Pelarangan 737 MAX Bikin Prospek Boeing di Pasar China Tak Jelas
A
A
A
SEATTLE - Langkah China mengandangkan 737 MAX pascamusibah di Ethiopia dinilai membuat harapan Boeing untuk mendapatkan pesanan pesawat jet komersial dalam jumlah besar dari China memudar.
Padahal, menurut sumber di industri terkait, seiring kemajuan dalam negosiasi dagang antara Washington-Beijing, muncul harapan akan adanya pesanan lebih dari 100 pesawat jet dengan nilai Lebih dari USD10 miliar, yang terkait dengan kesepakatan untuk memperbaiki hubungan dagang antara kedua negara.
Harapan-harapan itu dipicu oleh tanda-tanda permintaan terpendam yang tidak hanya berasal dari penurunan pembelian publik China setelah kedua negara terlibat perang tarif, tetapi juga karena China tidak melakukan pesanan untuk pesawat Boeing sepanjang 2018.
Sekarang, kata sumber-sumber tersebut, tidak pasti seberapa cepat China akan bersedia untuk mendukung 737 MAX setelah otoritas penerbangan negara itu memerintahkan maskapai penerbangannya berhenti menerbangkan jenis pesawat tersebut.
Terlebih, hari Rabu (13/3), Amerika Serikat sendiri bergabung dengan gelombang negara-negara yang mengandangkan 737 MAX setelah kecelakaan hari Minggu (10/3) di Ethiopia yang menewaskan seluruh penumpang di dalamnya.
Para analis mengatakan kecelakaan itu telah menambah ketidakpastian eksportir pesawat terbesar Amerika itu atas penjualan ke China. "Ini jelas ada dalam daftar kekhawatiran mereka karena China adalah pasar ekspor tunggal terbesar Boeing," kata analis ruang angkasa Teal Group Richard Aboulafia seperti dikutip Reuters, Jumat (15/3/2019).
Bahkan sebelum krisis 737 MAX, ketegangan perdagangan telah dilihat secara luas sebagai sumber risiko bagi Boeing yang bergantung pada China untuk satu dari empat pesawat yang dikirimkannya.
China diperkirakan melampaui Amerika Serikat sebagai pasar penerbangan terbesar di dunia dalam dekade berikut. China akan menjadi pasar utama pesawat-pesawat yang dibuat oleh Boeing dan Airbus sementara negara itu berinvestasi dalam bisnis pesawat terbang domestik. Boeing memproyeksikan permintaan pesawat dari China selama 20 tahun sebanyak 7.700 jet senilai USD1,2 triliun.
Padahal, menurut sumber di industri terkait, seiring kemajuan dalam negosiasi dagang antara Washington-Beijing, muncul harapan akan adanya pesanan lebih dari 100 pesawat jet dengan nilai Lebih dari USD10 miliar, yang terkait dengan kesepakatan untuk memperbaiki hubungan dagang antara kedua negara.
Harapan-harapan itu dipicu oleh tanda-tanda permintaan terpendam yang tidak hanya berasal dari penurunan pembelian publik China setelah kedua negara terlibat perang tarif, tetapi juga karena China tidak melakukan pesanan untuk pesawat Boeing sepanjang 2018.
Sekarang, kata sumber-sumber tersebut, tidak pasti seberapa cepat China akan bersedia untuk mendukung 737 MAX setelah otoritas penerbangan negara itu memerintahkan maskapai penerbangannya berhenti menerbangkan jenis pesawat tersebut.
Terlebih, hari Rabu (13/3), Amerika Serikat sendiri bergabung dengan gelombang negara-negara yang mengandangkan 737 MAX setelah kecelakaan hari Minggu (10/3) di Ethiopia yang menewaskan seluruh penumpang di dalamnya.
Para analis mengatakan kecelakaan itu telah menambah ketidakpastian eksportir pesawat terbesar Amerika itu atas penjualan ke China. "Ini jelas ada dalam daftar kekhawatiran mereka karena China adalah pasar ekspor tunggal terbesar Boeing," kata analis ruang angkasa Teal Group Richard Aboulafia seperti dikutip Reuters, Jumat (15/3/2019).
Bahkan sebelum krisis 737 MAX, ketegangan perdagangan telah dilihat secara luas sebagai sumber risiko bagi Boeing yang bergantung pada China untuk satu dari empat pesawat yang dikirimkannya.
China diperkirakan melampaui Amerika Serikat sebagai pasar penerbangan terbesar di dunia dalam dekade berikut. China akan menjadi pasar utama pesawat-pesawat yang dibuat oleh Boeing dan Airbus sementara negara itu berinvestasi dalam bisnis pesawat terbang domestik. Boeing memproyeksikan permintaan pesawat dari China selama 20 tahun sebanyak 7.700 jet senilai USD1,2 triliun.
(fjo)