Cool Brand... Boring Brand
A
A
A
SABTU kemarin (8/6) tanpa direncana saya, untuk ke sekian kalinya, mengunjungi Kopi Klothok di Pakem Yogya. Saya tak berencana ke situ karena sudah menduga, pada saat mudik Lebaran sekarang ini Kopi Klothok pasti ramai minta ampun dan antreannya lama sampai berjam-jam.
Betul adanya, sampai di TKP (tempat kejadian perkara) antrean mengular dan semua kursi terisi praktis oleh pengunjung yang mobilnya berpelat B.
Sambil menunggu kebagian kursi, tak tahu kenapa, tiba-tiba dua brand hebat berkelebat di otak saya: yang pertama Kopi Klothok (KK); dan kedua Warunk Upnormal (WU). Dan sejurus kemudian, otak saya pun usil membandingkan dua brand ngetop ini.
Ternyata perbedaannya kontras sekali. Mari kita bandingkan: KK: bicara antrean, Anda akan mendapati manajemen antrean yang buruk sekali. Pada hari-hari libur Anda akan ”disiksa” oleh antrean yang panjang di dapur dan Anda ”dilarang” mengeluh soal antrean ini.
WU: Anda langsung disambut oleh pelayan yang sigap, langsung disodori daftar menu, mencentang menu yang dipesan, lalu antre di kasir: efisien sekali. Bahkan dengan men-scan QR code Anda bisa pesan via apps dengan super cepat dan super nyaman.
KK: Bicara menu, di KK menunya supersimpel: yang favorit tak jauh-jauh dari kopi tubruk, wedang jahe, sayur lodeh, pisang goreng, atau telur dadar. WU: Menu beragam dan kompleks sekali, puluhan bahkan mungkin ratusan jenis.
Manajemen menu ini dikelola secara modern dan efisien. KK: bicara servis, di KK Anda akan ”dianggurin”: tak ada pelayan yang sigap menyapa atau menawarkan menu. Namanya ”prasmanan” atau self-service ala Jawa: nyambangi dapur sendiri, mengambil sendiri, mengantar ke meja sendiri.
WU: Pelayanan serba sigap, cepat, efisien, efektif. KK: bicara layout ruangan, di KK Anda akan menemui layout yang apa adanya: rumah Joglo dengan ruang tamu yang luas, kursi lawas dari rotan, dapur jadul di belakang, serambi depan, atau lesehan di tepi sawah.
Semuanya tampil apa adanya, kental sekali suasana rumah ndeso. WU: Layout-nya minimalismodern khas milenial, serbahitam, dinding dihiasi quotes berbahasa Inggris, meja kursi berjajar rapi dan efisien, perlengkapan dapur modern, bersih, dan terlihat mahal.
KK: bicara lokasi, lokasi KK ”nylempit” alias tersembunyi di kaki Gunung Merapi. Kalau nggak tanya mbah Google Map, bisa dipastikan Anda pusing tujuh keliling menemukannya. WU: lokasinya prime di pusat keramaian mengikuti hukum properti 3L: ”Location, location, location”.
KK: cuma ada satu di Pakem Yogya. WU: memiliki ratusan cabang (bahkan mungkin sudah ribuan) di berbagai kota di seluruh Indonesia sehingga konsumen begitu mudah mendapatkannya. KK: Parkirnya seadanya, sempit, dan tukang parkirnya amatiran.
Saat ramai, karena tak mampu menampung, sering kali KK pinjam lahan tetangga. Saya tidak bicara mana yang lebih sukses di antara dua brand tersebut karena keduanya mencapai sukses luar biasa. Saya bicara coolness dari dua brand tersebut.
Mana yang lebih cooldari dua brandtersebut? Barangkali Anda memilih Warunk Upnormal karena berdasarkan beragam KPI, sekilas Warunk Upnormal lebih hebat dari Kopi Klothok. Anda salah! Inilah yang dalam branding disebut konsep ”Tormenting the Customer” atau terjemahan bebasnya ”menyiksa konsumen”.
Experience yang ditawarkan oleh Kopi Klothok bukanlah kecepatan, kesigapan, kemudahan, kenyamanan, efisiensi, atau efektivitas seperti yang ditawarkan Warunk Upnormal; tapi justru sebaliknya: kesulitan, ketidaknyamanan, ketidakefisienan, kelangkaan, keserbaterbatasan, keapaadanya- an, keluguan.
Menariknya, semua itu menghasilkan autentisitas dan orisinalitas. Di sinilah unique value proposition Kopi Klothok dibangun. Saya menyebutnya: ”differentiation through authenticity”. Inilah titik beda antara Kopi Klothok dan Warung Upnormal.
Yang pertama adalah cool brand; sementara yang kedua boring brand. Keduanya adalah brand yang sukses, tapi bagaimana rute mereka dalam merengkuh kesuksesan berbeda sama sekali. Kopi Klothok mengambil rute: niche, unik, autentikorisinil, dan cool. Sementara Warunk Upnormal mengambil rute: mass-standardized, mainstream, replicablescalable, dan boring.
