Menteri Ekspor-Menteri Investasi Perlukah?

Rabu, 13 Maret 2019 - 07:58 WIB
Menteri Ekspor-Menteri...
Menteri Ekspor-Menteri Investasi Perlukah?
A A A
JAKARTA - Upaya meningkatkan investasi dan ekspor menjadi fokus pemerintah ke depan. Kedua sektor tersebut diprioritaskan karena menjadi andalan dalam menopang pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.

Komitmen dalam menyerap investasi dan menggenjot ekspor inilah yang mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin menambah kementerian baru untuk menangangi kedua sektor tersebut. Wacana tersebut, menurut Presiden, sudah disampaikan saat rapat kabinet bersama beberapa menteri.

"Saya sudah sampaikan di rapat kabinet. Apakah dalam situasi seperti ini perlu menteri investasi dan menteri ekspor khusus? Wong negara lain juga sama. Menteri khusus investasi dan menteri khusus ekspor. Jadi ada dua menteri," ujar Presiden di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional Investasi 2019 di Tangerang, Banten, kemarin.

Presiden Jokowi mengakui, ingin segera menerapkan solusi untuk meningkatkan investasi dan ekspor. Pasalnya, kata dia, permasalah ekspor dan investasi tersebut sudah diketahui dan dimengerti jalan keluarnya hanya saja tidak bisa dituntaskan. “Saya akan lihat alur mana yang enggak benar di titik tertentu," kata Jokowi.

Pertumbuhan ekspor nasional dan investasi dalam setahun terakhir memang kurang menggembirakan. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan, realisasi investasi pada 2018 hanya mencapai Rp721,3 triliun, turun dibanding tahun sebelumnya Rp692,8 triliun. Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pada tahun lalu ekspor mengalami perlambatan karena hanya tumbuh 6,74% dibanding tahun sebelumnya 16,28%.

Dengan fakta tersebut, wajar apabila Presiden menginginkan adanya kementerian khusus untuk menggenjot investasi dan ekspor. Jokowi bahkan menegaskan, perbaikan kedua sektor itu perlu segera dilakukan.

"Saya sudah berkali-kali sampaikan bahwa kunci pertumbuhan ekonomi itu ada dua yaitu investasi dan ekspor. Kita sudah terlalu lama sekali ekspornya bahan mentah. Sudah puluhan tahun enggak berani masuk ke hilirisasi industri. Para gubernur, bupati, walikota harus dorong itu. Kuncinya situ," ucapnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah berharap investasi bisa tetap tumbuh tinggi untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi tahun ini. Hal ini seiring dengan komitmen pemerintah untuk memperbaiki kemudahan berusaha.

"Pemerintah juga akan tetap meningkatkan berbagai upaya investasi yang melibatkan swasta, menjaga capital spending maupun belanja barang dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia," tutur Sri Mulyani.

Menurut Sri, Indonesia masih memiliki daya tarik untuk investasi melihat dari populasi penduduk dan ekonomi yang cukup kuat. Selain itu, infrastruktur yang sudah mulai terbangun di luar Pulau Jawa menjadikan daya tarik untuk investasi jauh lebih besar.

“Kalau pemerintah tetap konsisten menjaga kebijakannya, makro stabil, inflasi rendah, pertumbuhan ekonomi tinggi, dan banyaknya populasi muda, maka itu semua merupakan daya tarik yang luar biasa," ungkapnya.

Sri berharap dengan tingginya investasi di dalam negeri, bisa menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi tahun ini mencapai 5,4%.

Sepanjang kuartal I/2019, perekonomian Indonesia masih berjalan positif. Meski adanya proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang melambat, dia meyakini hal itu tidak akan berdampak cukup signfikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kita lihat kuartal I/2019 ada deflasi. Itu menggambarkan harga cukup stabil sehingga konsumsi akan tetap terjaga di 5%. Itu penting kalau kita ingin momentum pertumbuhannya di atas 5%," ujarnya.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang mengalami pelemahan disertai pertumbuhan perdagangan internasional yang juga melemah sudah diperingatkan sejak akhir tahun 2018. Apabila Indonesia ingin mencapai pertumbuhan yang tetap tinggi di atas 5% maka perlu meyakinkan sumber-sumber pertumbuhan di dalam negeri tetap bisa menjadi mesin pertumbuhan yang kuat.

