalu sejak pemerintah membubarkan PT Pertamina Trading Limited (Petral) pada 13 Mei 2015 silam. Ekonom menilai PT Pertamina (Persero) perlu menjelaskan hasil kebijakan pembubaran Petral tersebut kepada masyarakat terbuka.
Ekonom Konstitusi Defiyan Cori mengatakan, Petral dituding sebagai biang permasalahan atas pemborosan selama puluhan tahun, sebagaimana disampaikan oleh menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) saat itu, serta diperkuat oleh pernyataan Staf Khusus Menteri ESDM Said Didu dan Faisal Basri sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas.
"Mereka menyampaikan bahwa pembubaran Petral membuat Pertamina menghemat Rp250 miliar per hari dan menghilangkan peran mafia migas dalam pengadaan migas selama ini di Pertamina," tutur Defiyan dalam siaran pers, Minggu (27/1/2019).
Berdasarkan hal itu, kata dia, maka mendesak bagi Pertamina untuk menyampaikan hasil penghematan yang menurut penjelasan mantan Menteri ESDM Sudirman Said ketika itu bahwa transaksi impor minyak yang beredar tiap hari sebesar USD150 juta atau setara dengan Rp 1,7 triliun per hari. Menurut perhitungannya, setelah pembubaran Petral, Pertamina harusnya menghemat sebesar USD22 juta (setara Rp250 miliar) per hari.
"Berarti telah terjadi jumlah penghematan Rp7,25 triliun per bulan. Tapi benarkah pengeluaran atau Harga Pokok Penjualan (HPP) Pertamina atas pembelian migas kepada pemasok telah berkurang sebesar Rp7,25 triliun atau lebih dan melakukan penghematan sebesar Rp250 miliar per hari? " ungkapnya.
Jika diakumulasikan, lanjut dia, selama empat tahun pascapembubaran Petral, terjadi penghematan mencapai Rp348 triliun. "Apabila hal ini benar tentu saja dapat membantu keuangan negara, mengatasi defisit APBN dan membuat harga BBM lebih layak bagi rakyat," ujarnya.
Menurut Defiyan, publik perlu mengetahui kejelasan atas perbedaan mekanisme pengadaan migas yang selama ini berjalan melalui mafia migas yang dituduhkan kepada Petral dan mekanisme pengganti Petral yang diperankan oleh struktur Integrated Supply Chain (ISC).
"Perlu dijelaskan untuk menghilangkan tudingan bahwa manfaat penghematan dan hilangnya mafia migas sebenarnya tidak terjadi dan biaya pengadaan migas tak berubah," tegasnya.
Defiyan menegaskan, pembubaran Petral seharusnya mampu menjawab efektivitas dan efisiensi serta pemberantasan mafia migas yang selama ini mengganggu harga dasar pembelian sebagai pembentuk Harga Pokok Penjualan (HPP) Pertamina dan harga jual ke konsumen. Perlu dijelaskan, kata dia, apakah benar ada penurunan harga jual BBM ke konsumen secara signifikan selama ini selain kebijakan BBM Satu harga.
"Ini supaya kecurigaan publik terhadap eksistensi ISC tidak mengarah pada fitnah atas adanya mafia migas baru, oleh karena itu Pertamina perlu menjelaskan ini secara transparan kepada publik," tandasnya.
Ekonom Konstitusi Defiyan Cori mengatakan, Petral dituding sebagai biang permasalahan atas pemborosan selama puluhan tahun, sebagaimana disampaikan oleh menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) saat itu, serta diperkuat oleh pernyataan Staf Khusus Menteri ESDM Said Didu dan Faisal Basri sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas.
"Mereka menyampaikan bahwa pembubaran Petral membuat Pertamina menghemat Rp250 miliar per hari dan menghilangkan peran mafia migas dalam pengadaan migas selama ini di Pertamina," tutur Defiyan dalam siaran pers, Minggu (27/1/2019).
Berdasarkan hal itu, kata dia, maka mendesak bagi Pertamina untuk menyampaikan hasil penghematan yang menurut penjelasan mantan Menteri ESDM Sudirman Said ketika itu bahwa transaksi impor minyak yang beredar tiap hari sebesar USD150 juta atau setara dengan Rp 1,7 triliun per hari. Menurut perhitungannya, setelah pembubaran Petral, Pertamina harusnya menghemat sebesar USD22 juta (setara Rp250 miliar) per hari.
"Berarti telah terjadi jumlah penghematan Rp7,25 triliun per bulan. Tapi benarkah pengeluaran atau Harga Pokok Penjualan (HPP) Pertamina atas pembelian migas kepada pemasok telah berkurang sebesar Rp7,25 triliun atau lebih dan melakukan penghematan sebesar Rp250 miliar per hari? " ungkapnya.
Jika diakumulasikan, lanjut dia, selama empat tahun pascapembubaran Petral, terjadi penghematan mencapai Rp348 triliun. "Apabila hal ini benar tentu saja dapat membantu keuangan negara, mengatasi defisit APBN dan membuat harga BBM lebih layak bagi rakyat," ujarnya.
Menurut Defiyan, publik perlu mengetahui kejelasan atas perbedaan mekanisme pengadaan migas yang selama ini berjalan melalui mafia migas yang dituduhkan kepada Petral dan mekanisme pengganti Petral yang diperankan oleh struktur Integrated Supply Chain (ISC).
"Perlu dijelaskan untuk menghilangkan tudingan bahwa manfaat penghematan dan hilangnya mafia migas sebenarnya tidak terjadi dan biaya pengadaan migas tak berubah," tegasnya.
Defiyan menegaskan, pembubaran Petral seharusnya mampu menjawab efektivitas dan efisiensi serta pemberantasan mafia migas yang selama ini mengganggu harga dasar pembelian sebagai pembentuk Harga Pokok Penjualan (HPP) Pertamina dan harga jual ke konsumen. Perlu dijelaskan, kata dia, apakah benar ada penurunan harga jual BBM ke konsumen secara signifikan selama ini selain kebijakan BBM Satu harga.
"Ini supaya kecurigaan publik terhadap eksistensi ISC tidak mengarah pada fitnah atas adanya mafia migas baru, oleh karena itu Pertamina perlu menjelaskan ini secara transparan kepada publik," tandasnya.
(fjo)