BPKN: Bank Indonesia Harus Tegas Menyikapi Insiden Bank Mandiri
A
A
A
JAKARTA - Menyikapi insiden "Saldo Nol Rupiah" yang menimpa sebagian konsumen Bank Mandiri di Pekanbaru, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilainya sebagai suatu fault yang tidak bisa ditoleransi.
Untuk itu, Bank Mandiri perlu mengevaluasi ulang semua sistem keamanan dan sistem transaksi perbankannya. Mandiri tidak bisa hanya mengelak bahwa kegagalan akibat proses perawatan sistem semata.
Demikian juga Bank Indonesia (BI) sebagai regulator sistem pembayaran perlu bersikap tegas terhadap penyelenggara sistem pembayaran yang lalai dan telah menimbulkan kerugian pada Konsumen.
BI sebagai regulator juga harus mendorong pemulihan hak konsumen yang dirugikan atas insiden ini. Ke depan BI perlu menerapkan mekanisme denda atas gagalnya sistem pembayaran seperti ini oleh penyelenggara.
Koordinator komisi kerjasama dan kelembagaan BPKN Nurul Yakin Setyabudi mengatakan, gagalnya suatu sistem pembayaran akan berdampak luar biasa ke konsumen. Antara lain terganggunya transaksi yang mendesak, gagalnya peluang bisnis, timbulnya biaya yang tidak perlu, surcharge, denda dan waktu yang terbuang yang menjadi beban konsumen. Bahkan, bisa berakibat kehilangan nyawa bila suatu transaksi bersifat kritis dan terkait darurat medis atau kebencanaan.
"Dalam skala lebih luas, kegagalan suatu sistem pembayaran akan berdampak pada kepercayaan pada perdagangan, sistem moneter dan ekonomi nasional," ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (20/7/2019).
Menurut dia, diperlukan regulasi keamanan dan SLA (Service Level Agreement) yang ketat, sehingga akan mendorong penyelenggara sistem keuangan untuk membangun sistem pembayaran yang benar-benar andal dan aman, sehingga menjamin rasa aman bagi konsumen. Bila terjadi insiden, kerugian konsumen atas kegagalan sistem pembayaran harus dicegah dan dipulihkan.
"Oleh karenanya sangat mendesak untuk merevisi Peraturan Bank Indonesia No.PBI No.16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran, dengan memperluas cakupan dan meningkatkan kapasitas lembaga terhadap perlindungan konsumen. Hal ini selaras dengan peningkatan inovasi teknologi informasi dan peningkatan Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik," imbuhnya.
Peningkatan perhatian perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan ini sesuai arahan G20 High Level Principles of Financial Consumer Protection, 2011 serta The Good Practices of Financial Consumer Protection, World Bank 2012 & 2017.
Sebelumnya secara terpisah, Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjarnako mengatakan BI masih memantau dan belum berencana memberikan sanksi kepada Bank Mandiri terkait insiden berkurang atau bertambahnya saldo rekening sejumlah nasabah.
"Kita enggak mau gampang kasih sanksi. Kita lihat dulu perlindungan konsumennya. Yang penting harus ada rasa aman dari nasabah terkait dananya," ujar Onny di Medan, Sabtu (20/7/2019).
Di sisi lain, pihaknya mengapresiasi respon cepat Bank Mandiri untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Mudah-mudahan cepat selesai. Kalau bank-bank besar pasti sistemnya sudah baik lah," tukasnya.
Untuk itu, Bank Mandiri perlu mengevaluasi ulang semua sistem keamanan dan sistem transaksi perbankannya. Mandiri tidak bisa hanya mengelak bahwa kegagalan akibat proses perawatan sistem semata.
Demikian juga Bank Indonesia (BI) sebagai regulator sistem pembayaran perlu bersikap tegas terhadap penyelenggara sistem pembayaran yang lalai dan telah menimbulkan kerugian pada Konsumen.
BI sebagai regulator juga harus mendorong pemulihan hak konsumen yang dirugikan atas insiden ini. Ke depan BI perlu menerapkan mekanisme denda atas gagalnya sistem pembayaran seperti ini oleh penyelenggara.
Koordinator komisi kerjasama dan kelembagaan BPKN Nurul Yakin Setyabudi mengatakan, gagalnya suatu sistem pembayaran akan berdampak luar biasa ke konsumen. Antara lain terganggunya transaksi yang mendesak, gagalnya peluang bisnis, timbulnya biaya yang tidak perlu, surcharge, denda dan waktu yang terbuang yang menjadi beban konsumen. Bahkan, bisa berakibat kehilangan nyawa bila suatu transaksi bersifat kritis dan terkait darurat medis atau kebencanaan.
"Dalam skala lebih luas, kegagalan suatu sistem pembayaran akan berdampak pada kepercayaan pada perdagangan, sistem moneter dan ekonomi nasional," ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (20/7/2019).
Menurut dia, diperlukan regulasi keamanan dan SLA (Service Level Agreement) yang ketat, sehingga akan mendorong penyelenggara sistem keuangan untuk membangun sistem pembayaran yang benar-benar andal dan aman, sehingga menjamin rasa aman bagi konsumen. Bila terjadi insiden, kerugian konsumen atas kegagalan sistem pembayaran harus dicegah dan dipulihkan.
"Oleh karenanya sangat mendesak untuk merevisi Peraturan Bank Indonesia No.PBI No.16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran, dengan memperluas cakupan dan meningkatkan kapasitas lembaga terhadap perlindungan konsumen. Hal ini selaras dengan peningkatan inovasi teknologi informasi dan peningkatan Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik," imbuhnya.
Peningkatan perhatian perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan ini sesuai arahan G20 High Level Principles of Financial Consumer Protection, 2011 serta The Good Practices of Financial Consumer Protection, World Bank 2012 & 2017.
Sebelumnya secara terpisah, Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjarnako mengatakan BI masih memantau dan belum berencana memberikan sanksi kepada Bank Mandiri terkait insiden berkurang atau bertambahnya saldo rekening sejumlah nasabah.
"Kita enggak mau gampang kasih sanksi. Kita lihat dulu perlindungan konsumennya. Yang penting harus ada rasa aman dari nasabah terkait dananya," ujar Onny di Medan, Sabtu (20/7/2019).
Di sisi lain, pihaknya mengapresiasi respon cepat Bank Mandiri untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Mudah-mudahan cepat selesai. Kalau bank-bank besar pasti sistemnya sudah baik lah," tukasnya.
(ind)