Daya Beli Pembudidaya Ikan Terpantau Tumbuh Positif
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto mengatakan, daya beli pembudidaya ikan cenderung terus naik. Indikatornya yakni angka Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) selama 2 (dua) bulan terakhir yang stabil di atas 100. Menurutnya kenaikan angka NTPi tersebut didorong oleh nilai tambah profit usaha budidaya yang terus membaik.
Merujuk data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), NTPi bulan Mei 2019 sebesar 101,99 atau tumbuh 1,09% dibandingkan bulan yang sama tahun 2018 yang sebesar 100,89. Artinya daya beli pembudidaya ikan pada bulan Mei tahun 2019 mengalami perbaikan dibandingkan bulan yang sama tahun 2018. Sementara itu jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (April 2019), terjadi peningkatan sebesar 0,23% dari 101,76.
Hal ini terjadi karena indeks harga yang diterima pembudidaya (IT) naik sebesar 0,67%, lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayar pembudidaya (IB) sebesar 0,44%. Kenaikan IT disebabkan oleh naiknya harga sebagian jenis komoditas, khususnya ikan mas dan ikan nilem. Sementara kenaikan IB disebabkan oleh naiknya indeks kelompok konsumsi rumah tangga (KRT) sebesar 0,57% dan indeks kelompok biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) sebesar 0,18%.
Sedangkan nilai tukar usaha pembudidaya ikan (NTUPi) Bulan Mei 2019 tumbuh 1,43% dibandingkan periode yang sama tahun 2018, yaitu dari 113,32 menjadi 114,94. Sementara itu, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (April 2019) terjadi peningkatan sebesar 0,49%, yaitu dari 114,38 menjadi 114,94.
"Sepanjang tahun 2019 hingga bulan Mei lalu, angka NTPi memperlihatkan kecenderungan tumbuh positif. Ini menunjukkan tren perbaikan daya beli masyarakat pembudidaya sejak tahun 2018 lalu, terus berlanjut hingga tahun 2019 ini,” ungkap Slamet di Jakarta, Kamis (13/6/2019).
“Kita patut bersyukur karena meskipun di sisi lain ada kecenderungan kenaikan inflasi terhadap barang konsumsi jelang dan beberapa waktu pasca lebaran, namun dengan naiknya NTPi ini, kita berharap masyarakat pembudidaya tidak terpengaruh besar oleh dampak inflasi yang biasa terjadi di hari raya lebaran ini,” lanjut Slamet.
Sambung dia menambahkan bahwa berbagai dukungan langsung kepada pembudidaya ikan telah secara langsung memberikan dampak positif pada perbaikan struktur ekonomi masyarakat. Selain NTPi naik, secara nasional pendapatan pembudidaya ikan juga mengalami kenaikan yakni dari sebelumnya Rp3,03 juta menjadi Rp3,3 juta per bulan di tahun 2018 atau naik 8,9%.
"Saya bisa pastikan fondasi ekonomi masyarakat pembudidaya cukup kuat. Kami melihat di berbagai daerah geliat usaha budidaya semakin berkembang dan ada penguatan kapasitas usaha. Tentu ini dampak dari terciptanya efisiensi produksi yang memicu nilai tambah profit mereka,” jelas Slamet.
KKP terus mendorong dukungan program prioritas untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mendongkrak kesejahteraan pembudidaya ikan. Berbagai program yang telah berhasil antara lain dukungan pakan mandiri, pengembangan usaha budidaya sistem bioflok, pengembangan minapadi, asuransi perikanan untuk pembudidaya ikan kecil (APPIK), dukungan input produksi (induk dan benih), rehabilitasi kawasan budidaya, pengembangan budidaya rumput laut, dan dukungan langsung lainnya.
Slamet mencontohkan program APPIK yang dilakukan oleh KKP sejak tahun 2017 lalu telah berpengaruh nyata terhadap aktivitas usaha budidaya karena mampu memberikan jaminan usaha, motivasi, dan semangat bagi para pembudidaya. Hingga tahun 2018, cover asuransi APPIK telah mencapai 13.520 Ha. Jika pada tahun 2017 hanya untuk usaha budidaya udang, sejak tahun 2018 juga telah mencakup komoditas lainnya yaitu patin, nila salin, nila tawar, dan bandeng, baik dengan metode monokultur atau polikultur untuk komoditas air payau.
Lebih lanjut dijelaskan olehnya, besaran premi udang adalah Rp225.000 per hektar/tahun dengan maksimum pertanggungan sebesar Rp7,5 juta per hektar/tahun. Sementara premi ikan patin Rp90.000 per 250 m2 kolam/tahun dengan maksimum pertanggungan sebesar Rp3 juta. Adapun premi nila tawar sebesar Rp135.000 per 200 m2 kolam/tahun dengan maksimum pertanggungan sebesar Rp4,5 juta per tahun.
Selanjutnya, premi nila payau Rp150.000 per hektar/tahun dengan nilai pertanggungan maksimum sebesar Rp5 juta per hektar/tahun. Komoditas lainnya yaitu bandeng dengan premi Rp90.000 per hektar/tahun dan polikultur Rp225.000 per hektar/tahun dengan maksimum pertanggungan masing-masing Rp3 juta dan Rp7,5 juta per hektar/tahun.
“Kita sudah masuk bulan Juni tahun 2019. Saya sudah instruksikan kepada seluruh Satker lingkup DJPB untuk segera mempercepat realisasi program-program prioritas yang sudah ditetapkan. Saya yakin, ini akan menjadi faktor pengungkit yang cukup signifikan untuk terus meningkatkan nilai NTPi maupun NTUPi,” tutupnya.
