Pengamat: Ada Indikasi Mafia Migas di Balik Harga BBM yang Tak Kunjung Turun

Rabu, 22 April 2020 - 15:09 WIB
loading...
Pengamat: Ada Indikasi...
Pengamat ekonomi energi Fahmy Radhi menilai ada indikasi mafia migas masih ada dan bermain dalam penetapan MOPS sehingga harga BBM sulit turun. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Anjloknya permintaan minyak akibat pandemi Covid-19 sejak awal Februari 2020 terus berlanjut, bahkan harga jenis West Texas Intermediate (WTI) pada Senin (20/4) sempat menyentuh minus USD37,63/barel. Tren penurunan harga minyak dunia itu pun mendorong beberapa negara menurunkan harga jual bahan bakar minyak (BBM).

Negeri Jiran Malaysia misalnya, sudah enam kali menurunkan harga BBM dalam tiga bulan terakhir. Harga BBM sekelas Pertamax Plus (RON 95) di Malaysia saat ini di tetapkan hanya Rp4.420 per liter, jauh lebih murah ketimbang harga Premium (RON 88) di Indonesia yang masih Rp6.450 per liter.

Pengamat ekonomi Fahmy Radhi mengatakan, berbeda dengan Malaysia, harga BBM di Indonesia tidak diturunkan sama sekali. Harga berlaku saat ini masih mengacu pada penetapan harga di awal Februari 2020.

"Salah satu penyebab harga BBM enggan turun adalah adanya perubahan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 187K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga BBM, yang diteken pada 7 Oktober 2019 oleh Menteri ESDM saat itu, Ignasius Jonan," ungkap Fahmy di Jakarta, Rabu(22/4/2020).

Menteri ESDM yang baru Arifin Tasrif kemudian mengubahnya menjadi Kepmen ESDM No 62K/MEM/2020 yang diteken 28 Februari 2020. Perubahan Kepmen baru tersebut terkait dengan penaikan konstanta dalam formula penetapan harga BBM. Sampai harga RON 92 = harga MOPS + Rp1.800 (naik dari sebelumnya Rp1.000) + margin 10%. Harga BBM di atas RON 92 = harga MOPS + Rp2.000 (naik dari sebelumnya Rp1.000 dan Rp1.200) + margin 10%. MOPS adalah Mean Of Plats Singapore yang merupakan harga rata-rata minyak di Singapore dalam 2 bulan terakhir.

"Dengan Kepmen Jonan (Kepmen 187K/10/MEM/2019), harga BBM di Indonesia bisa diturunkan hingga dua kali, pada Januari 2020 padahal harga minyak dunia saat itu masih bertengger di atas USD60 per barel. Sekarang harga minyak cenderung turun drastis hingga rata-rata di bawah USD20 per barel, tapi mengapa harga BBM tidak kunjung turun?" cetusnya.

Berdasarkan formula Kepmen No 62K/MEM/2020, lanjut Fahmy, paling tidak ada dua kemungkinan penyebabnya, yakni penaikan konstanta dan penetapan harga MOPS yang tidak sesuai dengan harga minyak dunia.

"Berdasarkan hasil kajian Tim Anti Mafia, ada indikasi bahwa mafia migas selain bermain dalam peningkatan volume impor BBM, juga bermain dalam penetapan MOPS. Bahkan tidak mustahil ikut pula bermain dalam keputusan penaikan konstanta dalam formula penetapan harga BBM," kata Fahmy.

Kendati Petral yang selama ini dikenal sebagai markas mafia migas, sudah dibubarkan, mafia migas sesungguhnya menurut dia masih saja berkeliaran. "Pasalnya, mafia migas sudah menjadi inherent system yang mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kalau indikasi keterlibatan mafia migas itu benar, tidak berlebihan dikatakan bahwa mafia migas di balik keputusan tidak menurunkan harga BBM di tengah anjloknya harga minyak dunia," lanjut Fahmy.

Menurutnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif harus segera mengambil langkah-langkah konstruktif untuk menurunkan harga BBM dalam waktu dekat ini. Salah satunya mengembalikan besaran konstanta dalam penetapan formula harga BBM, dengan menetapkan besaran konstanta itu seperti ditetapkan oleh Menteri ESDM sebelumnya Ignasius Jonan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1140 seconds (0.1#10.140)