Peluang TKA Berkerja di Indonesia Semakin Terbuka Lebar
A
A
A
JAKARTA - Peluang tenaga kerja asing (TKA) untuk berkarier di Indonesia semakin luas. Hal ini dimungkinkan setelah pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) membuka kesempatan lebih luas terhadap posisi yang bisa ditempati TKA. Kebijakan baru mengenai TKA tersebut termuat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No 228 Tahun 2019.
Dalam peraturan yang dibuat untuk menyempurnakan peraturan lama tersebut dimuat daftar jabatan-jabatan yang boleh diisi TKA. Jabatan-jabatan itu berada di bawah 18 sektor yang telah ditentukan pemerintah.
Sektor dimaksud adalah konstruksi, jasa pendidikan, bahan kimia, penjualan dan bengkel kendaraan bermotor, pergudangan, hiburan dan rekreasi, industri minuman, pengolahan limbah, industri tekstil, pakaian jadi, industri makanan, industri mesin, peternakan, penempatan tenaga kerja dalam negeri, furnitur, industri alas kaki, rokok, dan industri gula.
Di sektor pendidikan, misalnya. Pada Permenaker No 462 Tahun 2012 diatur jabatan di sektor pendidikan hanya memuat daftar 77 jabatan untuk TKA, tetapi pada Permenaker 229 Tahun 2019 terdapat 143 jenis jabatan yang diatur. Begitu pun di sektor konstruksi.
Pada permenaker baru ada sebanyak 181 posisi yang diperbolehkan untuk TKA, padahal pada Permenaker No KEP 247/MEN/X/2011 jabatan pekerja asing di bidang konstruksi yang diperbolehkan hanya 68 jenis jabatan. Kebijakan memperluas jabatan yang bisa diduduki TKA tentu menimbulkan pertanyaan.
Misalnya pertanyaannya apakah memang urgen mendatangkan TKA asing dan sebaliknya apakah jabatan dimaksud tidak bisa dikerjakan anak bangsa sendiri? Atau apakah peraturan itu sudah mempertimbangkan kenyataan masih banyak tenaga kerja di Tanah Air yang membutuhkan pekerjaan? Hingga kemarin Menteri Hanif Dhakiri belum bisa dimintai konfirmasi.
Begitu pun pejabat terkait di kementerian tersebut. Permenaker No 228 Tahun 2019 itu sendiri sudah resmi dirilis dan sudah beredar di publik. ”Prinsipnya kita akan minta pemerintah memberikan penjelasan dalam beberapa waktu ke depan setelah kita melihat bagaimana respon masyarakat terkait hal ini. Kita belum pernah ada rapat soal ini dengan Menaker (Hanif Dhakiri),” ujar Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf.
Dia mengaku belum memahami kebijakan pemerintah memperluas posisi yang bisa ditempati TKA karena pihak Kemenaker belum pernah membahas dengan Komisi IX DPR. Namun dia mengaku permenaker memang domain pemerintah.
Politikus berlatar artis itu mempertanyakan apakah langkah Kemenaker tersebut terkait dengan upaya Presiden Joko Widodo yang ingin memasukkan investasi sebesar-besarnya ke Indonesia. Pada kondisi demikian biasanya ada negara investor yang meminta persyaratan harus memasukkan SDM-nya untuk pekerjaan bidang tertentu.
"Tentu kita akan memanggil menteri, meminta penjelasan hal ini. Itu sudah pasti. Apa argumentasinya? Apa alasannya? Tapi kalau kita langsung menolak sesuatu peraturan yang belum berjalan, memang belum pas kecuali kalau sudah berjalan, merugikan rakyat Indonesia, baru kita akan minta itu untuk ditinjau, diperbaiki," urainya.
Dede Yusuf lantas menuturkan, di era ASEAN Free Trade Area (AFTA) saat ini, pemerintah memang memiliki perjanjian untuk perdagangan, investasi, dan jasa yang membebaskan negara lain masuk ke Indonesia. Sebaliknya Indonesia bisa ke negara lain.
