Pertamina Bangun Terminal Elpiji Rp1,2 Triliun
A
A
A
KUPANG - PT Pertamina (Persero) terus memperkuat infrastruktur di sektor hilir guna mendistribusikan gas elpiji khususnya di Indonesia Timur. Hal itu diwujudkan membangun empat terminal elpiji yakni di Kupang (NTT), Bima (NTB), Ambon (Maluku) dan Jayapura (Papua).
“Infrastruktur hilir tersebut nantinya akan memperkuat distribusi elpiji di wilayah timur Indonesia, sekaligus mendukung program pemerintah supaya masyarakat mulai beralih dari minyak tanah ke elpiji,” ujar Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina, Gandhi Sriwidodo di acara Groundbreaking Pembangunan Terminal Elpiji Tenau, di TBBM Tenau, Kupang, Nusa Tenggara Timur, kemarin.
Menurut dia, untuk membangunan keempat terminal elpiji tersebut, Pertamina mengalokasikan anggaran lebih dari Rp1,2 triliun. Adapun fasilitas utama yang akan dibangun antara lain tangki spherical sebagai fasilitas penyimpanan utama, fasilitas pengisian elpiji ke mobil tangki dan dermaga untuk penerimaan elpiji dari kapal tanker.
“Nantinya jalur distribusi elpiji tersebut akan mengandalkan aspek laut sehingga lebih efisien dalam pengangkutannya,” kata dia.
Dia menambahkan, pembangunan terminal elpiji tersebut merupakan tindak lanjut dari penugasan pemerintah melalui Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 2157 K/10/MEM/2017 tentang Penugasan Kepada PT Pertamina (Persero) dalam Pembangunan dan Pengoperasian Tangki Penyimpanan Bahan Bakar Minyak dan Liquefied Petroleum Gas.
“Proyek pembangunan terminal elpiji ini sepenuhnya menggunakan anggaran biaya investasi dari internal Pertamina yang telah dianggarkan sebelumnya,” sambung Gandhi.
Untuk keempat lokasi tersebut nantinya akan dibangun dengan jumlah kapasitas tangki elpiji yang berbeda-beda. Terminal Elpiji Kupang (NTT) akan dibangun dengan kapasitas 2 x 500 metrik ton (MT), Terminal Elpiji Bima akan dibangun dengan kapasitas 1 x 1.000 MT, sedangkan untuk Terminal Elpiji Ambon (Maluku) akan dibangun dengan kapasitas 2 x 1.000 MT dan Terminal Elpiji Jayapura (Papua) akan dibangun dengan kapasitas 2 x 1.000 MT.
Pembangunan terminal elpiji ini juga akan memberikan dampak positif, antara lain penyediaan lapangan kerja baru, baik pada saat tahap konstruksi yang dijadwalkan selama 18 bulan dan setelah beroperasi kelak. Selain itu juga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk pembangunan, serta memunculkan dampak ikutan berupa usaha-usaha jasa penunjang seperti katering atau kuliner, laundry, dan lain-lain.
Selain itu, dengan beroperasinya infrastruktur hilir ini diharapkan juga memberikan dampak pada penurunan harga jual elpiji khususnya non subsidi di masyarakat.
Sebagai informasi, harga jual elpiji di wilayah NTT yakni Timor, Flores dan Sumba untuk elpiji 12 kilogram dan Bright Gas 12 kg berada di kisaran Rp195.000-Rp225.000 per tabung sementara Bright Gas 5,5 kg sekitar Rp110.000-Rp135.000 per tabung.
Diharapkan dengan beroperasinya terminal elpiji Kupang dan dengan pembangunan SPPBE ke depannya, maka harga akan turun menjadi sekitar Rp155.000-Rp170.000 per tabung untuk elpiji 12 kg dan Bright Gas 12 kg, serta Rp72.000-Rp85.000 per tabung untuk Bright Gas 5,5 kg.
“Penurunan terjadi karena sebelumnya para agen elpiji non subsidi di NTT melakukan pengisian di Surabaya. Namun setelah Terminal Elpiji Kupang beroperasi dan adanya rencana pembangunan SPPBE maka rantai supply menjadi lebih pendek, dan harga menjadi lebih kompetitif. Harga jual diperkirakan akan sama dengan wilayah NTB,” ujar Gandhi.
Pembangunan Terminal Elpiji khususnya di NTT dilakukan oleh BUMN konstruksi yaitu PT Barata yang terbukti kompetitif setelah melalui proses seleksi sebelumnya.
Anggota Komisi VII DPR Fery Kase mendukung peningkatkan infrastruktur energi khususnya di NTT. Pembangunan terminal elpiji ini akan mendorong masyarakat lebih efisien dibandingkan menggunakan minyak tanah.