Merujuk data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), NTPi bulan Mei 2019 sebesar 101,99 atau tumbuh 1,09% dibandingkan bulan yang sama tahun 2018 yang sebesar 100,89. Artinya daya beli pembudidaya ikan pada bulan Mei tahun 2019 mengalami perbaikan dibandingkan bulan yang sama tahun 2018. Sementara itu jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (April 2019), terjadi peningkatan sebesar 0,23% dari 101,76.
Hal ini terjadi karena indeks harga yang diterima pembudidaya (IT) naik sebesar 0,67%, lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayar pembudidaya (IB) sebesar 0,44%. Kenaikan IT disebabkan oleh naiknya harga sebagian jenis komoditas, khususnya ikan mas dan ikan nilem. Sementara kenaikan IB disebabkan oleh naiknya indeks kelompok konsumsi rumah tangga (KRT) sebesar 0,57% dan indeks kelompok biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) sebesar 0,18%.
Sedangkan nilai tukar usaha pembudidaya ikan (NTUPi) Bulan Mei 2019 tumbuh 1,43% dibandingkan periode yang sama tahun 2018, yaitu dari 113,32 menjadi 114,94. Sementara itu, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (April 2019) terjadi peningkatan sebesar 0,49%, yaitu dari 114,38 menjadi 114,94.
"Sepanjang tahun 2019 hingga bulan Mei lalu, angka NTPi memperlihatkan kecenderungan tumbuh positif. Ini menunjukkan tren perbaikan daya beli masyarakat pembudidaya sejak tahun 2018 lalu, terus berlanjut hingga tahun 2019 ini,” ungkap Slamet di Jakarta, Kamis (13/6/2019).
“Kita patut bersyukur karena meskipun di sisi lain ada kecenderungan kenaikan inflasi terhadap barang konsumsi jelang dan beberapa waktu pasca lebaran, namun dengan naiknya NTPi ini, kita berharap masyarakat pembudidaya tidak terpengaruh besar oleh dampak inflasi yang biasa terjadi di hari raya lebaran ini,” lanjut Slamet.
Sambung dia menambahkan bahwa berbagai dukungan langsung kepada pembudidaya ikan telah secara langsung memberikan dampak positif pada perbaikan struktur ekonomi masyarakat. Selain NTPi naik, secara nasional pendapatan pembudidaya ikan juga mengalami kenaikan yakni dari sebelumnya Rp3,03 juta menjadi Rp3,3 juta per bulan di tahun 2018 atau naik 8,9%.
"Saya bisa pastikan fondasi ekonomi masyarakat pembudidaya cukup kuat. Kami melihat di berbagai daerah geliat usaha budidaya semakin berkembang dan ada penguatan kapasitas usaha. Tentu ini dampak dari terciptanya efisiensi produksi yang memicu nilai tambah profit mereka,” jelas Slamet.
KKP terus mendorong dukungan program prioritas untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mendongkrak kesejahteraan pembudidaya ikan. Berbagai program yang telah berhasil antara lain dukungan pakan mandiri, pengembangan usaha budidaya sistem bioflok, pengembangan minapadi, asuransi perikanan untuk pembudidaya ikan kecil (APPIK), dukungan input produksi (induk dan benih), rehabilitasi kawasan budidaya, pengembangan budidaya rumput laut, dan dukungan langsung lainnya.
Slamet mencontohkan program APPIK yang dilakukan oleh KKP sejak tahun 2017 lalu telah berpengaruh nyata terhadap aktivitas usaha budidaya karena mampu memberikan jaminan usaha, motivasi, dan semangat bagi para pembudidaya. Hingga tahun 2018, cover asuransi APPIK telah mencapai 13.520 Ha. Jika pada tahun 2017 hanya untuk usaha budidaya udang, sejak tahun 2018 juga telah mencakup komoditas lainnya yaitu patin, nila salin, nila tawar, dan bandeng, baik dengan metode monokultur atau polikultur untuk komoditas air payau.
Lebih lanjut dijelaskan olehnya, besaran premi udang adalah Rp225.000 per hektar/tahun dengan maksimum pertanggungan sebesar Rp7,5 juta per hektar/tahun. Sementara premi ikan patin Rp90.000 per 250 m2 kolam/tahun dengan maksimum pertanggungan sebesar Rp3 juta. Adapun premi nila tawar sebesar Rp135.000 per 200 m2 kolam/tahun dengan maksimum pertanggungan sebesar Rp4,5 juta per tahun.
Selanjutnya, premi nila payau Rp150.000 per hektar/tahun dengan nilai pertanggungan maksimum sebesar Rp5 juta per hektar/tahun. Komoditas lainnya yaitu bandeng dengan premi Rp90.000 per hektar/tahun dan polikultur Rp225.000 per hektar/tahun dengan maksimum pertanggungan masing-masing Rp3 juta dan Rp7,5 juta per hektar/tahun.
“Kita sudah masuk bulan Juni tahun 2019. Saya sudah instruksikan kepada seluruh Satker lingkup DJPB untuk segera mempercepat realisasi program-program prioritas yang sudah ditetapkan. Saya yakin, ini akan menjadi faktor pengungkit yang cukup signifikan untuk terus meningkatkan nilai NTPi maupun NTUPi,” tutupnya.
(akr)