KPK: Kebijakan Grab to Work di Bandung Berpotensi Konflik Kepentingan

Jum'at, 15 Maret 2019 - 22:54 WIB
KPK: Kebijakan Grab to Work di Bandung Berpotensi Konflik Kepentingan
KPK: Kebijakan Grab to Work di Bandung Berpotensi Konflik Kepentingan
A A A
JAKARTA - Kebijakan Dinas Perhubungan Kota Bandung yang mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) menggunakan transportasi daring dalam program, Grab to Work: Car pooling terus menuai kritik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai kebijakan tersebut memiliki potensi konflik kepentingan yang tinggi.

"Itu sudah favoritisme, konflik kepentingannya tinggi," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada media, di Jakarta, Jumat (15/3/2019). Saut menegaskan, potensi konflik kepentingan adalah awal dari inefisiensi dan ketidakadilan. Karena itu, tegas dia, KPK tidak menyukai kebijakan demikian. "Kalau itu tidak ditekan, pintu-pintu berikutnya panjang," imbuhnya.

Terpisah, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bandung menolak program carpooling tersebut. Wakil Ketua III DPC Organda Kota Bandung Udin Hidayat mengatakan, Dishub Kota Bandung juga tidak pernah melibatkan Organda dalam menjalankan program yang diklaim untuk mengurai kemacetan ini.

"Car pooling ini mewajibkan ASN untuk pakai angkutan umum. Tujuannya, untuk mengurangi kemacetan tapi kami tak dilibatkan sama sekali," ujar Udin.

Menurut dia, angkutan umum di Kota Bandung telah ditentukan berdasarkan kajian dan disesuaikan berdasarkan kebutuhan yang ada. Di kota Bandung misalnya, jumlah angkutan kota (angkot) ada 5.521 unit. Pihaknya juga menyayangkan masuknya pemain baru, angkutan online. Padahal, kata dia, keberadaan angkutan umum berbasis online tersebut belum jelas karena belum masuk dalam Perwal dan harus berbadan hukum.

Udin menilai, program pemerintah yang mewajibkan ASN menggunakan angkutan umum saat pergi ke kantor sebenarnya baik. "Tapi angkutan umumnya yang mana. Ini yang kami salahkan. Kami mempertanyakan kenapa yang dipilih Grab. Padahal ada yang sah, angkot, taksi kan ada izinnya jelas," cetusnya.

Menurut dia, bila hal itu terus berlanjut, angkutan umum lainnya akan semakin berat menjalankan usahanya. Karena itu, dia meminta, program tersebut dibatalkan.

Dishub Kota Bandung sebelumnya menegaskan bahwa program Grab to Work: Car Pooling bagi ASN, khususnya yang berkantor di Dishub, agar menggunakan angkutan umum daring tersebut secara bersama-sama saat berangkat dan pulang kerja adalah metode berbagi tumpangan untuk mengurangi kemacetan. Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung Didi Ruswandi membantah asumsi bahwa kebijakan itu seolah-olah mewajibkan ASN menggunakan Grab saat pergi dan pulang kerja. "Itu tidak benar," tegasnya.

Menurut dia, kerja sama yang digagas Dishub dengan Grab hanya dalam rangka uji coba saja. Uji coba tersebut dilakukan selama lima hari, yakni sejak 11-15 Maret 2019.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6037 seconds (0.1#10.140)