Bus Listrik Angkutan Umum Siap Beroperasi pada 2021
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan pengoperasian bus listrik akan dilakukan pada 2021. Pengoperasian bus listrik akan dilakukan dengan skema buy the service.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, saat ini kajian mengenai penerapan bus listrik terus difokuskan.
“Fokusnya sekarang ujicoba terhadap semua jenis kendaraan listrik, termasuk sepeda motor,” ungkapnya usai ujicoba bus listrik produksi PT Mobil Anak Bangsa (MAB) di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Uji coba bus listrik diperkirakan tuntas pada 2020. Bus tersebut nantinya akan digunakan di lima kota besar yang menerapkan skema buy the service Bus Rapid Transit (BRT).
“Mungkin di tahun 2021 tapi tentunya saya akan lakukan kajian skema apa yang tepat, salah satunya yang kita rencanakan melalui skema buy the service,” ujarnya.
Adapun lima kota besar yang akan menggunakan bus listrik tersebut adalah Palembang, Solo, Medan, Surabaya, dan Denpasar.
“Kemungkinan program buy the service kita akan kerja sama dengan operator, siapa operatornya itu dengan menggunakan kendaraan listrik seperti ini," jelasnya.
Komitmen Kemenhub mendukung transportasi massal ramah lingkungan ini ditunjukkan pula dengan target dalam dua bulan ke depan akan menyelesaikan aturan turunan dari peraturan presiden (perpres) No.55/2019 tentang percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle).
Sementara itu Direktur Teknik PT Mobil Anak Bangsa Bambang Tri Soepandji mengatakan, produksi bus listrik yang diproduksi mengikuti aturan atau regulasi dari pemerintah.
Bus sepanjang 13 meter dengan berat 16 ton ini memiliki kapasitas sekitar 50 penumpang. Dengan daya tahan selama dua hari jika diisi daya (charger) maksimum 2-2,5 jam.
“Bus listrik sudah kita ujicoba pergi-pulang Jakarta-Yogyakarta atau maksimal bisa menjangkau hingga 260 kilometer, dan hasil akhirnya cukup memuaskan,” ujarnya.
Biaya perawatan bus listrik dinilai relatif lebih murah dari bus konvensional. Namun, harganya hampir dua kali lipat dari bus TransJakarta low entry yang sekitar Rp2 miliar atau hampir mencapai Rp4 miliar.
"Komponen baterai dan sistem elektroniknya memang masih mahal, sekitar 55-60% dari total harga jualnya. Namun, dengan adanya kebijakan fiskal dan non-fiskal yang mendukung operasionalnya, tarif per penumpangnya bisa sama dengan tarif bus konvensional,” pungkas Budi Setiyadi.
Sebagai informasi Bus listrik PT MAB telah lolos uji tipe sejak dua bulan silam. Saat ini pemesan bus listrik ini sudah ramai diantaranya dari Perum Damri, PPD, TransJakarta, Garuda Indonesia serta pihak swasta.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, saat ini kajian mengenai penerapan bus listrik terus difokuskan.
“Fokusnya sekarang ujicoba terhadap semua jenis kendaraan listrik, termasuk sepeda motor,” ungkapnya usai ujicoba bus listrik produksi PT Mobil Anak Bangsa (MAB) di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Uji coba bus listrik diperkirakan tuntas pada 2020. Bus tersebut nantinya akan digunakan di lima kota besar yang menerapkan skema buy the service Bus Rapid Transit (BRT).
“Mungkin di tahun 2021 tapi tentunya saya akan lakukan kajian skema apa yang tepat, salah satunya yang kita rencanakan melalui skema buy the service,” ujarnya.
Adapun lima kota besar yang akan menggunakan bus listrik tersebut adalah Palembang, Solo, Medan, Surabaya, dan Denpasar.
“Kemungkinan program buy the service kita akan kerja sama dengan operator, siapa operatornya itu dengan menggunakan kendaraan listrik seperti ini," jelasnya.
Komitmen Kemenhub mendukung transportasi massal ramah lingkungan ini ditunjukkan pula dengan target dalam dua bulan ke depan akan menyelesaikan aturan turunan dari peraturan presiden (perpres) No.55/2019 tentang percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle).
Sementara itu Direktur Teknik PT Mobil Anak Bangsa Bambang Tri Soepandji mengatakan, produksi bus listrik yang diproduksi mengikuti aturan atau regulasi dari pemerintah.
Bus sepanjang 13 meter dengan berat 16 ton ini memiliki kapasitas sekitar 50 penumpang. Dengan daya tahan selama dua hari jika diisi daya (charger) maksimum 2-2,5 jam.
“Bus listrik sudah kita ujicoba pergi-pulang Jakarta-Yogyakarta atau maksimal bisa menjangkau hingga 260 kilometer, dan hasil akhirnya cukup memuaskan,” ujarnya.
Biaya perawatan bus listrik dinilai relatif lebih murah dari bus konvensional. Namun, harganya hampir dua kali lipat dari bus TransJakarta low entry yang sekitar Rp2 miliar atau hampir mencapai Rp4 miliar.
"Komponen baterai dan sistem elektroniknya memang masih mahal, sekitar 55-60% dari total harga jualnya. Namun, dengan adanya kebijakan fiskal dan non-fiskal yang mendukung operasionalnya, tarif per penumpangnya bisa sama dengan tarif bus konvensional,” pungkas Budi Setiyadi.
Sebagai informasi Bus listrik PT MAB telah lolos uji tipe sejak dua bulan silam. Saat ini pemesan bus listrik ini sudah ramai diantaranya dari Perum Damri, PPD, TransJakarta, Garuda Indonesia serta pihak swasta.
(ind)