Kemenkeu Dukung Penerapan Standar Akuntansi Keuangan Pada 1 Januari 2020
A
A
A
JAKARTA - Ketentuan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) soal penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau PSAK baru (PSAK 71, 72, dan 73) akan berlaku efektif pada 1 Januari 2020 mendatang. Ketiga PSAK tersebut mewajibkan seluruh perusahaan di Indonesia menerapkan standar dalam pemenuhan laporan keuangannya.
Adapun ketiga standar ini diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan mengadopsi International Financial Reporting Standards (IFRS 9, 15 dan 16) yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Board (IASB).
PSAK ini sempat disebut sebagai tsunami akuntansi karena banyaknya perubahan dalam sistem pelaporan. Perusahaan-perusahaan khususnya emiten harus bersiap untuk implementasi PSAK ini, karena implementasi ini akan berdampak pada kualitas laporan keuangan.
Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, mengatakan implementasi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) ini sebetulnya merupakan hasil dari adopsi Standar Pelaporan Keuangan Internasional. Di mana dalam hal ini ada tiga bidang atau entitas yang langsung terkait dengan implementasi SAK.
"Pengadopsian IFRS ke dalam PSAK ini merupakan bentuk compliance, sehingga diharapkan ada tiga entitas langsung terkait implementasi SAK, yaitu manajemen, auditor, dan stakeholders," ujar Mardiasmo di Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Sebelumnya, Kementerian Keuangan sudah mengusulkan RUU laporan keuangan kepada DPR sejak lama tapi masih belum terwujud hingga saat ini.
"Diperlukan RUU karena dibutuhkan sertifikasi untuk preparers (penyaji) dan auditor agar apa yang disampaikan dan disajikan memenuhi aturan, prinsip, sistem, standar yang seharusnya berlaku," imbuhnya.
Tanggung jawab kualitas laporan terletak pada tangan manajemen. Diharapkan pihak penyaji betul-betul mampu menyerap implementasi PSAK. Di Kemenkeu sendiri terdapat P2PK yang merupakan pusat pembinaan profesi keuangan agar didikannya mumpuni dan bisa menginterpretasikan dengan tepat.
"Harus ada kompetensi, independensi, integritas, dan assurance dalam laporan keuangan sesuai PSAK. Kalau belum memahami SAK, bagaimana bisa mereka mengaudit?" tandas Mardiasmo.
Mardiasmo melanjutkan, ketentuan-ketentuan perpajakan dan SAK harus ada rekonsiliasinya. UU Perpajakan harus dievaluasi lagi.
Menurutnya, masyarakat sebagai pihak pembayar pajak juga jangan sampai salah membaca dan menginterpretasi. Esensi dari implementasi PSAK baru ini adalah kepastian dunia usaha dan adanya antisipasi dan mitigasi risiko oleh semua pihak yang terlibat. Diharapkan agar pemerintah, otoritas, dan masyarakat luas yang menggerakkan sektor riil Indonesia bisa bergerak bersama.
Adapun ketiga standar ini diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan mengadopsi International Financial Reporting Standards (IFRS 9, 15 dan 16) yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Board (IASB).
PSAK ini sempat disebut sebagai tsunami akuntansi karena banyaknya perubahan dalam sistem pelaporan. Perusahaan-perusahaan khususnya emiten harus bersiap untuk implementasi PSAK ini, karena implementasi ini akan berdampak pada kualitas laporan keuangan.
Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, mengatakan implementasi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) ini sebetulnya merupakan hasil dari adopsi Standar Pelaporan Keuangan Internasional. Di mana dalam hal ini ada tiga bidang atau entitas yang langsung terkait dengan implementasi SAK.
"Pengadopsian IFRS ke dalam PSAK ini merupakan bentuk compliance, sehingga diharapkan ada tiga entitas langsung terkait implementasi SAK, yaitu manajemen, auditor, dan stakeholders," ujar Mardiasmo di Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Sebelumnya, Kementerian Keuangan sudah mengusulkan RUU laporan keuangan kepada DPR sejak lama tapi masih belum terwujud hingga saat ini.
"Diperlukan RUU karena dibutuhkan sertifikasi untuk preparers (penyaji) dan auditor agar apa yang disampaikan dan disajikan memenuhi aturan, prinsip, sistem, standar yang seharusnya berlaku," imbuhnya.
Tanggung jawab kualitas laporan terletak pada tangan manajemen. Diharapkan pihak penyaji betul-betul mampu menyerap implementasi PSAK. Di Kemenkeu sendiri terdapat P2PK yang merupakan pusat pembinaan profesi keuangan agar didikannya mumpuni dan bisa menginterpretasikan dengan tepat.
"Harus ada kompetensi, independensi, integritas, dan assurance dalam laporan keuangan sesuai PSAK. Kalau belum memahami SAK, bagaimana bisa mereka mengaudit?" tandas Mardiasmo.
Mardiasmo melanjutkan, ketentuan-ketentuan perpajakan dan SAK harus ada rekonsiliasinya. UU Perpajakan harus dievaluasi lagi.
Menurutnya, masyarakat sebagai pihak pembayar pajak juga jangan sampai salah membaca dan menginterpretasi. Esensi dari implementasi PSAK baru ini adalah kepastian dunia usaha dan adanya antisipasi dan mitigasi risiko oleh semua pihak yang terlibat. Diharapkan agar pemerintah, otoritas, dan masyarakat luas yang menggerakkan sektor riil Indonesia bisa bergerak bersama.
(ven)