Penggunaan PLTS Atap Bisa Kurangi Tagihan Listrik
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong agar masyarakat bisa menggunakan energi terbarukan untuk memenuhi listrik sehari-hari. Salah satunya dengan memasang panel surya sebagai sumber pemenuhan listrik dirumah.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen (EBTKE) Kementerian ESDM Harris mengatakan, saat ini telah ada aturan yang memperkenankan rumah, gedung, hingga mal memasang panel surya. Aturan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nomor 49/2018 terkait Penggunaan Sistem Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero).
Dengan aturan tersebut, konsumen PLN bisa melakukan ekspor-impor energi listrik ke PLN. Sehingga, penggunaan listrik dari PLN berkurang yang nantinya bisa mengurangi tagihan listrik. "Mengurangi tagihan listrik PLN dan itu boleh kita titip di jaringan PLN dan itu dipakai," ujar Harris di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2019).
PLTS Atap ini sedang populer dan sedang berkembang pesat, karena implementasinya mudah, sederhana dan kapasitas yang mudah diatur sesuai ketersediaan luasan atap. Dengan memasang PLTS atap secara on grid, maka konsumen dapat menurunkan biaya tagihan listriknya secara signifikan, minimal 30%.
Dijelaskan bahwa dengan mengimplementasikan sistem PLTS Atap ini, selain mengurangi tagihan listrik bulanan, ada juga peran serta nyata dari masyarakat dalam mengembangkan EBT. Yakni turut mendukung pencapaian target EBT 23% di tahun 2025. Melalui implementasi ini, energi surya yang ditargetkan 6,6 Mega Watt (MW) bisa diakselerasi, industri energi surya juga dapat terpacu, target penurunan gas rumah kaca dapat dicapai, serta tentu terdapat peningkatan lapangan kerja.
Selain itu, tuturnya Kementerian ESDM juga menargetkan penggunaan energi terbarukan bisa sampai 23%. Maka dari itu, untuk mencapai target itu pemerintah yang bekerja sama swasta akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan penetrasi 6.500 megawatt hingga 2025.
"Ini bisa kita bandingkan dengan saat ini ada, PLN dengan swasta yang beroperasi sekarang baru 66 ribu MW. PLTS itu dibangun sampai 2025 itu ada 10%, sangat besar itu, dan itu dipakai dimana saja, itu PLTS dikembangkan oleh IPP swasta," jelasnya.
Sebagai informasi pokok-pokok yang diatur dalam peraturan Menteri No 49 Tahun 2018 ini antara lain: ketentuan umum, penggunaan sistem PLTS atap, perhitungan ekspor dan impor energi listrik dari sistem PLTS atap, pembangunan dan pemasangan sistem PLTS atap, pelaporan, ketentuan lain dan ketentuan peralihan. Dalam aturan ini, kapasitas Sistem PLTS Atap dibatasi paling tinggi 100 persen dari daya tersambung Konsumen PLN, kapasitas tersebut ditentukan dengan kapasitas total inverter.
Untuk energi listrik yang diproduksi PLTS Atap mayoritasnya digunakan sendiri. Untuk kelebihan tenaga listrik nya (excess power) akan diekspor ke PLN dengan faktor pengali 65%, di mana pelanggan bisa menggunakan deposit energi untuk mengurangi tagihan listrik bulan berikutnya. Perhitungan ekspor-impor energi listrik dari Pelanggan PLTS Atap ini mulai berlaku 1 Januari 2019, lalu.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen (EBTKE) Kementerian ESDM Harris mengatakan, saat ini telah ada aturan yang memperkenankan rumah, gedung, hingga mal memasang panel surya. Aturan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nomor 49/2018 terkait Penggunaan Sistem Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero).
Dengan aturan tersebut, konsumen PLN bisa melakukan ekspor-impor energi listrik ke PLN. Sehingga, penggunaan listrik dari PLN berkurang yang nantinya bisa mengurangi tagihan listrik. "Mengurangi tagihan listrik PLN dan itu boleh kita titip di jaringan PLN dan itu dipakai," ujar Harris di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2019).
PLTS Atap ini sedang populer dan sedang berkembang pesat, karena implementasinya mudah, sederhana dan kapasitas yang mudah diatur sesuai ketersediaan luasan atap. Dengan memasang PLTS atap secara on grid, maka konsumen dapat menurunkan biaya tagihan listriknya secara signifikan, minimal 30%.
Dijelaskan bahwa dengan mengimplementasikan sistem PLTS Atap ini, selain mengurangi tagihan listrik bulanan, ada juga peran serta nyata dari masyarakat dalam mengembangkan EBT. Yakni turut mendukung pencapaian target EBT 23% di tahun 2025. Melalui implementasi ini, energi surya yang ditargetkan 6,6 Mega Watt (MW) bisa diakselerasi, industri energi surya juga dapat terpacu, target penurunan gas rumah kaca dapat dicapai, serta tentu terdapat peningkatan lapangan kerja.
Selain itu, tuturnya Kementerian ESDM juga menargetkan penggunaan energi terbarukan bisa sampai 23%. Maka dari itu, untuk mencapai target itu pemerintah yang bekerja sama swasta akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan penetrasi 6.500 megawatt hingga 2025.
"Ini bisa kita bandingkan dengan saat ini ada, PLN dengan swasta yang beroperasi sekarang baru 66 ribu MW. PLTS itu dibangun sampai 2025 itu ada 10%, sangat besar itu, dan itu dipakai dimana saja, itu PLTS dikembangkan oleh IPP swasta," jelasnya.
Sebagai informasi pokok-pokok yang diatur dalam peraturan Menteri No 49 Tahun 2018 ini antara lain: ketentuan umum, penggunaan sistem PLTS atap, perhitungan ekspor dan impor energi listrik dari sistem PLTS atap, pembangunan dan pemasangan sistem PLTS atap, pelaporan, ketentuan lain dan ketentuan peralihan. Dalam aturan ini, kapasitas Sistem PLTS Atap dibatasi paling tinggi 100 persen dari daya tersambung Konsumen PLN, kapasitas tersebut ditentukan dengan kapasitas total inverter.
Untuk energi listrik yang diproduksi PLTS Atap mayoritasnya digunakan sendiri. Untuk kelebihan tenaga listrik nya (excess power) akan diekspor ke PLN dengan faktor pengali 65%, di mana pelanggan bisa menggunakan deposit energi untuk mengurangi tagihan listrik bulan berikutnya. Perhitungan ekspor-impor energi listrik dari Pelanggan PLTS Atap ini mulai berlaku 1 Januari 2019, lalu.
(akr)