Perang Dagang Tingkatkan Risiko bagi Pertumbuhan Global
A
A
A
WASHINGTON - Pejabat Bank sentral AS (The Fed) dan Dana Moneter Internasional (IMF) secara terpisah memperingatkan bahwa ketegangan perdagangan global dan kenaikan tarif menimbulkan risiko terhadap pertumbuhan ekonomi AS dan juga terhadap ekonomi global.
Pengenaan tarif hingga 25% atas barang-barang impor asal China dan ancaman pungutan baru AS bagi Meksiko menandai titik balik dalam kebijakan perdagangan Pemerintahan Trump. Namun, kebijakan perdagangan tersebut dinilai dapat merusak kepercayaan bisnis dan investasi, dan pada akhirnya memengaruhi kinerja ekonomi.
Presiden Bank Federal Dallas Robert Kaplan mengatakan, pengenaan tarif impor atas barang-barang asal Meksiko sama saja dengan AS mengenakan pajak atas produknya sendiri. Pasalnya, banyak barang yang melintasi perbatasan kedua negara adalah barang setengah jadi yang digunakan oleh produsen Amerika.
Hubungan itu, tegasnya, telah memungkinkan perusahaan AS untuk memperluas bisnis dan merekrut tenaga kerja baru di Amerika Serikat sambil membangun pangsa pasar global. Jika itu terganggu, imbuh dia, maka hal itu berpotensi merusak semuanya. Kaplan juga menguraikan kekhawatirannya bahwa memudarnya kepercayaan bisnis akan memiliki efek mengerikan pada investasi modal.
Pada kesempatan terpisah, Pimpinan Fed New York Fed John Williams mengatakan bahwa ia melihat tantangan baru dari ketegangan perdagangan yang memperlambat investasi bisnis dan menambah ketidakpastian.
Tetapi, mengenai suku bunga, dia mengatakan dia dan stafnya tidak akan memulai sampai minggu depan untuk memeriksa data untuk mengetahui apakah Fed harus tetap menahan atau menyesuaikan suku bunga. Tarif di Meksiko, misalnya, belum berlaku, tetapi akan diberlakukan pada hari Senin (10/6).
IMF mengatakan bahwa sangat penting bahwa AS menyelesaikan perselisihan dagangnya dengan China, dengan mengatakan bahwa penggunaan tarif oleh pemerintah untuk menekan China merusak sistem perdagangan global.
"Pembalikan tiba-tiba atas situasi kondusif dinilai dapat memengaruhi neraca perusahaan, menciptakan tarikan ke bawah yang signifikan untuk aktivitas, investasi, dan penciptaan lapangan kerja," ungkap IMF dalam laporannya yang dkutip Reuters, Jumat (7/6/2019).
"Sistem keuangan tampak sehat tetapi risiko jangka menengah terhadap stabilitas keuangan meningkat," kata IMF dalam laporan itu.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani belum lama ini mengatakan, perang dagang AS-China sudah berdampak ke Indonesia. Sri Mulyani bahkan telah melihat tanda-tanda efek perang dagang yang bisa merugikan Indonesia.
"Kalau dari Indonesia sebenarnya kita sudah melihat tanda-tanda itu seperti ekspor kita. Seperti dilihat pada 2017 akhir mengalami momentum positif yang sangat tinggi sampai 2018. Kemudian mulai terlihat di kuartal empat hingga kuartal pertama 2019 mulai menurun lagi," ujar Sri Mulyani.
Menurutnya, tanda Indonesia telah terkena dampak perang dagang AS-China yakni dari data IMF, World Bank, OECD, dan ADB yang telah memprediksi beberapa negara berkembang akan terdampak AS dan China.
"Dalam hal ini mereka sudah lihat eskalasi trade war AS dan terjadi selama satu bulan terakhir ini. Tadinya mereka berharap trade war itu tidak akan sampai ke full bloom atau meledak secara penuh seperti yang terjadi sekarang ini karena ada harapan waktu itu negosiasi terjadi," lanjutnya.
