Saatnya Kembali ke Transportasi Publik
A
A
A
JAKARTA - Infrastruktur yang menjadi penunjang utama terciptanya transportasi publik yang baru telah mendapatkan hati di masyarakat.
Kehadiran transportasi umum seperti MRT, feeder bus antarwilayah, peremajaan bus TransJakarta, angkutan JakLingko, hingga kenyamanan Commuter Line, serta menyusul LRT perlahan mengubah persepsi masyarakat tentang transportasi umum di Jabodetabek.
Transportasi umum kini jauh lebih baik dari tahun ke tahun, terutama sisi keamanan, kenyamanan, tarif yang murah, hingga terintegrasi dengan banyak kawasan strategis. Tujuan pemerintah untuk mengurangi pemakaian kendaraan pribadi perlahan terwujud.
Khususnya di Ibu Kota, transportasi umum Moda Raya Terpadu (MRT) yang baru dua bulan ini diluncurkan disambut antusias masyarakat. Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Masdes Arouffy mengatakan, sejak diluncurkan secara resmi jumlah penumpang MRT berjumlah 70.000-80.000 setiap harinya.
Sebelumnya banyak pihak yang khawatir MRT tidak maksimal berfungsi karena koridor MRT berhimpitan dengan TransJakarta. Misalnya Rute Lebak Bulus-Blok M yang juga terdapat jalur TransJakarta.
Namun, hasil di lapangan menunjukkan kondisi penumpang MRT tidak memengaruhi penumpang TransJakarta. Jumlah penumpang TransJakarta masih stabil, bahkan beberapa waktu meningkat. Setiap hari nya jumlah penumpang TransJakarta 700.000 orang, pernah juga mencapai angka 800.000 orang.
“MRT sangat menarik pengguna baru bukan cuma pindahan dari Trans Jakarta seperti kekhawatiran selama ini. Bahkan penumpang TransJakarta pun tidak mengalami penurunan pascaoperasional MRT,” tutur Masdes.
Tingginya minat masyarakat pengguna MRT, menurut Masdes, dapat terlihat jelas melalui fasilitas parkiran yang disediakan di sekitar stasiun MRT di Lebak Bulus. Hampir setiap hari area parkir dipadati kendaraan pribadi berupa mobil dan motor.
Ratusan kendaraan di area parkir tersebut sebelumnya mung kin masuk ke wilayah Jakarta. Namun, setelah kehadiran MRT para pengendara lebih memilih memarkir kan mobil atau motor mereka di Stasiun MRT Lebak Bulus dan melanjutkan perjalanan menggunakan MRT hingga tempat beraktivitas di sekitar Jakarta.
“Dari rumah masih menggunakan mobil, namun kini hanya sampai Lebak Bulus dan melanjutkan perjalanan dengan MRT yang cepat dan nyaman. Tentu ini sebuah kemajuan,” ujar Masdes.
Kedepan setiap hari para pekerja di Ibu Kota yang tinggal di sekitar pinggiran Jakarta diharapkan tak lagi keluar rumah dengan kendaraan pribadi, namun menggunakan feeder bus yang disiapkan dekat dengan kediaman mereka.
Jalanan pada pagi dan sore hari tidak macet seperti hari-hari sebelumnya. Sebelum kehadiran MRT, masyarakat yang memiliki lokasi kantor dan sekolah di Jakarta dan tinggal di sekitar Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang sudah lebih dahulu memanfaatkan moda transportasi massal yakni Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line.
Vice President Corporate Communication Commuter Line Anne Purba mengatakan, pada 2018 penumpang Commuter Line melebih target hingga 335.610.004 orang. “Kini Commuter Line terdapat 938 perjalanan setiap hari sehingga dapat melayani lebih dari 1 juta penumpang per harinya,” ungkap Anne.
Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan bahwa angkutan umum ialah ke wajiban kepala daerah. Bagai mana mereka dapat memikirkan warganya nyaman untuk beraktivitas juga tidak membebani.
“Alasan masyarakat tidak mau menggunakan angkutan umum malah kendaraan pribadi atau ojek online karena angkutan umum masih buruk. Kalau di daerah lebih parah, di Jabodetabek masih banyak yang mampu naik ojek online.
Kalau di daerah, tidak semua mampu sehingga mere ka harus menerima segala kon disi transportasi umum di daerahnya,” jelas Djoko. Dia juga menyayangkan masih banyak kepala daerah yang tidak peduli, bahkan ada yang menolak bus dari pusat dengan mengabaikan begitu saja hibah bus.
