Proyek Belt and Road, China-UEA Teken Kesepakatan Rp48 Triliun

Senin, 29 April 2019 - 18:16 WIB
Proyek Belt and Road, China-UEA Teken Kesepakatan Rp48 Triliun
Proyek Belt and Road, China-UEA Teken Kesepakatan Rp48 Triliun
A A A
BEIJING - Republik Rakyat China memperluas hubungan perdagangan dan investasi ke Timur Tengah, dengan menandatangani kesepakatan baru senilai USD3,4 miliar. Jika dikonversi ke rupiah, nilai tersebut setara Rp48,27 triliun (kurs Rp14.198 per USD).

Kesepakatan di atas sebagai bagian dari Belt and Road Initiative alias Jalur Sutera Modern. Kesepakatan tersebut mencakup pembangunan proyek infrastruktur besar-besaran seperti pembangunan jalan, kereta api, dan jalur pelayaran antara China dan lebih dari 60 negara di Asia, Timur Tengah, Eropa, Afrika Timur, dan Afrika Utara. Perjanjian baru ini diperkirakan bakal meningkatkan perdagangan bilateral dari semula USD53 miliar menjadi USD70 miliar di tahun depan.

Melansir dari CNBC, Senin (29/4/2019), Wakil Presiden sekaligus Perdana Menteri Uni Emirat Arab, Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, yang hadir dalam KTT Belt and Road Initiative di Beijing, mengatakan bajwa China adalah mitra dagang terbesar kedua bagi UEA.

Dalam kesepakatan antara Sheikh Mohammed bin Rashid dengan Presiden China Xi Jinping, keduanya setuju menjadikan UEA sebagai pintu gerbang utama ekspor China ke Timur Tengah.

Dengan kesepakatan baru ini, kedua negara siap mengadakan sejumlah investasi baru, diantaranya pengembangan stasiun seluas 60 juta kaki persegi untuk World Trade Expo 2020 di Dubai, Uni Emirat Arab.

"China akan menginvestasikan dana USD2,4 miliar dalam membangun stasiun untuk menyimpan dan mengirimkan produk-produk China dari Jebel Ali ke seluruh dunia," kata Sheikh Mohammed yang juga penguasa Dubai.

Ia pun menambahkan UEA akan menjadi pemain kunci dalam proyek Belt and Road Initiative, dimana Uni Emirat Arab akan menghubungkan China melalui darat dan laut dengan pasar di Asia dan Eropa. Barat menilai kesepakatan ini akan memperluas pengaruh ekonomi dan geopolitik China di Timur Tengah, meski Beijing menolak kritik tersebut.

Presiden World Economic Forum, Børge Brende, juga membela soal kesepakatan ini. "Saat ini kita hidup di dunia yang sudah berbeda dengan puluhan tahun lalu. Saat ini adalah dunia multipolar dan multi konseptual. Kita tidak lagi hanya menggunakan cara Amerika Serikat dan Eropa Barat dalam menjalankan berbagai hal. Dan yang penting, kita dapat menemukan titik temu dan kolaborasi dalam masalah ini bukan sekadar bersaing satu sama lain," ujarnya.

Sementara itu, Sheik Mohammed menambahkan, UEA akan menjadi "stasiun vital" di sepanjang Jalur Sutera Modern. Bahkan ia telah mengumumkan rencana membuat proyek "Keranjang Sayuran" senilai USD1 miliar yang akan mengimpor, memproses, mengepak, dan mengekspor produk pertanian, kelautan, dan ternak melalui Jalur Sutera Modern. Proyek ini mendapat dukungan dari Dana Investasi China-Arab.

"Kolaborasi China dan Arab akan memberikan kontribusi positif bagi proyek Belt and Road Initiative, mengingat lokasi strategis kawasan Arab yang menghubungkan Timur dengan Barat," tulis Sheikh Mohammed di akun media sosialnya.

Selain itu, UEA juga mengadakan kerjasama dengan World Economic Forum untuk meluncurkan Pusat Revolusi Industri 4.0 di Emirates, ini menjadi yang pertama di Timur Tengah dan kelima secara global. Apalagi istilah Revolusi Industri 4.0 pertama kalu diperkenalkan oleh pendiri World Economic Forum, Klaus Schwab.

Kolaborasi UEA dan World Economic Forum bertujuan mengembangkan mekanisme dan aplikasi penggunaan industri generasi keempat di UEA. "Revolusi industri keempat akan membentuk peradaban baru. Negara-negara yang menguasai teknologi mutakhir akan keluar sebagai pemenang di abad ini, dan menjadi negara yang maju. Saya tidak terkejut jika UEA ingin menuju ke sana," tandas Brende.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6595 seconds (0.1#10.140)