Kemitraan Tingkatkan Kinerja Ekspor Petani Pisang di Lampung
A
A
A
LAMPUNG - Kementerian Pertanian terus melakukan pengembangan usaha pertanian berbasis kemitraan yang sangat bermanfaat dalam meningkatkan kinerja ekspor pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani. Salah satu yang dilakukan Kementerian Pertanian adalah dengan program pengembangan kawasan pisang komersial di Tanggamus, Lampung.
Pola kemitraan antara petani dan pelaku usaha dipercaya berhasil meningkatkan nilai ekspor pisang segar Indonesia. Berdasarkan data BPS volume ekspor pisang segar pada 2018 meningkat 67 % dibanding tahun 2017. Plt Direktur Buah dan Florikultura, Sri Wijayanti Yusuf mengungkapkan, ekspor pisang segar Indonesia berpotensi besar akan terus meningkat seiring dengan semakin luasnya petani yang mengadopsi pola kemitraan dalam berusaha.
“Tidak menutup kemungkinan ekspor pisang segar Indonesia akan terus meningkat seiring dengan meluasnya kemitraan antara petani dan perusahaan swasta, data BPS menyebutkan tahun 2017 volume ekpsor pisang segar Indonesia hanya sebesar 18.192,5 ton, tahun 2018 meningkat hingga 67 % menjadi 30.373 ton,” ungkap Sri pada saat Kunjungan Lapang ke kabupaten Tanggamus.
Melalui kemitraan ini, lanjut Sri petani didorong dan dibina untuk membudidayakan varietas pisang yang diminati pasar dengan mengacu pada budidaya yang baik, sehingga dapat menghasilkan pisang yang bermutu tinggi. Selain itu pisang hasil budidayanya dijamin pemasarannya bahkan didorong untuk mengisi peluang ekspor.
“Tercatat pada 2018 pernah diekspor ke Singapura dan Tiongkok. Pisang mas yang dikembangkan melalui pola ini ternyata memiliki potensi ekspor yang cukup besar. Bahkan kebutuhannya belum dapat dipenuhi karena banyaknya permintaan dari negara-negara seperti Singapura, Tiongkok dan Timur Tengah. Permintaan ekspor ke Singapura baru seperlimanya dapat terpenuhi,” beber Sri.
Manfaat pola kemitraan dalam meningkatkan pendapatan dirasakan oleh salah seorang petani di Kabupaten Tanggamus bernama Suroto, yang mengaku pendapatannya jauh meningkat sejak bergabung dalam program kemitraan. Sebelum bermitra, pendapatan bersihnya hanya Rp 6 juta yang diterima setelah 4 bulan bertani padi dan jagung.
“Setelah bermitra bukan hanya dapat pasar, harganya juga stabil. Lahan saya seluas 0,7 hektare menghasilkan 0,5 ton pisang tiap minggunya. Dari itu saya mendapat keuntungan bersih Rp5 juta per bulan,” ucap Suroto dalam keterangan resminya, Sabtu (23/3/2019)
Keuntungan bermitra juga dirasakan Ahmad Sudarwan, Ketua Kelompok Tani Nakula, Desa Margoyoso Kabupaten Tanggamus yang melakukan budidaya pisang tanduk, muli dan janten seluas 1,5 hektare.
“sebelum bermitra hanya mencapai Rp1 juta per dua minggu.Setelah bermitra selama 2 tahun, saya bisa menghasilkan pendapatan bersih mencapai Rp5 juta per dua minggu,” ucapnya.
Petani lainnya, Bardi mengungkapkan bahwa sebelum bermitra harga pisang hasil budidayanya fluktuatif. Bahkan setelah pada perayaan Idul Fitri harga pisang menurun tajam hingga Rp600 per kg.
“Sekarang saya tidak perlu khawatir lagi mencari pasar dan harga yang layak. Dengan perusahaan, semua pisang ada grade-nya dengan harga yang layak,” kata Bardi.
Kementerian Pertanian mencatat, saat ini ada 276 petani yang tergabung dalam tujuh kelompok tani dari 38 desa dan kecamatan di Kabupaten Tanggamus yang sudah bergabung dalam program tersebut. Kemitraan ini berawal dari lahan 5 hektare kawasan pisang oleh Kementerian Pertanian melalui program pengembangan kawasan pisang komersial pada 2016. Saat ini kemitraan di Kabupaten Tanggamus terus meningkat mencapai 300 hektare.
Dengan terus meningkatnya jumlah petani yang bermitra, Sri mengungkapkan hal tersebut menunjukkan betapa menggiurkannya program kemitraan dan berharap agar pola kemitraan seperti ini dapat terus dikembangkan.
