Ini Penjelasan Direktur Mahata Soal Kerja Sama Bisnis dengan Garuda
A
A
A
JAKARTA - Nama Mahata Aero Teknologi belakangan cukup santer dibicarakan. Betapa tidak, perusahaan yang baru didirikan 3 November 2017 dengan modal tidak lebih dari Rp10 miliar ini, begitu percaya diri meneken kerja sama dengan maskapai nasional, Garuda Indonesia.
Tak hanya itu, dengan menandatangani kerja sama dengan Garuda, Mahata mencatatkan utang dalam jumlah cukup fantastis, sebesar USD239 juta (sekitar Rp3,3 triliun) kepada Garuda. Oleh Garuda, utang itu dicatatkan dalam Laporan Keuangan 2018 pada kolom pendapatan yang belakangan juga jadi pembicaraan.
Untuk menghapus keraguan yang timbul, Direktur Mahata Aero Teknologi Thomas Widodo pun angkat bicara. Melalui keterangan tertulisnya, Thomas menegaskan bahwa kepercayaan diri Mahata bukan semata atas hitung-hitungan di atas kertas semata, tapi juga karena di belakang Mahata, ada sejumlah mother vessel yang siap mem-back up.
Salah satunya, kata Thomas, berasal dari Uni Emirat Arab yang siap mengucurkan dana sebesar USD21 juta (sekitar Rp294 miliar) pada tahun pertama. Dana itu akan dialokasikan untuk pengadaan infrastruktur digital di 10 pesawat Citilink.
"Kita harus meyakinkan publik bahwa ini bisnis yang make sense dengan cara kita harus membuktikannya, karena di belakang kami ada beberapa investor besar, tapi kita enggak bisa sebutkan. Seberapa yakin kita bisa make money? Cuma satu cara, prove it! Kita percaya ini bisa, walaupun kendalanya banyak," papar Thomas Widodo.
Thomas menyatakan, Mahata berani mengambil peluang itu dengan konsekuensi utang sebesar USD239 juta kepada Garuda dalam periode 15 tahun ke depan, karena dalam hitung-hitungan konservatif Mahata, model bisnis ini dalam periode itu akan menghasilkan pendapatan tidak kurang dari USD1,5 miliar.
"Dari perhitungan konservatif, kami sebetulnya cukup pede dengan angka yang di Laporan Keuangan Garuda (2018), dengan konsep-konsep yang sudah kita perhitungkan, tentu saja. Secara pembukuan accounting juga sudah diperkenankan," tambahnya.
Di era digital, kata dia, kelancaran komunikasi adalah sebuah kebutuhan, termasuk dalam penerbangan pesawat. "Saat ini komunikasi itu tidak ada, kecuali harus membayar mahal. Selama ini, Garuda mencoba meng-entertain penumpang dengan menyediakan interconectivity, entertainment system dalam penerbangan, tapi Garuda harus keluar uang untuk memasang infrastruktur di pesawat, membayar ke provider koneksi internet, dan membeli konten tayangan," jelasnya.
Melalui kerja sama dengan Mahata, semua biaya investasi yang harusnya dikeluarkan ke Garuda diambilalih Mahata, bahkan menghasilkan pendapatan baru bagi Garuda
"Dari situ kita melihat satu peluang, dan ini sesuatu yang belum digarap. Inilah kenapa ide itu muncul. Ketika ide itu dikemukakan, orang-orang dari kalangan tradisional advertiser, entertainment, movie, kita dibilang gila. Sama seperti Go-Jek pertama kali diluncurkan, itu mengubah tatanan apa yang lazimnya terjadi. Jadi ini soal cara pandang, approach. Bahkan beberapa perusahaan di luar negeri kagum dengan konsep ini, mereka ingin bergabung dengan Mahata," kata Thomas.
Di Eropa, lanjut dia, model bisnis ini sudah diterapkan dalam kerja sama antara IMMFLY dengan beberapa maskapai penerbangan Eropa. Begitu juga di Amerika Serikat, dilakukan oleh Hulu (anak perusahaan Amazon) dengan maskapai Jetblue.
Kini Mahata juga sudah bekerja sama dengan perusahaan penyedia konektivitas internet berbasis satelit, Inmarsat. Sedangkan untuk pemasangan infrastruktur dan pengoperasian integrated digital system di pesawat, Mahata menggandeng Lufthansa Technology dan Lufthansa System.