Ia mengatakan perkembangan terbaru ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadi skenario terburuk perang dagang terutama di Juni ini ketika beberapa ancaman mulai diimplementasikan.
Pengenaan tarif hingga 25% atas barang-barang impor asal China dan ancaman pungutan baru AS bagi Meksiko menandai titik balik dalam kebijakan perdagangan Pemerintahan Trump. Namun, kebijakan perdagangan tersebut dinilai dapat merusak kepercayaan bisnis dan investasi, dan pada akhirnya memengaruhi kinerja ekonomi.
Presiden Bank Federal Dallas Robert Kaplan mengatakan, pengenaan tarif impor atas barang-barang asal Meksiko sama saja dengan AS mengenakan pajak atas produknya sendiri. Pasalnya, banyak barang yang melintasi perbatasan kedua negara adalah barang setengah jadi yang digunakan oleh produsen Amerika.
Hubungan itu, tegasnya, telah memungkinkan perusahaan AS untuk memperluas bisnis dan merekrut tenaga kerja baru di Amerika Serikat sambil membangun pangsa pasar global. Jika itu terganggu, imbuh dia, maka hal itu berpotensi merusak semuanya. Kaplan juga menguraikan kekhawatirannya bahwa memudarnya kepercayaan bisnis akan memiliki efek mengerikan pada investasi modal.
Pada kesempatan terpisah, Pimpinan Fed New York Fed John Williams mengatakan bahwa ia melihat tantangan baru dari ketegangan perdagangan yang memperlambat investasi bisnis dan menambah ketidakpastian.
Tetapi, mengenai suku bunga, dia mengatakan dia dan stafnya tidak akan memulai sampai minggu depan untuk memeriksa data untuk mengetahui apakah Fed harus tetap menahan atau menyesuaikan suku bunga. Tarif di Meksiko, misalnya, belum berlaku, tetapi akan diberlakukan pada hari Senin (10/6).
IMF mengatakan bahwa sangat penting bahwa AS menyelesaikan perselisihan dagangnya dengan China, dengan mengatakan bahwa penggunaan tarif oleh pemerintah untuk menekan China merusak sistem perdagangan global.
"Pembalikan tiba-tiba atas situasi kondusif dinilai dapat memengaruhi neraca perusahaan, menciptakan tarikan ke bawah yang signifikan untuk aktivitas, investasi, dan penciptaan lapangan kerja," ungkap IMF dalam laporannya yang dkutip Reuters, Jumat (7/6/2019).
"Sistem keuangan tampak sehat tetapi risiko jangka menengah terhadap stabilitas keuangan meningkat," kata IMF dalam laporan itu.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani belum lama ini mengatakan, perang dagang AS-China sudah berdampak ke Indonesia. Sri Mulyani bahkan telah melihat tanda-tanda efek perang dagang yang bisa merugikan Indonesia.
"Kalau dari Indonesia sebenarnya kita sudah melihat tanda-tanda itu seperti ekspor kita. Seperti dilihat pada 2017 akhir mengalami momentum positif yang sangat tinggi sampai 2018. Kemudian mulai terlihat di kuartal empat hingga kuartal pertama 2019 mulai menurun lagi," ujar Sri Mulyani.
Menurutnya, tanda Indonesia telah terkena dampak perang dagang AS-China yakni dari data IMF, World Bank, OECD, dan ADB yang telah memprediksi beberapa negara berkembang akan terdampak AS dan China.
"Dalam hal ini mereka sudah lihat eskalasi trade war AS dan terjadi selama satu bulan terakhir ini. Tadinya mereka berharap trade war itu tidak akan sampai ke full bloom atau meledak secara penuh seperti yang terjadi sekarang ini karena ada harapan waktu itu negosiasi terjadi," lanjutnya.
Ia mengatakan perkembangan terbaru ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadi skenario terburuk perang dagang terutama di Juni ini ketika beberapa ancaman mulai diimplementasikan.
(fjo)