Tenaga Kerja Konstruksi Bersertifikat Masih Minim
A
A
A
BANDUNG - Tenaga kerja konstruksi di Jawa Barat yang memiliki sertifikat kompetensi masih sangat minim. Padahal, sertifikasi kompetensi sangat dibutuhkan untuk memastikan keahlian dan kesejahteraan tenaga kerja.
Pengurus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Jabar Asep Candra Supriatna mengakui, tak kurang dari 80% tenaga kerja konstruksi di Jawa Barat belum mengantongi sertifikat kompetensi. Kondisi itu terjadi karena masih rendahnya kesadaran tenaga kerja konstruksi untuk mengikuti sertifikasi.
"Padahal biaya sertifikasi kompetensi lebih rendah, jika dibandingkan dengan benefit peningkatan upah yang mereka terima setelah tersertifikasi. Untuk biaya semua sekitar Rp1,2 juta per orang. Sementara untuk tukang rata-rata Rp500.000 per orang," ujar Asep di Bandung, Rabu (17/7/2019).
Selain menambah pemasaran, sertifikasi kompetensi dinilai juga penting untuk meningkatkan daya saing. Pasalnya sertifikasi konstruksi yang dikeluarkan sudah diakui secara internasional.
Ditambah, salah satu persoalan tenaga kerja asal Indonesia sulit masuk ke pasar konstruksi internasional, salah satunya Arab Saudi, adalah kepemilikan sertifikat kompetensi. "Daya saing mereka kalah dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lain, seperti Bangladesh," katanya.
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) mengungkapkan, saat ini tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat baru mencapai 512.787. Angka itu setara dengan 9,67% dari total tenaga kerja konstruksi di Indonesia yang jumlahnya diperkirakan sebesar 5,3 juta orang.
Ketua LPJKN Ruslan Rivai merinci, jumlah tersebut terdiri dari 158.070 orang tenaga ahli dan 386.802 orang tenaga terampil. Dengan catatan, setiap tenaga kerja bisa dikategorikan sebagai tenaga ahli dan tenaga terampil.
Pengurus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Jabar Asep Candra Supriatna mengakui, tak kurang dari 80% tenaga kerja konstruksi di Jawa Barat belum mengantongi sertifikat kompetensi. Kondisi itu terjadi karena masih rendahnya kesadaran tenaga kerja konstruksi untuk mengikuti sertifikasi.
"Padahal biaya sertifikasi kompetensi lebih rendah, jika dibandingkan dengan benefit peningkatan upah yang mereka terima setelah tersertifikasi. Untuk biaya semua sekitar Rp1,2 juta per orang. Sementara untuk tukang rata-rata Rp500.000 per orang," ujar Asep di Bandung, Rabu (17/7/2019).
Selain menambah pemasaran, sertifikasi kompetensi dinilai juga penting untuk meningkatkan daya saing. Pasalnya sertifikasi konstruksi yang dikeluarkan sudah diakui secara internasional.
Ditambah, salah satu persoalan tenaga kerja asal Indonesia sulit masuk ke pasar konstruksi internasional, salah satunya Arab Saudi, adalah kepemilikan sertifikat kompetensi. "Daya saing mereka kalah dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lain, seperti Bangladesh," katanya.
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) mengungkapkan, saat ini tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat baru mencapai 512.787. Angka itu setara dengan 9,67% dari total tenaga kerja konstruksi di Indonesia yang jumlahnya diperkirakan sebesar 5,3 juta orang.
Ketua LPJKN Ruslan Rivai merinci, jumlah tersebut terdiri dari 158.070 orang tenaga ahli dan 386.802 orang tenaga terampil. Dengan catatan, setiap tenaga kerja bisa dikategorikan sebagai tenaga ahli dan tenaga terampil.
(akr)