Potensi Moral Hazard di Dalam Ketentuan RUU Migas

Sabtu, 23 Maret 2019 - 23:07 WIB
Potensi Moral Hazard...
Potensi Moral Hazard di Dalam Ketentuan RUU Migas
A A A
JAKARTA - Setelah hampir 8 tahun, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akhirnya menyerahkan draft Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk dibahas dengan menteri yang ditunjuk oleh presiden. Penyusunan draft RUU Migas, yang merupakan inisiatif DPR, memberikan perluasan kewenangan dan kontrol DPR yang lebih besar dalam pengelolaan Migas.

Perluasan kewenangan DPR itu di antaranya penetapan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan penetapan kuota impor BBM dan gas harus atas persetujuan DPR, serta pengendalian Badan Usaha Khusus (BUK) Migas. Dalam draft RUU Migas pada Pasal 22 ayat 2 diatur bahwa Pemerintah Pusat wajib menetapkan harga BBM sama untuk seluruh wilayah Indonesia. Pada Pasal 22 ayat 4 disebutkan bahwa penetapan harga BBM sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus mendapat persetujuan DPR.

Pasal 44 menyebutkan bahwa BUK Migas merupakan badan usaha yang dibentuk secara khusus berdasarkan UU, yang berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Fungsi utama BUK adalah menyelenggarakan dan mengendalikan kegiatan usaha hulu, midterm dan hilir Migas. Namun menurut Pengamat Ekonomi Energi UGMJ dan Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi mengutarakan, pembentukan BUK sebenarnya tidak tepat, bahkan cenderung blunder.

"Pasalnya, BUK tidak dikenal sebagai business entity yang dapat melakukan kegiatan bisnis secara langsung. Konsekuensinya, kontrak BUK dengan KKKS merupakan hubungan antar Government to Business (G2B). Hubungan G2B bisa membahayakan bagi negara jika terjadi perselisihan BUK dengan KKKS, lantaran negaralah yang akan dituntut oleh KKKS di Arbitrase Internasional," sambungnya di Jakarta, Sabtu (23/3/2019).

Lebih lanjut terang dia, perluasan kewenangan dalam penetapan harga BBM dan kuota impor Migas, serta pengendalian BUK tidak hanya akan memperlambat dalam proses pengambilan keputusan bisnis, tetapi juga berpotensi menimbulkan moral hazard. "Pada setiap proses permintaan persetujuan DPR terhadap keputusan corporate actions tidak bisa dihindari akan terjadi tawar-menawar dengan DPR, yang berpotensi memicu moral hazard," jelasnya.

Selain itu, penempatan BUK Migas yang berkedudukan langsung di bawah Presiden berpotensi mengundang intervensi DPR secara berlebihan. Intervensi DPR itu tidak hanya dalam pemilihan pimpinan BUK saja, tetapi juga pada setiap keputusan corporate actions BUK, yang harus memperoleh persetujuan DPR.

"Ketimbang BUK, Holding Migas dalam bentuk persero yang barangkali lebih tepat untuk menjalankan kewenangan BUK. Alasannya, holding Migas selama ini dikenal sebagai business entity yang dapat melakukan kegiatan bisnis secara langsung maupun tidak lansung melalui anak-anak perusahaan di bawah holding," ungkap Fahmy.

Untuk menjalankan kegiatan bisnis di hulu, midterm, dan hilir, holding migas akan membawahi semua kegiatan bisnis anak-anak perusahaan yang salama ini dilakukan oleh Pertamina dan PGN, serta seluruh anak perusahaannya. SKK Migas dijadikan business entity, di bawah holding Migas, untuk menjalankan bisnis jasa dalam riset potensi Migas, penyiapan lahan Migas dan mewakili negara dalam menandatangani kontrak dengan KKKS.

Sedangkan BPH Migas tetap dipertahankan sesuai dengan fungsinya sekarang dalam pengaturan dan pengawasan distribusi Migas. Oleh karena itu, ketentuan dalam draft RUU Migas yang mengatur perluasan kewenangan dan kontrol DPR perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah untuk dihapus.

Sementara ketentuan pembentukan BUK sebaiknya diganti dengan holding Migas, yang berkedudukan secara kelembagaan di bawah Menteri BUMN dan secara teknis di bawah Menteri ESDM, bukan di bawah Presiden. Dengan demikian, kontrol DPR terhadap holding Migas dapat dilakukan melalui Menteri BUMN dan Menteri ESDM.
(akr)
Berita Terkait
Demi Target Lifting,...
Demi Target Lifting, SKK Migas Undang Investor Asing ke Konvensi Internasional
Deretan Gergasi Migas...
Deretan Gergasi Migas Asing yang Tak Betah di Indonesia
28 Kesepakatan Migas...
28 Kesepakatan Migas Berpotensi Datangkan Penerimaan Rp35 Triliun
Urgensi Revisi UU Migas...
Urgensi Revisi UU Migas No. 22/2001: Langkah Strategis Menuju Ketahanan Energi Nasional
Cadangan Migas Indonesia...
Cadangan Migas Indonesia Bertambah 495 Juta Barel, Berikut Rinciannya
Wawancara Direktur Utama...
Wawancara Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) Chalid Said Salim:  Memimpin Seperti Ayah dengan Komunikasi Terbuka
Berita Terkini
Dampak Perang Dagang,...
Dampak Perang Dagang, DPR Dorong Impor Gas Penuhi Kebutuhan Industri
4 menit yang lalu
3 Fakta Menarik Singapore...
3 Fakta Menarik Singapore Airlines, Beri Bonus Fantastis 8 Kali Gaji dalam Setahun
1 jam yang lalu
Benahi Truk ODOL, Aptrindo:...
Benahi Truk ODOL, Aptrindo: Jangan Sampai Omon-omon, Harus Ada Roadmap Jelas
1 jam yang lalu
Sanksi AS Gagal Runtuhkan...
Sanksi AS Gagal Runtuhkan Moskow, Rusia Catat Pertumbuhan Ekonomi 4,1%
2 jam yang lalu
Scooter Prix dan Pertamina...
Scooter Prix dan Pertamina Mandalika Racing Series Bisa Menjadi Katalisator Ekonomi
2 jam yang lalu
Kementerian BUMN Dorong...
Kementerian BUMN Dorong Penguatan Komunikasi Digital Lewat Workshop Media Sosial Berbasis AI
2 jam yang lalu
Infografis
Rusia Akui Kerahkan...
Rusia Akui Kerahkan Tentara Korut dalam Perang Lawan Ukraina
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved