Kerja Sama Reformasi Regulasi RI-Inggris Bakal Kerek Daya Saing
A
A
A
JAKARTA - Kerja sama Pengembangan Reformasi Regulasi antara Indonesia, Britania Raya dan Irlandia Utara menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono bakal meningkatkan potensi investasi yang masuk ke Indonesia.
"Diperkirakan akan tetap meningkat, setelah baru-baru ini peringkat daya saing Indonesia tercatat di peringkat 32 dalam laporan IMD World Competitiveness Ranking 2019, naik 11 peringkat dari tahun sebelumnya di peringkat 43. Ini merupakan capaian yang tertinggi di Asia Pasifik," ujar Susiwijono di Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Selain itu terang dia, Nikkei dan IHS Market merilis Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia mencapai posisi tertinggi dalam sembilan bulan terakhir yakni 51,6 di Mei 2019. Menurutnya, pemerintah akan melanjutkan momentum pencapaian ini dengan melanjutkan reformasi struktural yang selama ini telah dijalankan.
Salah satu upayanya adalah program-program mengembangkan reformasi regulasi di Indonesia. "Karena tidak terbatas hanya pada peningkatan iklim investasi dan pelaksanaan OSS,” paparnya.
Sebagai informasi, reformasi regulasi tersebut dilaksanakan guna menjaga momentum dalam perekonomian Indonesia. Sebab, Indonesia masih mampu bertumbuh 5,07% (yoy) di triwulan I - 2019 dan diharapkan akan mencapai 5,3% sesuai dengan target pemerintah di akhir 2019.
Hal ini penting mengingat kondisi perekonomian global belum membaik, yang antara lain terlihat pada penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini oleh Bank Dunia dari 2,9% di Januari 2019 menjadi 2,6% di Juni 2019, dan juga meningkatnya tensi perang dagang AS-China yang berimbas pada perlambatan perdagangan internasional.
Selain itu, realisasi investasi di Indonesia pada kuartal pertama 2019 mampu meningkat 5,3% dibandingkan capaian tahun sebelumnya, walaupun di tengah tren penurunan penanaman modal asing di emerging market dan tahun pemilu di Indonesia di mana investor memang biasanya melakukan aksi ‘wait and see’.
Lebih jauh lagi, di tengah peningkatan utang negara berkembang seperti yang dilaporkan Bank Dunia, Indonesia justru mendapatkan kenaikan Sovereign Credit Rating dari BBB- ke BBB didukung oleh tingkat beban utang pemerintah yang rendah dan kinerja fiskal yang moderat.
Menurut Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P), ekonomi Indonesia secara konsisten lebih baik dari negara-negara peers pada tingkat pendapatan sama. Kenaikan peringkat S&P tersebut merefleksikan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat.
"Diperkirakan akan tetap meningkat, setelah baru-baru ini peringkat daya saing Indonesia tercatat di peringkat 32 dalam laporan IMD World Competitiveness Ranking 2019, naik 11 peringkat dari tahun sebelumnya di peringkat 43. Ini merupakan capaian yang tertinggi di Asia Pasifik," ujar Susiwijono di Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Selain itu terang dia, Nikkei dan IHS Market merilis Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia mencapai posisi tertinggi dalam sembilan bulan terakhir yakni 51,6 di Mei 2019. Menurutnya, pemerintah akan melanjutkan momentum pencapaian ini dengan melanjutkan reformasi struktural yang selama ini telah dijalankan.
Salah satu upayanya adalah program-program mengembangkan reformasi regulasi di Indonesia. "Karena tidak terbatas hanya pada peningkatan iklim investasi dan pelaksanaan OSS,” paparnya.
Sebagai informasi, reformasi regulasi tersebut dilaksanakan guna menjaga momentum dalam perekonomian Indonesia. Sebab, Indonesia masih mampu bertumbuh 5,07% (yoy) di triwulan I - 2019 dan diharapkan akan mencapai 5,3% sesuai dengan target pemerintah di akhir 2019.
Hal ini penting mengingat kondisi perekonomian global belum membaik, yang antara lain terlihat pada penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini oleh Bank Dunia dari 2,9% di Januari 2019 menjadi 2,6% di Juni 2019, dan juga meningkatnya tensi perang dagang AS-China yang berimbas pada perlambatan perdagangan internasional.
Selain itu, realisasi investasi di Indonesia pada kuartal pertama 2019 mampu meningkat 5,3% dibandingkan capaian tahun sebelumnya, walaupun di tengah tren penurunan penanaman modal asing di emerging market dan tahun pemilu di Indonesia di mana investor memang biasanya melakukan aksi ‘wait and see’.
Lebih jauh lagi, di tengah peningkatan utang negara berkembang seperti yang dilaporkan Bank Dunia, Indonesia justru mendapatkan kenaikan Sovereign Credit Rating dari BBB- ke BBB didukung oleh tingkat beban utang pemerintah yang rendah dan kinerja fiskal yang moderat.
Menurut Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P), ekonomi Indonesia secara konsisten lebih baik dari negara-negara peers pada tingkat pendapatan sama. Kenaikan peringkat S&P tersebut merefleksikan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat.
(akr)