"Artinya itu sesuatu yang memang tidak bisa dihindari karena itu perjanjian antarnegara. Nah, masalahnya adalah kami akan melihat apakah posisi (permenaker) itu seperti menghalangi orang Indonesia bekerja? Kalau menghalangi orang Indonesia bekerja ya tentu kita akan tegur, tetapi kalau Indonesia bisa masuk juga, artinya sama-sama bersaing. Kan ini era kompetisi," tuturnya.
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mendesak pemerintah mempertimbangkan kembali kehadiran Kepmenaker ini dengan mengacu dan tunduk pada Pasal 42–49 UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 serta mempertimbangkan kondisi angkatan kerja dan pengangguran terbuka saat ini.
Ketua Departemen Lobi dan Humas KSBSI Andy William Sinaga mengingatkan, Pasal 45 UU Ketenagakerjaan yang mewajibkan adanya tenaga kerja pendamping sebagai bentuk alih teknologi tentu tidak akan dilakukan oleh TKA karena jabatan dan pekerjaan yang disebut di Kepmenaker ini tidak dalam proses alih teknologi.
“Jabatan dan pekerjaan yang disebut oleh Kepmenaker ini merupakan pekerjaan teknis yang memang tidak ada unsur alih teknologinya dan pastinya sangat bisa dilakukan oleh tenaga kerja kita,” katanya.
Dia lantas menandaskan, Kepmenaker ini juga akan menjadi tantangan dan ancaman bagi tenaga kerja lokal. Sebab pengusaha asing akan lebih senang menggunakan TKA karena tidak ada TKA yang menjadi pekerja tetap yang bila di-PHK akan diberi pesangon atau penghargaan masa kerja dan penggantian hak seperti yang diatur dalam Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4) UU Ketenagakerjaan.
“TKA hanya akan diikat oleh perjanjian kerja waktu tertentu yang memastikan perusahaan akan dengan mudah merekrut dan mem-PHK-nya. Kehadiran Kepmenaker ini menjadi sarana untuk membawa lebih banyak TKA yang memang pasar kerja di negaranya sudah jenuh sehingga Indonesia dijadikan sasaran penempatan TKA,” sebutnya.
Dari pihak pengusaha, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto mengingatkan, semakin dibukanya posisi atau jabatan tertentu pada tenaga kerja asing juga harus diwaspadai dari sisi sejauh mana pemerintah membuka investasi asing di dalam negeri.
Jika pemerintah menarik investor asing dalam rangka menggairahkan perekonomian nasional justru harus disambut baik. Namun dia menggariskan perlunya aturan main yang jelas. “Sebab kita ada sektor-sektor strategis yang harus dijaga juga kedaulatannya. Misalnya sektor pelayaran melalui asas cabotage. Tentu begitu juga dengan sektor strategis lainnya,” ujar dia.
Dia lantas menandaskan, semakin besarnya jabatan atau posisi tenaga kerja asing yang dibuka pemerintah melalui aturan ketenagakerjaan di Indonesia menunjukkan tingkat kompetensi atau keahlian tenaga kerja di dalam negeri masih harus ditambah, terutama bagi tenaga kerja yang memerlukan keahlian khusus.
“Ada banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya program pemerintah melalui pendidikan vokasi yang belum lama ini digencarkan. Tapi pendidikan vokasi ini output-nya juga harus tepat sasaran atau sesuai dengan bidang kerjanya ketika keluar nanti,” katanya.
Menurut dia, SDM dengan keahlian untuk bidang tertentu sebenarnya banyak tersedia di dalam negeri. Namun keahlian tertentu tersebut juga harus mendapatkan rekomendasi atau sertifikasi dari lembaga-lembaga tertentu. “Nah saya kira ini juga yang harus dilihat pemerintah. Jangan sampai kita memberikan pelatihan atau menggelar vokasi, tapi sertifikasinya tidak sesuai,” ucapnya.
