Simplifikasi Aturan Ekspor Kendaraan CBU Hemat Rp314,4 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan penyederhanaan aturan ekspor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh (completely built up/CBU). Simplifikasi aturan ini juga menghemat biaya logistik yang harus dikeluarkan eksportir
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, berdasarkan studi yang dilakukan PT Astra Daihatsu Motor, penyederhanaan aturan ekspor itu dapat menurunkan average stock level sebesar 36%, dari 1.900 unit menjadi 1.200 unit per bulan.
"Selain itu, menurunkan kebutuhan truk untuk transportasi sebesar 19% per tahun, dari 26 unit menjadi 21 unit. Serta menurunkan biaya logistik hingga 10%, yang terdiri atas man hour, trucking cost, serta direct dan indirect materials," ujar Sri Mulyani di Pelabuhan IKT, Jakarta Utara, Selasa (12/2/2019).
Studi juga dilakukan Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas, di mana hasilnya mekanisme ekspor baru ini menekan biaya logistik terkait storage dan handling sebesar Rp600.000 per unit. Selain itu juga menghemat biaya trucking atau pengangkutan dengan truk sebesar Rp150.000 per unit.
"Sehingga total penghematan biaya yang diperoleh lima eksportir terbesar kendaraan CBU mencapai Rp314,4 miliar per tahun. Berarti keuntungan naik, pajak bisa bertambah," jelasnya.
Dia menambahkan, pengurangan penggunaan truk juga turut berdampak pada penurunan kemacetan, khususnya di wilayah Tanjung Priok. Hal ini juga akan mengurangi kerusakan jalan. "Jadi ini juga akan berikan implikasi yang positif," cetusnya.
Menkeu juga berharap penyederhanaan aturan tersebut akan meningkatkan daya saing Indonesia. Hal itu diharapkan mendorong Indonesia menjadi negara produsen kendaraan terbesar di Asia Tenggara.
"Indonesia bisa jadi negara salah satu pengekspor mobil terbesar di dunia. Bahkan bisa menjadi 10 top negara pengekspor mobil," ujar Sri Mulyani.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, berdasarkan studi yang dilakukan PT Astra Daihatsu Motor, penyederhanaan aturan ekspor itu dapat menurunkan average stock level sebesar 36%, dari 1.900 unit menjadi 1.200 unit per bulan.
"Selain itu, menurunkan kebutuhan truk untuk transportasi sebesar 19% per tahun, dari 26 unit menjadi 21 unit. Serta menurunkan biaya logistik hingga 10%, yang terdiri atas man hour, trucking cost, serta direct dan indirect materials," ujar Sri Mulyani di Pelabuhan IKT, Jakarta Utara, Selasa (12/2/2019).
Studi juga dilakukan Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas, di mana hasilnya mekanisme ekspor baru ini menekan biaya logistik terkait storage dan handling sebesar Rp600.000 per unit. Selain itu juga menghemat biaya trucking atau pengangkutan dengan truk sebesar Rp150.000 per unit.
"Sehingga total penghematan biaya yang diperoleh lima eksportir terbesar kendaraan CBU mencapai Rp314,4 miliar per tahun. Berarti keuntungan naik, pajak bisa bertambah," jelasnya.
Dia menambahkan, pengurangan penggunaan truk juga turut berdampak pada penurunan kemacetan, khususnya di wilayah Tanjung Priok. Hal ini juga akan mengurangi kerusakan jalan. "Jadi ini juga akan berikan implikasi yang positif," cetusnya.
Menkeu juga berharap penyederhanaan aturan tersebut akan meningkatkan daya saing Indonesia. Hal itu diharapkan mendorong Indonesia menjadi negara produsen kendaraan terbesar di Asia Tenggara.
"Indonesia bisa jadi negara salah satu pengekspor mobil terbesar di dunia. Bahkan bisa menjadi 10 top negara pengekspor mobil," ujar Sri Mulyani.
(fjo)