"Investasi, konsumsi, goverment spending, itu semuanya harus mampu menjalankan fungsinya,” ucapnya.

Untuk ekspor, kata Sri, Indonesia masih berpeluang karena ASEAN dan beberapa emerging country di Asia seperti Filipina, Bangladesh, dan Pakistan mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dan memiliki pasarnya cukup besar.

Selain meningkatkan ekspor, kata Sri Mulyani, pemerintah melalui berbagai kebijakan juga berupaya menekan impor melalui program mandatori biodiesel 20% (B-20) dan substitusi impor agar momentum pertumbuhan ekonomi bisa dijaga.

Perdagangan Bernilai Tambah
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan siap menghadapi berbagai tantangan global dan domestik yang akan memengaruhi kinerja perdagangan saat ini. Untuk itu, Kemendag akan meningkatkan perdagangan yang bernilai tambah dan berdaya saing di tingkat global guna mencapai target kinerja sektor perdagangan di tahun 2019.

Salah satunya memanfaatkan transaksi dagang secara online yang menjadi pasar baru. Enggartiasto menyebutkan, nilai transaksi perdagangan elektronik Indonesia tumbuh 49% per tahun pada periode 2015-2018 dan nilainya mencapai USD27 miliar pada 2018.

“Daya saing digital Indonesia masih perlu ditingkatkan. Produk UMKM Indonesia harus menjadi tuan rumah di platform niaga elektronik lokal,” ujarnya.

Berikutnya, pengembangan perdagangan luar negeri terpadu akan berkontribusi pada peningkatan partisipasi Indonesia dalam rantai nilai global (global value chain/GVC). Mendag menekankan bahwa fokus pemilihan industri menjadi kunci penting bagi peningkatan ekspor produk bernilai tambah.

Chief Economist BNI Kiryanto mengatakan secara prinsip mendukung gagasan Jokowi membentuk kementerian baru. Menurutnya, masalah struktural Indonesia adalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang terus bertahan mendekati 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Hal ini menurutnya tidak dapat dibiarkan terus menerus, dengan alasan apapun.

“Untuk memperkecil rasio defisit memang jawabannya dengan meningkatkan investasi langsung yang kini jadi mandatnya BKPM sekaligus meningkatkan ekspor nonmigas yang mandatnya di Kemendag,” ujar Kiryanto.

Dia menambahkan, pemerintah dapat menaikkan level BKPM menjadi Kementerian, dengan harapan jadi lebih efektif dan bertenaga untuk menggairahkan investas asing langsung. Selain itu, dengan menaikkan level badan pengembangan ekspor nasional menjadi kementerian dapat jadi lebih efektif mendorong ekspor, terutama nonmigas.

“Implikasinya postur kementerian makin gemuk. Tidak apa-apa asalkan koordinasi teknis dan sinkronisasi kebijakan tetap berjalan dengan baik dan optimal,” ujarnya.

Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, pemerintah sebaiknya mengukur efektivitas kerja, koordinasi dan anggaran dari rencana kementerian baru tersebut.

“Meskipun BKPM sudah mengurus sektor investasi, tapi hambatannya ada ego sektoral antarkementerian lembaga. Izin investasi misalnya sering bersinggungan dengan Kementerian ESDM dan pemerintah daerah. Buat kementerian baru belum tentu selesaikan permasalahan itu,” ujar Bhima.

Anggota Komisi XI Donny Imam Priambodo juga sepakat dengan wacana pembentukan kementerian investasi dan ekspor. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi negara sangat ditentukan oleh kedua sektor itu.

"Yang paling penting adalah bahwa kementerian tersebut nantinya tidak tumpang tindih dengan lembaga atau institusi lain. Sehingga benar-benar efektif," ujarnya. (Oktiani Endarwati/Kunthi Fahmar Sandy/Hafid Fuad/Sindonews)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0841 seconds (0.1#10.140)