Yuswohady
Managing Partner Inventure www.yuswohady.com
Betul adanya, sampai di TKP (tempat kejadian perkara) antrean mengular dan semua kursi terisi praktis oleh pengunjung yang mobilnya berpelat B.
Sambil menunggu kebagian kursi, tak tahu kenapa, tiba-tiba dua brand hebat berkelebat di otak saya: yang pertama Kopi Klothok (KK); dan kedua Warunk Upnormal (WU). Dan sejurus kemudian, otak saya pun usil membandingkan dua brand ngetop ini.
Ternyata perbedaannya kontras sekali. Mari kita bandingkan: KK: bicara antrean, Anda akan mendapati manajemen antrean yang buruk sekali. Pada hari-hari libur Anda akan ”disiksa” oleh antrean yang panjang di dapur dan Anda ”dilarang” mengeluh soal antrean ini.
WU: Anda langsung disambut oleh pelayan yang sigap, langsung disodori daftar menu, mencentang menu yang dipesan, lalu antre di kasir: efisien sekali. Bahkan dengan men-scan QR code Anda bisa pesan via apps dengan super cepat dan super nyaman.
KK: Bicara menu, di KK menunya supersimpel: yang favorit tak jauh-jauh dari kopi tubruk, wedang jahe, sayur lodeh, pisang goreng, atau telur dadar. WU: Menu beragam dan kompleks sekali, puluhan bahkan mungkin ratusan jenis.
Manajemen menu ini dikelola secara modern dan efisien. KK: bicara servis, di KK Anda akan ”dianggurin”: tak ada pelayan yang sigap menyapa atau menawarkan menu. Namanya ”prasmanan” atau self-service ala Jawa: nyambangi dapur sendiri, mengambil sendiri, mengantar ke meja sendiri.
WU: Pelayanan serba sigap, cepat, efisien, efektif. KK: bicara layout ruangan, di KK Anda akan menemui layout yang apa adanya: rumah Joglo dengan ruang tamu yang luas, kursi lawas dari rotan, dapur jadul di belakang, serambi depan, atau lesehan di tepi sawah.
Semuanya tampil apa adanya, kental sekali suasana rumah ndeso. WU: Layout-nya minimalismodern khas milenial, serbahitam, dinding dihiasi quotes berbahasa Inggris, meja kursi berjajar rapi dan efisien, perlengkapan dapur modern, bersih, dan terlihat mahal.
KK: bicara lokasi, lokasi KK ”nylempit” alias tersembunyi di kaki Gunung Merapi. Kalau nggak tanya mbah Google Map, bisa dipastikan Anda pusing tujuh keliling menemukannya. WU: lokasinya prime di pusat keramaian mengikuti hukum properti 3L: ”Location, location, location”.
KK: cuma ada satu di Pakem Yogya. WU: memiliki ratusan cabang (bahkan mungkin sudah ribuan) di berbagai kota di seluruh Indonesia sehingga konsumen begitu mudah mendapatkannya. KK: Parkirnya seadanya, sempit, dan tukang parkirnya amatiran.
Saat ramai, karena tak mampu menampung, sering kali KK pinjam lahan tetangga. Saya tidak bicara mana yang lebih sukses di antara dua brand tersebut karena keduanya mencapai sukses luar biasa. Saya bicara coolness dari dua brand tersebut.
Mana yang lebih cooldari dua brandtersebut? Barangkali Anda memilih Warunk Upnormal karena berdasarkan beragam KPI, sekilas Warunk Upnormal lebih hebat dari Kopi Klothok. Anda salah! Inilah yang dalam branding disebut konsep ”Tormenting the Customer” atau terjemahan bebasnya ”menyiksa konsumen”.
Experience yang ditawarkan oleh Kopi Klothok bukanlah kecepatan, kesigapan, kemudahan, kenyamanan, efisiensi, atau efektivitas seperti yang ditawarkan Warunk Upnormal; tapi justru sebaliknya: kesulitan, ketidaknyamanan, ketidakefisienan, kelangkaan, keserbaterbatasan, keapaadanya- an, keluguan.
Menariknya, semua itu menghasilkan autentisitas dan orisinalitas. Di sinilah unique value proposition Kopi Klothok dibangun. Saya menyebutnya: ”differentiation through authenticity”. Inilah titik beda antara Kopi Klothok dan Warung Upnormal.
Yang pertama adalah cool brand; sementara yang kedua boring brand. Keduanya adalah brand yang sukses, tapi bagaimana rute mereka dalam merengkuh kesuksesan berbeda sama sekali. Kopi Klothok mengambil rute: niche, unik, autentikorisinil, dan cool. Sementara Warunk Upnormal mengambil rute: mass-standardized, mainstream, replicablescalable, dan boring.
Yuswohady
Managing Partner Inventure www.yuswohady.com
(akr)