BI Paparkan Bikin Pembiayaan Infrastruktur Adil dan Berkelanjutan
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menekankan tiga upaya penting yang ditempuh Indonesia terkait pembiayaan infrastruktur agar dapat dilakukan secara adil dan berkelanjutan. Ketiga upaya tersebut disampaikan dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Forum Paris, awal Mei 2019 lalu.
Salah satu yang dilakukan Indonesia yakni secara konsisten terus melakukan reformasi struktural, baik reformasi kelembagaan, reformasi fiskal, maupun reformasi pengaturan, disamping juga terus mengedepankan kebijakan pengelolaan makroekonomi yang berhati-hati. "Ini sangat penting bagi pembangunan infrastruktur," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (8/5/2019).
Sambung dia menambahkan, penguatan koordinasi antar otoritas untuk mendorong peningkatan pembiayaan infrastruktur oleh sektor swasta. "Berbagai pembiayaan inovatif telah dikembangkan dan berkontribusi pada pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia, termasuk PPP, projects bonds, infrasctructure funds, asset and earning backed securities, dan blended finance," jelasnya.
Lalu upaya terkahir, lanjut dia menerangkan yakni akselerasi pengembangan infrastruktur yang memperhatikan dampak sosial dan lingkungan (social and environmental infrastructure) untuk mendukung pencapaian agenda SDG 2030.
"Setelah sukses meluncurkan roadmapSDG Indonesia One Blended Finance pada Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali, Indonesia menerbitkan Green Sukuk yang pertama pada awal tahun ini. Hal ini merupakan perwujudan nyata dari komitmen terhadap pengembangan social and environmental infrastructure di Indonesia," jelasnya.
Sebagai informasi, Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan negara maju dan berkembang yang hadir sepakat untuk memperkuat pembiayaan berkelanjutan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kesepakatan tersebut ditujukan untuk menjawab tantangan financing gap pembiayaan infrastruktur, terutama terkait upaya mengatasi tingkat kerentanan hutang (debt vulnerability) sekaligus menjaga keberlangsungan hutang (debt sustainability) ditengah tingginya kebutuhan pembangunan ekonomi termasuk pembangunan infrastruktur yang saat ini tengah digalakkan.
Studi Bank Dunia menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur bagi negara berpendapatan rendah-menengah berkisar antara 2%-8% per tahun untuk mendukung pencapaian agenda Sustainable Development Goals (SDG) 2030.
Pertemuan Tingkat Tinggi Forum Paris, yang merupakan rangkaian dari pertemuan G20 2019 Jepang, dihadiri pula oleh lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF, BIS, OECD, dan ADB. Komunitas lembaga keuangan internasional sepakat untuk menjadikan sektor investasi publik sebagai prioritas utama pembangunan dan memperkuat koordinasi dalam penguatan kapasitas domestik terutama dalam hal persiapan proyek infrastruktur.
Salah satu yang dilakukan Indonesia yakni secara konsisten terus melakukan reformasi struktural, baik reformasi kelembagaan, reformasi fiskal, maupun reformasi pengaturan, disamping juga terus mengedepankan kebijakan pengelolaan makroekonomi yang berhati-hati. "Ini sangat penting bagi pembangunan infrastruktur," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (8/5/2019).
Sambung dia menambahkan, penguatan koordinasi antar otoritas untuk mendorong peningkatan pembiayaan infrastruktur oleh sektor swasta. "Berbagai pembiayaan inovatif telah dikembangkan dan berkontribusi pada pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia, termasuk PPP, projects bonds, infrasctructure funds, asset and earning backed securities, dan blended finance," jelasnya.
Lalu upaya terkahir, lanjut dia menerangkan yakni akselerasi pengembangan infrastruktur yang memperhatikan dampak sosial dan lingkungan (social and environmental infrastructure) untuk mendukung pencapaian agenda SDG 2030.
"Setelah sukses meluncurkan roadmapSDG Indonesia One Blended Finance pada Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali, Indonesia menerbitkan Green Sukuk yang pertama pada awal tahun ini. Hal ini merupakan perwujudan nyata dari komitmen terhadap pengembangan social and environmental infrastructure di Indonesia," jelasnya.
Sebagai informasi, Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan negara maju dan berkembang yang hadir sepakat untuk memperkuat pembiayaan berkelanjutan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kesepakatan tersebut ditujukan untuk menjawab tantangan financing gap pembiayaan infrastruktur, terutama terkait upaya mengatasi tingkat kerentanan hutang (debt vulnerability) sekaligus menjaga keberlangsungan hutang (debt sustainability) ditengah tingginya kebutuhan pembangunan ekonomi termasuk pembangunan infrastruktur yang saat ini tengah digalakkan.
Studi Bank Dunia menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur bagi negara berpendapatan rendah-menengah berkisar antara 2%-8% per tahun untuk mendukung pencapaian agenda Sustainable Development Goals (SDG) 2030.
Pertemuan Tingkat Tinggi Forum Paris, yang merupakan rangkaian dari pertemuan G20 2019 Jepang, dihadiri pula oleh lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF, BIS, OECD, dan ADB. Komunitas lembaga keuangan internasional sepakat untuk menjadikan sektor investasi publik sebagai prioritas utama pembangunan dan memperkuat koordinasi dalam penguatan kapasitas domestik terutama dalam hal persiapan proyek infrastruktur.
(akr)