Bank Indonesia Klaim Defisit Transaksi Berjalan 2019 Lebih Aman
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) 2019 akan menurun ke tingkat yang lebih aman. Meski transaksi berjalan (CAD) kuartal III/2018 masih defisit, namun akan membaik terutama pada 2019. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, CAD 2018 diperkirakan tetap berada di level aman di bawah 3% produk domestik bruto (PDB), di tengah kenaikan impor terkait infrastruktur yang mencapai sekitar 21% dari total impor nonmigas pada 2018.
”Meski CAD cukup tinggi, impor saat ini masih didominasi barang modal dan bahan baku, akan melahirkan kegiatan ekonomi produktif jangka panjang. Impor kita cukup produktif yaitu capital good, modal kerja, barang modal, bahan baku, dan sebagainya,” ujar Perry di Jakarta akhir pekan lalu.
Terkait ekspor, agar tidak tergantung pada ekspor komoditas saja, perlu direspons melalui Revolusi Industri 4.0 dan menggenjot sektor pariwisata yang bisa menghasilkan lebih banyak devisa. Dia mengungkapkan, defisit transaksi berjalan saat ini merupakan defisit yang sehat sehingga tidak perlu dikhawatirkan selama tidak melebihi batas aman 3% dari PDB.
”CAD di Indonesia itu sepanjang tidak melebihi batas aman 3% dari PDB, it’s okay. Ya, tidak usah ribut, orang negara lagi berkembang kok,” katanya. Ke depan CAD akan menurun sekitar 2,5% PDB didukung oleh koordinasi, keseriusan, dan langkah konkret mendorong ekspor serta menurunkan impor. Defisit neraca dagang Desember 2018 turun menjadi USD1,1 miliar sehingga secara kumulatif 2018 defisit tercatat sebesar USD8,57 miliar.
Menurut Perry, perbaikan CAD 2019 didukung kebijakan mendorong ekspor dan menurunkan impor. Selain itu, adanya program B20, penundaan proyek infrastruktur, penggunaan produksi minyak tanah dalam negeri, serta meningkatkan PPH 22 impor.
Bank Sentral juga memperkirakan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal IV-2018 akan mengalami surplus sebesar USD5 miliar. ”Masuknya modal asing (capital inflow ) pada kuartal terakhir tahun lalu, membantu kinerja neraca transaksi modal dan finansial lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya,” ungkapnya.
Managing Director Political Economy and Policy Studies Anthony Budiawan menuturkan, defisit neraca perdagangan saja sudah mencatatkan rekor terburuk sehingga membuat investor pesimistis dengan kondisi ekonomi Tanah Air.
Sementara itu, pemerintah mengantisipasi risiko-risiko yang ada dan memperkuat fundamental ekonomi guna menopang kondisi perekonomian nasional 2019. Salah satunya penguatan posisi transaksi berjalan tetap akan memperoleh perhatian yang besar tahun ini.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memprediksi, defisit CAD masih bisa di bawah 3% didorong harga komoditas dan nilai tukar rupiah. ”Selama penurunan harga komoditas dan rupiah harusnya bisa 2% sampai 2,5%. CAD masih manageable bagi Indonesia,” imbuh dia.
Menurut Bambang, Indonesia sudah harus tidak bergantung lagi terhadap barang komoditas sehingga bisa beralih ke produk berbasis manufaktur. ”Ya, intinya harus mulai tinggalkan ketergantungan ke komoditas. Dorong produk manufaktur,” pungkas dia.
”Meski CAD cukup tinggi, impor saat ini masih didominasi barang modal dan bahan baku, akan melahirkan kegiatan ekonomi produktif jangka panjang. Impor kita cukup produktif yaitu capital good, modal kerja, barang modal, bahan baku, dan sebagainya,” ujar Perry di Jakarta akhir pekan lalu.
Terkait ekspor, agar tidak tergantung pada ekspor komoditas saja, perlu direspons melalui Revolusi Industri 4.0 dan menggenjot sektor pariwisata yang bisa menghasilkan lebih banyak devisa. Dia mengungkapkan, defisit transaksi berjalan saat ini merupakan defisit yang sehat sehingga tidak perlu dikhawatirkan selama tidak melebihi batas aman 3% dari PDB.
”CAD di Indonesia itu sepanjang tidak melebihi batas aman 3% dari PDB, it’s okay. Ya, tidak usah ribut, orang negara lagi berkembang kok,” katanya. Ke depan CAD akan menurun sekitar 2,5% PDB didukung oleh koordinasi, keseriusan, dan langkah konkret mendorong ekspor serta menurunkan impor. Defisit neraca dagang Desember 2018 turun menjadi USD1,1 miliar sehingga secara kumulatif 2018 defisit tercatat sebesar USD8,57 miliar.
Menurut Perry, perbaikan CAD 2019 didukung kebijakan mendorong ekspor dan menurunkan impor. Selain itu, adanya program B20, penundaan proyek infrastruktur, penggunaan produksi minyak tanah dalam negeri, serta meningkatkan PPH 22 impor.
Bank Sentral juga memperkirakan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal IV-2018 akan mengalami surplus sebesar USD5 miliar. ”Masuknya modal asing (capital inflow ) pada kuartal terakhir tahun lalu, membantu kinerja neraca transaksi modal dan finansial lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya,” ungkapnya.
Managing Director Political Economy and Policy Studies Anthony Budiawan menuturkan, defisit neraca perdagangan saja sudah mencatatkan rekor terburuk sehingga membuat investor pesimistis dengan kondisi ekonomi Tanah Air.
Sementara itu, pemerintah mengantisipasi risiko-risiko yang ada dan memperkuat fundamental ekonomi guna menopang kondisi perekonomian nasional 2019. Salah satunya penguatan posisi transaksi berjalan tetap akan memperoleh perhatian yang besar tahun ini.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memprediksi, defisit CAD masih bisa di bawah 3% didorong harga komoditas dan nilai tukar rupiah. ”Selama penurunan harga komoditas dan rupiah harusnya bisa 2% sampai 2,5%. CAD masih manageable bagi Indonesia,” imbuh dia.
Menurut Bambang, Indonesia sudah harus tidak bergantung lagi terhadap barang komoditas sehingga bisa beralih ke produk berbasis manufaktur. ”Ya, intinya harus mulai tinggalkan ketergantungan ke komoditas. Dorong produk manufaktur,” pungkas dia.
(don)