Flight to Quality, Obat Kuat Rupiah Hari Ini
Flight to Quality, Obat Kuat Rupiah Hari Ini
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) ditutup perkasa pada Rabu (14/8/2019), dengan menguat 80 poin atau 0,56% ke level Rp14.245 per USD. Selasa kemarin, rupiah terjerembab ke level Rp14.325 per USD.
Bank Indonesia membeberkan rupiah menguat pada Rabu petang ini disebabkan oleh aksi "Flight to Quality", dimana investor kembali membeli instrumen finansial di negara-negara pasar berkembang (emerging market).
"Sikap pemerintah Amerika Serikat yang akan melanjutkan pembicaraan sengketa dagang dengan China merupakan langkah positif. Sehingga investor kembali membeli instrumen finansial di emerging market," jelas Kepala Badan Kebijakan Moneter BI, Nanang Hendrasyah saat dihubungi SINDOnews, Rabu (14/8/2019).
Selain kembali ke meja perundingan, AS juga menunda pengenaan tarif tambahan 10% terhadap produk impor China senilai USD300 miliar, yang seharusnya efektif per 1 September diundur menjadi 15 Desember 2019.
Sejumlah produk China yang mengalami penudaan tarif antara lain telepon seluler, laptop, video game, dan pakaian. Penundaan ini diharapkan dapat mendorong konsumsi AS pada saat liburan akhir tahun (US Holiday Sales).
Nanang memaparkan, selain faktor "gencatan senjata" AS dan China, sentimen positif di pasar keuangan global juga dipengaruhi rilis data inflasi AS bulan Juli yang positif dari 1,6% yoy menjadi 1,8% yoy, diatas ekspektasi sebesar 1,7%.
"Sentimen positif ini mendorong penguatan indeks saham AS dan Eropa, serta kenaikan harga minyak. Aksi Flight to Quality membuat imbal hasil treasury AS naik," jelasnya.
Kendati demikian, Bank Indonesia, kata Nanang, akan tetap memantau dinamika global secara cermat dan mengambil langkah intervensi bila terdapat indikasi yang akan mengganggu stabilitas rupiah, dengan tetap mempertimbangkan mekanisme pasar yang berjalan cukup baik.
Bank Indonesia membeberkan rupiah menguat pada Rabu petang ini disebabkan oleh aksi "Flight to Quality", dimana investor kembali membeli instrumen finansial di negara-negara pasar berkembang (emerging market).
"Sikap pemerintah Amerika Serikat yang akan melanjutkan pembicaraan sengketa dagang dengan China merupakan langkah positif. Sehingga investor kembali membeli instrumen finansial di emerging market," jelas Kepala Badan Kebijakan Moneter BI, Nanang Hendrasyah saat dihubungi SINDOnews, Rabu (14/8/2019).
Selain kembali ke meja perundingan, AS juga menunda pengenaan tarif tambahan 10% terhadap produk impor China senilai USD300 miliar, yang seharusnya efektif per 1 September diundur menjadi 15 Desember 2019.
Sejumlah produk China yang mengalami penudaan tarif antara lain telepon seluler, laptop, video game, dan pakaian. Penundaan ini diharapkan dapat mendorong konsumsi AS pada saat liburan akhir tahun (US Holiday Sales).
Nanang memaparkan, selain faktor "gencatan senjata" AS dan China, sentimen positif di pasar keuangan global juga dipengaruhi rilis data inflasi AS bulan Juli yang positif dari 1,6% yoy menjadi 1,8% yoy, diatas ekspektasi sebesar 1,7%.
"Sentimen positif ini mendorong penguatan indeks saham AS dan Eropa, serta kenaikan harga minyak. Aksi Flight to Quality membuat imbal hasil treasury AS naik," jelasnya.
Kendati demikian, Bank Indonesia, kata Nanang, akan tetap memantau dinamika global secara cermat dan mengambil langkah intervensi bila terdapat indikasi yang akan mengganggu stabilitas rupiah, dengan tetap mempertimbangkan mekanisme pasar yang berjalan cukup baik.
(ven)
Explore More