"Kami telah melakukan pemasangan system di sebuah pesawat Citilink pada Desember 2018, dan sudah diujicobakan pada penerbangan joy flight pada 16 Januari lalu, dan sukses," ungkap Thomas.
Di tahun pertama, Mahata menargetkan pemasangan sistem di 10 pesawat Citilink. Sementara untuk seluruh pesawat Garuda, Citilink, dan Sriwijaya, secara teknis akan rampung pada tahun 2020.
Namun, imbuh dia, hal itu disesuaikan dengan service buletin yang dikeluarkan oleh pabrikan pesawat (Boeing dan Airbus). Langkah itu dilakukan supaya tidak mengganggu jadwal penerbangan tiap pesawat di Garuda Group. Pemasangan infrastruktur koneksi internet dan penunjangnya di pesawat akan dilakukan saat pesawat menjalani maintenance. Dengan demikian, kita akan disiplin dalam waktu pemasangan yang sudah di targetkan.
Mengenai pemasang iklan di inflight digital services dalam penerbangan pesawat-pesawat Garuda Group, Staf Marketing Mahata Group Rosinsko mengatakan bahwa hingga kini sudah ada beberapa perusahaan yang sudah menyatakan minatnya untuk beriklan. Dalam hal ini, Garuda masih memiliki peluang untuk meraih pendapatan tambahan melalui sharing revenue. "Kami optimistis, model bisnis ini akan menguntungkan dan menjadi tren dalam industri penerbangan di masa depan," ujarnya.
Jadi, sambung Thomas, melalui kerja sama antara Mahata dengan Garuda, ada tiga poin yang bisa dicatat. Pertama, Mahata mengambilalih biaya dari Garuda. Kedua, Garuda mendapat pendapatan tambahan dari pembayaran dari Mahata. Ketiga, dari segi konsep penerbangan ber-Wifi yang sudah semakin umum, hal ini akan meningkatkan load factor penerbangan Garuda.
"Dengan melihat kecanggihan teknologi serta prospek bisnis dari kerja sama Mahata dengan Garuda, kita harus sama-sama optimis bahwa bisnis ini akan menjadikan Garuda Indonesia Group memiliki daya tawar yang lebih kuat dibanding maskapai lain," pungkas Thomas.
Tak hanya itu, dengan menandatangani kerja sama dengan Garuda, Mahata mencatatkan utang dalam jumlah cukup fantastis, sebesar USD239 juta (sekitar Rp3,3 triliun) kepada Garuda. Oleh Garuda, utang itu dicatatkan dalam Laporan Keuangan 2018 pada kolom pendapatan yang belakangan juga jadi pembicaraan.
Untuk menghapus keraguan yang timbul, Direktur Mahata Aero Teknologi Thomas Widodo pun angkat bicara. Melalui keterangan tertulisnya, Thomas menegaskan bahwa kepercayaan diri Mahata bukan semata atas hitung-hitungan di atas kertas semata, tapi juga karena di belakang Mahata, ada sejumlah mother vessel yang siap mem-back up.
Salah satunya, kata Thomas, berasal dari Uni Emirat Arab yang siap mengucurkan dana sebesar USD21 juta (sekitar Rp294 miliar) pada tahun pertama. Dana itu akan dialokasikan untuk pengadaan infrastruktur digital di 10 pesawat Citilink.
"Kita harus meyakinkan publik bahwa ini bisnis yang make sense dengan cara kita harus membuktikannya, karena di belakang kami ada beberapa investor besar, tapi kita enggak bisa sebutkan. Seberapa yakin kita bisa make money? Cuma satu cara, prove it! Kita percaya ini bisa, walaupun kendalanya banyak," papar Thomas Widodo.
Thomas menyatakan, Mahata berani mengambil peluang itu dengan konsekuensi utang sebesar USD239 juta kepada Garuda dalam periode 15 tahun ke depan, karena dalam hitung-hitungan konservatif Mahata, model bisnis ini dalam periode itu akan menghasilkan pendapatan tidak kurang dari USD1,5 miliar.
"Dari perhitungan konservatif, kami sebetulnya cukup pede dengan angka yang di Laporan Keuangan Garuda (2018), dengan konsep-konsep yang sudah kita perhitungkan, tentu saja. Secara pembukuan accounting juga sudah diperkenankan," tambahnya.
Di era digital, kata dia, kelancaran komunikasi adalah sebuah kebutuhan, termasuk dalam penerbangan pesawat. "Saat ini komunikasi itu tidak ada, kecuali harus membayar mahal. Selama ini, Garuda mencoba meng-entertain penumpang dengan menyediakan interconectivity, entertainment system dalam penerbangan, tapi Garuda harus keluar uang untuk memasang infrastruktur di pesawat, membayar ke provider koneksi internet, dan membeli konten tayangan," jelasnya.
Melalui kerja sama dengan Mahata, semua biaya investasi yang harusnya dikeluarkan ke Garuda diambilalih Mahata, bahkan menghasilkan pendapatan baru bagi Garuda
"Dari situ kita melihat satu peluang, dan ini sesuatu yang belum digarap. Inilah kenapa ide itu muncul. Ketika ide itu dikemukakan, orang-orang dari kalangan tradisional advertiser, entertainment, movie, kita dibilang gila. Sama seperti Go-Jek pertama kali diluncurkan, itu mengubah tatanan apa yang lazimnya terjadi. Jadi ini soal cara pandang, approach. Bahkan beberapa perusahaan di luar negeri kagum dengan konsep ini, mereka ingin bergabung dengan Mahata," kata Thomas.
Di Eropa, lanjut dia, model bisnis ini sudah diterapkan dalam kerja sama antara IMMFLY dengan beberapa maskapai penerbangan Eropa. Begitu juga di Amerika Serikat, dilakukan oleh Hulu (anak perusahaan Amazon) dengan maskapai Jetblue.
Kini Mahata juga sudah bekerja sama dengan perusahaan penyedia konektivitas internet berbasis satelit, Inmarsat. Sedangkan untuk pemasangan infrastruktur dan pengoperasian integrated digital system di pesawat, Mahata menggandeng Lufthansa Technology dan Lufthansa System.
"Kami telah melakukan pemasangan system di sebuah pesawat Citilink pada Desember 2018, dan sudah diujicobakan pada penerbangan joy flight pada 16 Januari lalu, dan sukses," ungkap Thomas.
Di tahun pertama, Mahata menargetkan pemasangan sistem di 10 pesawat Citilink. Sementara untuk seluruh pesawat Garuda, Citilink, dan Sriwijaya, secara teknis akan rampung pada tahun 2020.
Namun, imbuh dia, hal itu disesuaikan dengan service buletin yang dikeluarkan oleh pabrikan pesawat (Boeing dan Airbus). Langkah itu dilakukan supaya tidak mengganggu jadwal penerbangan tiap pesawat di Garuda Group. Pemasangan infrastruktur koneksi internet dan penunjangnya di pesawat akan dilakukan saat pesawat menjalani maintenance. Dengan demikian, kita akan disiplin dalam waktu pemasangan yang sudah di targetkan.
Mengenai pemasang iklan di inflight digital services dalam penerbangan pesawat-pesawat Garuda Group, Staf Marketing Mahata Group Rosinsko mengatakan bahwa hingga kini sudah ada beberapa perusahaan yang sudah menyatakan minatnya untuk beriklan. Dalam hal ini, Garuda masih memiliki peluang untuk meraih pendapatan tambahan melalui sharing revenue. "Kami optimistis, model bisnis ini akan menguntungkan dan menjadi tren dalam industri penerbangan di masa depan," ujarnya.
Jadi, sambung Thomas, melalui kerja sama antara Mahata dengan Garuda, ada tiga poin yang bisa dicatat. Pertama, Mahata mengambilalih biaya dari Garuda. Kedua, Garuda mendapat pendapatan tambahan dari pembayaran dari Mahata. Ketiga, dari segi konsep penerbangan ber-Wifi yang sudah semakin umum, hal ini akan meningkatkan load factor penerbangan Garuda.
"Dengan melihat kecanggihan teknologi serta prospek bisnis dari kerja sama Mahata dengan Garuda, kita harus sama-sama optimis bahwa bisnis ini akan menjadikan Garuda Indonesia Group memiliki daya tawar yang lebih kuat dibanding maskapai lain," pungkas Thomas.
(fjo)