Stop Subsidi Pajak SBN Global, Alihkan untuk Anggaran Kesehatan Rakyat
A
A
A
JAKARTA - Ketika pemerintah kesulitan mengatasi defisit BPJS Kesehatan, lembaga riset Sigma Phi menilai pemerintah keliru mempertahankan subsidi pajak atas bunga surat berharga negara (SBN) global yang dikuasai investor asing. Sigma Phi merekomendasikan kebijakan tersebut dihentikan mulai APBN 2020, dan merealokasikan dana subsidi tadi untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.
"Dengan demikian, pemerintah tidak perlu menaikkan iuran BPJS Kesehatan," terang Direktur Sigma Phi, Muhammad Islam, dalam keterangan resmi, Rabu (4/9/2019).
Pertimbangan lainnya, subsidi pajak tersebut tidak membuat SBN global dapat bersaing dengan negara-negara peer seperti Filipina dan India. "Suku bunga obligasi global pemerintah tidak lebih rendah dari obligasi global pemerintah Filipina dan India," ujarnya.
Per 30 Agustus 2019, suku bunga (yield) obligasi pemerintah Indonesia dengan jangka waktu 10 tahun sebesar 7,35% per tahun, sementara India sebesar 6,56% dan Filipina 4,43%.
Padahal ketiga negara ini memiliki peringkat kredit (credit rating) yang tidak jauh berbeda. Dibandingkan dengan India, peringkat kredit Indonesia lebih baik. Sehingga seharusnya suku bunga obligasi Indonesia lebih rendah dari India. Namun justru bunga obligasi pemerintah Indonesia lebih tinggi dari India.
Selain itu, Filipina dan India tidak memberikan subsidi pajak atas bunga obligasi global. Kedua negara masing-masing mengenakan pajak atas bunga obligasi global pemerintah masing-masing sebesar 20% atau 30% (Filipina) dan 5% atau 20% (India).
Data yang didapatkan Sigma Phi, total dana subsidi atas pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi global pemerintah mencapai Rp70 triliun, sejak kebijakan subsidi ini berlaku pada 2009 hingga 2019.
Pada 2017 dan 2018, dana subsidi tersebut masing-masing sebesar Rp8,93 triliun dan Rp10,11 triliun. Pada 2017, dana subsidi untuk investor portofolio asing ini menjadi terbesar kedua dari total subsidi yang ditanggung pemerintah (DTP) tahun 2017, dan lebih besar dari dana untuk kredit program (Kredit Usaha Rakyat) tahun 2017 sebesar Rp3,17 trilun.
Tahun 2018, subsidi PPh atas bunga global bond pemerintah menjadi terbesar ketiga dari total subsidi ditanggung pemerintah, sedikit di bawah dana kredit program (Kredit Usaha Rakyat) tahun 2018 yang sebesar Rp11,59 triliun.
Dibandingkan pos anggaran untuk kesejahteraan masyarakat, subsidi pajak untuk para investor global tersebut lebih besar dibandingkan pos anggaran Program Indonesia Pintar (Rp8,9 triliun pada anggaran 2017 dan 2018), dan anggaran Otonomi Khusus Provinsi Aceh (Rp8 triliun masing-masing di 2017 dan 2018), dana Otonomi Khusus Papua (Rp5,6 triliun masing-masing pada 2017 dan 2018) dan Papua Barat (Rp2,4 triliun masing-masing pada 2017 dan 2018).
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar APBN harus fokus dan tepat sasaran. "Daripada memberikan subsidi bagi kaum the have atau orang-orang kaya asing pemilik obligasi pemerintah, sebaiknya anggarannya digunakan seluas-seluasnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia," kata Analis Sigma Phi, Muhammad Nalar.
Sigma Phi meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menghentikan alokasi subsidi tersebut pada APBN 2020. "Lebih baik dana tersebut dimanfaatkan untuk alokasi anggaran kesehatan rakyat, sesuai Pasal 23 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan penggunaan anggaran negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," tambah Nalar.
"Dengan demikian, pemerintah tidak perlu menaikkan iuran BPJS Kesehatan," terang Direktur Sigma Phi, Muhammad Islam, dalam keterangan resmi, Rabu (4/9/2019).
Pertimbangan lainnya, subsidi pajak tersebut tidak membuat SBN global dapat bersaing dengan negara-negara peer seperti Filipina dan India. "Suku bunga obligasi global pemerintah tidak lebih rendah dari obligasi global pemerintah Filipina dan India," ujarnya.
Per 30 Agustus 2019, suku bunga (yield) obligasi pemerintah Indonesia dengan jangka waktu 10 tahun sebesar 7,35% per tahun, sementara India sebesar 6,56% dan Filipina 4,43%.
Padahal ketiga negara ini memiliki peringkat kredit (credit rating) yang tidak jauh berbeda. Dibandingkan dengan India, peringkat kredit Indonesia lebih baik. Sehingga seharusnya suku bunga obligasi Indonesia lebih rendah dari India. Namun justru bunga obligasi pemerintah Indonesia lebih tinggi dari India.
Selain itu, Filipina dan India tidak memberikan subsidi pajak atas bunga obligasi global. Kedua negara masing-masing mengenakan pajak atas bunga obligasi global pemerintah masing-masing sebesar 20% atau 30% (Filipina) dan 5% atau 20% (India).
Data yang didapatkan Sigma Phi, total dana subsidi atas pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi global pemerintah mencapai Rp70 triliun, sejak kebijakan subsidi ini berlaku pada 2009 hingga 2019.
Pada 2017 dan 2018, dana subsidi tersebut masing-masing sebesar Rp8,93 triliun dan Rp10,11 triliun. Pada 2017, dana subsidi untuk investor portofolio asing ini menjadi terbesar kedua dari total subsidi yang ditanggung pemerintah (DTP) tahun 2017, dan lebih besar dari dana untuk kredit program (Kredit Usaha Rakyat) tahun 2017 sebesar Rp3,17 trilun.
Tahun 2018, subsidi PPh atas bunga global bond pemerintah menjadi terbesar ketiga dari total subsidi ditanggung pemerintah, sedikit di bawah dana kredit program (Kredit Usaha Rakyat) tahun 2018 yang sebesar Rp11,59 triliun.
Dibandingkan pos anggaran untuk kesejahteraan masyarakat, subsidi pajak untuk para investor global tersebut lebih besar dibandingkan pos anggaran Program Indonesia Pintar (Rp8,9 triliun pada anggaran 2017 dan 2018), dan anggaran Otonomi Khusus Provinsi Aceh (Rp8 triliun masing-masing di 2017 dan 2018), dana Otonomi Khusus Papua (Rp5,6 triliun masing-masing pada 2017 dan 2018) dan Papua Barat (Rp2,4 triliun masing-masing pada 2017 dan 2018).
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar APBN harus fokus dan tepat sasaran. "Daripada memberikan subsidi bagi kaum the have atau orang-orang kaya asing pemilik obligasi pemerintah, sebaiknya anggarannya digunakan seluas-seluasnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia," kata Analis Sigma Phi, Muhammad Nalar.
Sigma Phi meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menghentikan alokasi subsidi tersebut pada APBN 2020. "Lebih baik dana tersebut dimanfaatkan untuk alokasi anggaran kesehatan rakyat, sesuai Pasal 23 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan penggunaan anggaran negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," tambah Nalar.
(ven)