PLN Susun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
A
A
A
JAKARTA - PT PLN (Persero) saat ini tengah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebagai pedoman pengembangan sistem tenaga listrik di wilayah usaha perseroan dalam sepuluh tahun, mendatang. RUPTL disusun tidak hanya berdasarkan untuk memenuhi kebutuhan listrik sepuluh tahun yang akan datang di.wilayah usaha PLN, tetapi juga mempertimbangkan jenis energi primer yang akan digunakan seperti Energi Baru dan Terbarukan, Gas, Batubara dan Minyak.
Selain itu juga mempertimbangkan dana yang akan dibutuhkan agar lebih ekonomis guna menghasilkan daya listrik yang cukup, handal dan energi primer dimanfaatkan dan dipilih tersedia secara kontinyu, berorientasi pada pengelolaan lingkungan hidup yang bersih. Hingga akhirnya dapat terhindar dari ketidakefisienan perusahaan sejak tahap perencanaan.
"Proyeksi kebutuhan tenaga listrik dapat dihitung melalui dua jenis pendekatan, yaitu melalui pertumbuhan penduduk yang fokusnya pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, dan melalui pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB)," jelas Vice President (VP) Public Relation PLN, Dwi Suryo Abdullah di Jakarta, Sabtu (27/4/2019).
Sambung dia menambahkan, kebijakan ketenagalistrikan merujuk pada beberapa aspek, yaitu tentang ekonomi makro, rasio elektrifikasi, pertumbuhan penduduk, dan focus group discussion (FGD) dengan Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah Provinsi dan badan usaha, serta Dewan Energi Nasional (DEN). Mengenai ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi mengacu kepada APBN, sedangkan tahun Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) mengacu kepada visi ekonomi Indonesia dari Bappenas.
"Pembuatan RUKN merupakan amanat dari Kebijakan Energi Nasional (KEN). Salah satu poin dalam penyusunan RUKN adalah Pemerintah Daerah diminta untuk membuat perencanaan pembangkit listrik sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing. Perencanaan pembangkit listrik berbasis potensi daerah bertujuan untuk memenuhi target ketahanan energi nasional," paparnya.
Sebagai contoh, Ia menerangkan jika di suatu daerah memiliki tambang batubara, maka bisa dibuat mine-mouth coal-fired power plant atau pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang, begitu pula jika terdapat geothermal, maka sebaiknya membangun pembangkit berbasis panas bumi.
“Kalau misalnya kecepatan anginnya tinggi, seperti di Kabupaten Sidrap dan Jeneponto di Sulawesi Selatan, serta Kabupaten Tanah Laut di Kalimantan Selatan didorong untuk membuat pembangkit listrik tenaga angin,” jelas Dwi.
Bila hal ini diakomodir, menurutnya akan berimplikasi mengurangi ketergantungan terhadap impor energi. Sehingga proses penyusunan RUPTL tidak hanya usulan PLN, namun telah dikonsultasikan ke publik disaat penyusunannya, mengingat penyusunan RUPTL melalui tahapan yang sangat panjang mulai tingkat daerah yang tertuang dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD).
Selanjutnya menjadi dasar dalam penyusunan RUKN dengan mempertimbangkan masukan dari Dewan Energi Nasional dan visi ekonomi Indonesia 5 hingga 10 tahun mendatang.
Selain itu juga mempertimbangkan dana yang akan dibutuhkan agar lebih ekonomis guna menghasilkan daya listrik yang cukup, handal dan energi primer dimanfaatkan dan dipilih tersedia secara kontinyu, berorientasi pada pengelolaan lingkungan hidup yang bersih. Hingga akhirnya dapat terhindar dari ketidakefisienan perusahaan sejak tahap perencanaan.
"Proyeksi kebutuhan tenaga listrik dapat dihitung melalui dua jenis pendekatan, yaitu melalui pertumbuhan penduduk yang fokusnya pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, dan melalui pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB)," jelas Vice President (VP) Public Relation PLN, Dwi Suryo Abdullah di Jakarta, Sabtu (27/4/2019).
Sambung dia menambahkan, kebijakan ketenagalistrikan merujuk pada beberapa aspek, yaitu tentang ekonomi makro, rasio elektrifikasi, pertumbuhan penduduk, dan focus group discussion (FGD) dengan Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah Provinsi dan badan usaha, serta Dewan Energi Nasional (DEN). Mengenai ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi mengacu kepada APBN, sedangkan tahun Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) mengacu kepada visi ekonomi Indonesia dari Bappenas.
"Pembuatan RUKN merupakan amanat dari Kebijakan Energi Nasional (KEN). Salah satu poin dalam penyusunan RUKN adalah Pemerintah Daerah diminta untuk membuat perencanaan pembangkit listrik sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing. Perencanaan pembangkit listrik berbasis potensi daerah bertujuan untuk memenuhi target ketahanan energi nasional," paparnya.
Sebagai contoh, Ia menerangkan jika di suatu daerah memiliki tambang batubara, maka bisa dibuat mine-mouth coal-fired power plant atau pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang, begitu pula jika terdapat geothermal, maka sebaiknya membangun pembangkit berbasis panas bumi.
“Kalau misalnya kecepatan anginnya tinggi, seperti di Kabupaten Sidrap dan Jeneponto di Sulawesi Selatan, serta Kabupaten Tanah Laut di Kalimantan Selatan didorong untuk membuat pembangkit listrik tenaga angin,” jelas Dwi.
Bila hal ini diakomodir, menurutnya akan berimplikasi mengurangi ketergantungan terhadap impor energi. Sehingga proses penyusunan RUPTL tidak hanya usulan PLN, namun telah dikonsultasikan ke publik disaat penyusunannya, mengingat penyusunan RUPTL melalui tahapan yang sangat panjang mulai tingkat daerah yang tertuang dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD).
Selanjutnya menjadi dasar dalam penyusunan RUKN dengan mempertimbangkan masukan dari Dewan Energi Nasional dan visi ekonomi Indonesia 5 hingga 10 tahun mendatang.
(akr)