“Dampak pembangunan ini akan dirasakan semua masyarakat. Multiplier effect-nya perekonomian daerah akan tumbuh karena gas elpiji lebih efisien,” ucapnya.(Nanang Wijayanto)
“Infrastruktur hilir tersebut nantinya akan memperkuat distribusi elpiji di wilayah timur Indonesia, sekaligus mendukung program pemerintah supaya masyarakat mulai beralih dari minyak tanah ke elpiji,” ujar Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina, Gandhi Sriwidodo di acara Groundbreaking Pembangunan Terminal Elpiji Tenau, di TBBM Tenau, Kupang, Nusa Tenggara Timur, kemarin.
Menurut dia, untuk membangunan keempat terminal elpiji tersebut, Pertamina mengalokasikan anggaran lebih dari Rp1,2 triliun. Adapun fasilitas utama yang akan dibangun antara lain tangki spherical sebagai fasilitas penyimpanan utama, fasilitas pengisian elpiji ke mobil tangki dan dermaga untuk penerimaan elpiji dari kapal tanker.
“Nantinya jalur distribusi elpiji tersebut akan mengandalkan aspek laut sehingga lebih efisien dalam pengangkutannya,” kata dia.
Dia menambahkan, pembangunan terminal elpiji tersebut merupakan tindak lanjut dari penugasan pemerintah melalui Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 2157 K/10/MEM/2017 tentang Penugasan Kepada PT Pertamina (Persero) dalam Pembangunan dan Pengoperasian Tangki Penyimpanan Bahan Bakar Minyak dan Liquefied Petroleum Gas.
“Proyek pembangunan terminal elpiji ini sepenuhnya menggunakan anggaran biaya investasi dari internal Pertamina yang telah dianggarkan sebelumnya,” sambung Gandhi.
Untuk keempat lokasi tersebut nantinya akan dibangun dengan jumlah kapasitas tangki elpiji yang berbeda-beda. Terminal Elpiji Kupang (NTT) akan dibangun dengan kapasitas 2 x 500 metrik ton (MT), Terminal Elpiji Bima akan dibangun dengan kapasitas 1 x 1.000 MT, sedangkan untuk Terminal Elpiji Ambon (Maluku) akan dibangun dengan kapasitas 2 x 1.000 MT dan Terminal Elpiji Jayapura (Papua) akan dibangun dengan kapasitas 2 x 1.000 MT.
Pembangunan terminal elpiji ini juga akan memberikan dampak positif, antara lain penyediaan lapangan kerja baru, baik pada saat tahap konstruksi yang dijadwalkan selama 18 bulan dan setelah beroperasi kelak. Selain itu juga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk pembangunan, serta memunculkan dampak ikutan berupa usaha-usaha jasa penunjang seperti katering atau kuliner, laundry, dan lain-lain.
Selain itu, dengan beroperasinya infrastruktur hilir ini diharapkan juga memberikan dampak pada penurunan harga jual elpiji khususnya non subsidi di masyarakat.
Sebagai informasi, harga jual elpiji di wilayah NTT yakni Timor, Flores dan Sumba untuk elpiji 12 kilogram dan Bright Gas 12 kg berada di kisaran Rp195.000-Rp225.000 per tabung sementara Bright Gas 5,5 kg sekitar Rp110.000-Rp135.000 per tabung.
Diharapkan dengan beroperasinya terminal elpiji Kupang dan dengan pembangunan SPPBE ke depannya, maka harga akan turun menjadi sekitar Rp155.000-Rp170.000 per tabung untuk elpiji 12 kg dan Bright Gas 12 kg, serta Rp72.000-Rp85.000 per tabung untuk Bright Gas 5,5 kg.
“Penurunan terjadi karena sebelumnya para agen elpiji non subsidi di NTT melakukan pengisian di Surabaya. Namun setelah Terminal Elpiji Kupang beroperasi dan adanya rencana pembangunan SPPBE maka rantai supply menjadi lebih pendek, dan harga menjadi lebih kompetitif. Harga jual diperkirakan akan sama dengan wilayah NTB,” ujar Gandhi.
Pembangunan Terminal Elpiji khususnya di NTT dilakukan oleh BUMN konstruksi yaitu PT Barata yang terbukti kompetitif setelah melalui proses seleksi sebelumnya.
Anggota Komisi VII DPR Fery Kase mendukung peningkatkan infrastruktur energi khususnya di NTT. Pembangunan terminal elpiji ini akan mendorong masyarakat lebih efisien dibandingkan menggunakan minyak tanah.
“Dampak pembangunan ini akan dirasakan semua masyarakat. Multiplier effect-nya perekonomian daerah akan tumbuh karena gas elpiji lebih efisien,” ucapnya.(Nanang Wijayanto)
(nfl)