Djoko menyebut kepala daerah tersebut malah cenderung menginginkan warganya menggunakan ojek online dan mengatakan tidak membutuhkan bus. “Padahal, kita tahu bersama jika motor itu bukan alat angkutan umum, tapi angkutan masyarakat atau pribadi,” tuturnya.
Tantangan kini ditunjukkan kepada kepala daerah sejauh mana keinginan pemimpin di daerah untuk membangun transportasi yang baik di wilayahnya. Di Jabodetabek, sejak kehadiran Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), kawasan Tangerang dan Bekasi kini telah memiliki bus Trans-Anggrek.
Namun, Djoko menyayangkan tersendatnya angkutan Trans-Pakuan Bogor yang pernah beroperasi sejak 2006, namun kini sudah tidak beroperasi lagi. Djoko menilai, selain kenyamanan, penumpang menginginkan angkutan umum yang pasti dalam soal ketepatan waktu.
Solusi dari permasalahan ini ialah ada teknologi baru pada sistem angkutan modern kota saat ini yakni GPS Tracking. Angkutan umum yang tergabung dalam JakLingko yang sudah banyak inovasi di dalamnya dapat menggunakan GPS Tracking sehingga memudahkan penumpang untuk mengetahui berapa lama mereka harus menunggu angkutan umum yang dinantinya.
“Teknologi ini sudah digunakan di angkutan pelajar di Denpasar. Angkutan ini mampu memastikan waktu tiba anak-anak untuk dijemput orang tuanya. Semoga nanti di Jakarta dan kota lain bisa terwujud seperti itu,” jelasnya.
Aplikator ojek online GoJek menyambut positif dengan semakin baiknya transportasi umum di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. VP Corporate Affairs GoJek Michael Reza mengatakan, pada prinsipnya GoJek terbuka dengan rencana pemerintah untuk mengintegrasikan sistem transportasi di wilayah Jabodetabek.
“Hal tersebut sejalan dengan fokus kami dalam memastikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan pelanggan dalam bertransportasi,” ucapnya.
Michael juga enggan menyebut persaingan dengan angkutan umum lain seperti TransJakarta, MRT, dan nanti akan ada LRT. “Saya rasa persaingan bukan term yang tepat, lebih tepatnya saling mendukung, dan bahkan saling terintegrasi,” tambahnya. (Ananda Nararya)
Kehadiran transportasi umum seperti MRT, feeder bus antarwilayah, peremajaan bus TransJakarta, angkutan JakLingko, hingga kenyamanan Commuter Line, serta menyusul LRT perlahan mengubah persepsi masyarakat tentang transportasi umum di Jabodetabek.
Transportasi umum kini jauh lebih baik dari tahun ke tahun, terutama sisi keamanan, kenyamanan, tarif yang murah, hingga terintegrasi dengan banyak kawasan strategis. Tujuan pemerintah untuk mengurangi pemakaian kendaraan pribadi perlahan terwujud.
Khususnya di Ibu Kota, transportasi umum Moda Raya Terpadu (MRT) yang baru dua bulan ini diluncurkan disambut antusias masyarakat. Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Masdes Arouffy mengatakan, sejak diluncurkan secara resmi jumlah penumpang MRT berjumlah 70.000-80.000 setiap harinya.
Sebelumnya banyak pihak yang khawatir MRT tidak maksimal berfungsi karena koridor MRT berhimpitan dengan TransJakarta. Misalnya Rute Lebak Bulus-Blok M yang juga terdapat jalur TransJakarta.
Namun, hasil di lapangan menunjukkan kondisi penumpang MRT tidak memengaruhi penumpang TransJakarta. Jumlah penumpang TransJakarta masih stabil, bahkan beberapa waktu meningkat. Setiap hari nya jumlah penumpang TransJakarta 700.000 orang, pernah juga mencapai angka 800.000 orang.
“MRT sangat menarik pengguna baru bukan cuma pindahan dari Trans Jakarta seperti kekhawatiran selama ini. Bahkan penumpang TransJakarta pun tidak mengalami penurunan pascaoperasional MRT,” tutur Masdes.
Tingginya minat masyarakat pengguna MRT, menurut Masdes, dapat terlihat jelas melalui fasilitas parkiran yang disediakan di sekitar stasiun MRT di Lebak Bulus. Hampir setiap hari area parkir dipadati kendaraan pribadi berupa mobil dan motor.