“Kami harap pola-pola kemitraan ini terus ditingkatkan dan menggandeng lebih banyak lagi petani tidak hanya di Kabupaten Tanggamus namun juga wilayah lain di Indonesia. Selain itu, untuk ke depannya program pengembangan buah perlu menggandeng swasta sebagai mitra dan pemasar produk dari petani binaannya,” tutup Sri.
Pola kemitraan antara petani dan pelaku usaha dipercaya berhasil meningkatkan nilai ekspor pisang segar Indonesia. Berdasarkan data BPS volume ekspor pisang segar pada 2018 meningkat 67 % dibanding tahun 2017. Plt Direktur Buah dan Florikultura, Sri Wijayanti Yusuf mengungkapkan, ekspor pisang segar Indonesia berpotensi besar akan terus meningkat seiring dengan semakin luasnya petani yang mengadopsi pola kemitraan dalam berusaha.
“Tidak menutup kemungkinan ekspor pisang segar Indonesia akan terus meningkat seiring dengan meluasnya kemitraan antara petani dan perusahaan swasta, data BPS menyebutkan tahun 2017 volume ekpsor pisang segar Indonesia hanya sebesar 18.192,5 ton, tahun 2018 meningkat hingga 67 % menjadi 30.373 ton,” ungkap Sri pada saat Kunjungan Lapang ke kabupaten Tanggamus.
Melalui kemitraan ini, lanjut Sri petani didorong dan dibina untuk membudidayakan varietas pisang yang diminati pasar dengan mengacu pada budidaya yang baik, sehingga dapat menghasilkan pisang yang bermutu tinggi. Selain itu pisang hasil budidayanya dijamin pemasarannya bahkan didorong untuk mengisi peluang ekspor.
“Tercatat pada 2018 pernah diekspor ke Singapura dan Tiongkok. Pisang mas yang dikembangkan melalui pola ini ternyata memiliki potensi ekspor yang cukup besar. Bahkan kebutuhannya belum dapat dipenuhi karena banyaknya permintaan dari negara-negara seperti Singapura, Tiongkok dan Timur Tengah. Permintaan ekspor ke Singapura baru seperlimanya dapat terpenuhi,” beber Sri.
Manfaat pola kemitraan dalam meningkatkan pendapatan dirasakan oleh salah seorang petani di Kabupaten Tanggamus bernama Suroto, yang mengaku pendapatannya jauh meningkat sejak bergabung dalam program kemitraan. Sebelum bermitra, pendapatan bersihnya hanya Rp 6 juta yang diterima setelah 4 bulan bertani padi dan jagung.
“Setelah bermitra bukan hanya dapat pasar, harganya juga stabil. Lahan saya seluas 0,7 hektare menghasilkan 0,5 ton pisang tiap minggunya. Dari itu saya mendapat keuntungan bersih Rp5 juta per bulan,” ucap Suroto dalam keterangan resminya, Sabtu (23/3/2019)
Keuntungan bermitra juga dirasakan Ahmad Sudarwan, Ketua Kelompok Tani Nakula, Desa Margoyoso Kabupaten Tanggamus yang melakukan budidaya pisang tanduk, muli dan janten seluas 1,5 hektare.
“sebelum bermitra hanya mencapai Rp1 juta per dua minggu.Setelah bermitra selama 2 tahun, saya bisa menghasilkan pendapatan bersih mencapai Rp5 juta per dua minggu,” ucapnya.
Petani lainnya, Bardi mengungkapkan bahwa sebelum bermitra harga pisang hasil budidayanya fluktuatif. Bahkan setelah pada perayaan Idul Fitri harga pisang menurun tajam hingga Rp600 per kg.
“Sekarang saya tidak perlu khawatir lagi mencari pasar dan harga yang layak. Dengan perusahaan, semua pisang ada grade-nya dengan harga yang layak,” kata Bardi.
Kementerian Pertanian mencatat, saat ini ada 276 petani yang tergabung dalam tujuh kelompok tani dari 38 desa dan kecamatan di Kabupaten Tanggamus yang sudah bergabung dalam program tersebut. Kemitraan ini berawal dari lahan 5 hektare kawasan pisang oleh Kementerian Pertanian melalui program pengembangan kawasan pisang komersial pada 2016. Saat ini kemitraan di Kabupaten Tanggamus terus meningkat mencapai 300 hektare.
Dengan terus meningkatnya jumlah petani yang bermitra, Sri mengungkapkan hal tersebut menunjukkan betapa menggiurkannya program kemitraan dan berharap agar pola kemitraan seperti ini dapat terus dikembangkan.
“Kami harap pola-pola kemitraan ini terus ditingkatkan dan menggandeng lebih banyak lagi petani tidak hanya di Kabupaten Tanggamus namun juga wilayah lain di Indonesia. Selain itu, untuk ke depannya program pengembangan buah perlu menggandeng swasta sebagai mitra dan pemasar produk dari petani binaannya,” tutup Sri.
(akn)