Ratusan kendaraan di area parkir tersebut sebelumnya mung kin masuk ke wilayah Jakarta. Namun, setelah kehadiran MRT para pengendara lebih memilih memarkir kan mobil atau motor mereka di Stasiun MRT Lebak Bulus dan melanjutkan perjalanan menggunakan MRT hingga tempat beraktivitas di sekitar Jakarta.
“Dari rumah masih menggunakan mobil, namun kini hanya sampai Lebak Bulus dan melanjutkan perjalanan dengan MRT yang cepat dan nyaman. Tentu ini sebuah kemajuan,” ujar Masdes.
Kedepan setiap hari para pekerja di Ibu Kota yang tinggal di sekitar pinggiran Jakarta diharapkan tak lagi keluar rumah dengan kendaraan pribadi, namun menggunakan feeder bus yang disiapkan dekat dengan kediaman mereka.
Jalanan pada pagi dan sore hari tidak macet seperti hari-hari sebelumnya. Sebelum kehadiran MRT, masyarakat yang memiliki lokasi kantor dan sekolah di Jakarta dan tinggal di sekitar Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang sudah lebih dahulu memanfaatkan moda transportasi massal yakni Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line.
Vice President Corporate Communication Commuter Line Anne Purba mengatakan, pada 2018 penumpang Commuter Line melebih target hingga 335.610.004 orang. “Kini Commuter Line terdapat 938 perjalanan setiap hari sehingga dapat melayani lebih dari 1 juta penumpang per harinya,” ungkap Anne.
Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan bahwa angkutan umum ialah ke wajiban kepala daerah. Bagai mana mereka dapat memikirkan warganya nyaman untuk beraktivitas juga tidak membebani.
“Alasan masyarakat tidak mau menggunakan angkutan umum malah kendaraan pribadi atau ojek online karena angkutan umum masih buruk. Kalau di daerah lebih parah, di Jabodetabek masih banyak yang mampu naik ojek online.
Kalau di daerah, tidak semua mampu sehingga mere ka harus menerima segala kon disi transportasi umum di daerahnya,” jelas Djoko. Dia juga menyayangkan masih banyak kepala daerah yang tidak peduli, bahkan ada yang menolak bus dari pusat dengan mengabaikan begitu saja hibah bus.
Djoko menyebut kepala daerah tersebut malah cenderung menginginkan warganya menggunakan ojek online dan mengatakan tidak membutuhkan bus. “Padahal, kita tahu bersama jika motor itu bukan alat angkutan umum, tapi angkutan masyarakat atau pribadi,” tuturnya.
Tantangan kini ditunjukkan kepada kepala daerah sejauh mana keinginan pemimpin di daerah untuk membangun transportasi yang baik di wilayahnya. Di Jabodetabek, sejak kehadiran Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), kawasan Tangerang dan Bekasi kini telah memiliki bus Trans-Anggrek.
Namun, Djoko menyayangkan tersendatnya angkutan Trans-Pakuan Bogor yang pernah beroperasi sejak 2006, namun kini sudah tidak beroperasi lagi. Djoko menilai, selain kenyamanan, penumpang menginginkan angkutan umum yang pasti dalam soal ketepatan waktu.
Solusi dari permasalahan ini ialah ada teknologi baru pada sistem angkutan modern kota saat ini yakni GPS Tracking. Angkutan umum yang tergabung dalam JakLingko yang sudah banyak inovasi di dalamnya dapat menggunakan GPS Tracking sehingga memudahkan penumpang untuk mengetahui berapa lama mereka harus menunggu angkutan umum yang dinantinya.
“Teknologi ini sudah digunakan di angkutan pelajar di Denpasar. Angkutan ini mampu memastikan waktu tiba anak-anak untuk dijemput orang tuanya. Semoga nanti di Jakarta dan kota lain bisa terwujud seperti itu,” jelasnya.
Aplikator ojek online GoJek menyambut positif dengan semakin baiknya transportasi umum di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. VP Corporate Affairs GoJek Michael Reza mengatakan, pada prinsipnya GoJek terbuka dengan rencana pemerintah untuk mengintegrasikan sistem transportasi di wilayah Jabodetabek.
“Hal tersebut sejalan dengan fokus kami dalam memastikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan pelanggan dalam bertransportasi,” ucapnya.
Michael juga enggan menyebut persaingan dengan angkutan umum lain seperti TransJakarta, MRT, dan nanti akan ada LRT. “Saya rasa persaingan bukan term yang tepat, lebih tepatnya saling mendukung, dan bahkan saling terintegrasi,” tambahnya. (Ananda Nararya)
(nfl)