Sementara itu ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Pieter Abdullah juga mengingatkan, menumbuhkan investasi asing di dalam negeri harus diselesaikan dengan penyelesaian hambatan investasi itu sendiri. Menurut dia, selama ini hambatan investasi di dalam negeri banyak terlihat pada proses birokrasi dan persoalan penyelesaian lahan.
“Perbaiki koordinasi pusat-daerah, perbaiki tata kelola pertanahan, perbaiki kebijakan perburuhan, serta perbaiki sistem perizinan,” ujar dia. Pieter kemudian menuturkan, upaya pemerintah menarik investasi sudah cukup bagus. Mulai dari perbaikan perizinan (online single submission/OSS) hingga pemberian insentif pajak mulai dari tax holiday hingga tax allowance.
“Pemerintah sudah melakukan cukup banyak untuk menarik investasi mulai dari perbaikan perizinan (yaitu dengan OSS) hingga pemberian berbagai insentif pajak (tax holiday dan tax allowance). Indonesia sudah sangat menarik bagi investor,” ucapnya.
Namun di sisi lain ada juga faktor lain yang menjadi kendala, yaitu belum konsistennya kebijakan pemerintah yang mempermudah masuknya investasi. “Di antara yang paling menonjol adalah belum baiknya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah,’’ sebutnya.
Dalam peraturan yang dibuat untuk menyempurnakan peraturan lama tersebut dimuat daftar jabatan-jabatan yang boleh diisi TKA. Jabatan-jabatan itu berada di bawah 18 sektor yang telah ditentukan pemerintah.
Sektor dimaksud adalah konstruksi, jasa pendidikan, bahan kimia, penjualan dan bengkel kendaraan bermotor, pergudangan, hiburan dan rekreasi, industri minuman, pengolahan limbah, industri tekstil, pakaian jadi, industri makanan, industri mesin, peternakan, penempatan tenaga kerja dalam negeri, furnitur, industri alas kaki, rokok, dan industri gula.
Di sektor pendidikan, misalnya. Pada Permenaker No 462 Tahun 2012 diatur jabatan di sektor pendidikan hanya memuat daftar 77 jabatan untuk TKA, tetapi pada Permenaker 229 Tahun 2019 terdapat 143 jenis jabatan yang diatur. Begitu pun di sektor konstruksi.
Pada permenaker baru ada sebanyak 181 posisi yang diperbolehkan untuk TKA, padahal pada Permenaker No KEP 247/MEN/X/2011 jabatan pekerja asing di bidang konstruksi yang diperbolehkan hanya 68 jenis jabatan. Kebijakan memperluas jabatan yang bisa diduduki TKA tentu menimbulkan pertanyaan.
Misalnya pertanyaannya apakah memang urgen mendatangkan TKA asing dan sebaliknya apakah jabatan dimaksud tidak bisa dikerjakan anak bangsa sendiri? Atau apakah peraturan itu sudah mempertimbangkan kenyataan masih banyak tenaga kerja di Tanah Air yang membutuhkan pekerjaan? Hingga kemarin Menteri Hanif Dhakiri belum bisa dimintai konfirmasi.
Begitu pun pejabat terkait di kementerian tersebut. Permenaker No 228 Tahun 2019 itu sendiri sudah resmi dirilis dan sudah beredar di publik. ”Prinsipnya kita akan minta pemerintah memberikan penjelasan dalam beberapa waktu ke depan setelah kita melihat bagaimana respon masyarakat terkait hal ini. Kita belum pernah ada rapat soal ini dengan Menaker (Hanif Dhakiri),” ujar Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf.
Dia mengaku belum memahami kebijakan pemerintah memperluas posisi yang bisa ditempati TKA karena pihak Kemenaker belum pernah membahas dengan Komisi IX DPR. Namun dia mengaku permenaker memang domain pemerintah.
Politikus berlatar artis itu mempertanyakan apakah langkah Kemenaker tersebut terkait dengan upaya Presiden Joko Widodo yang ingin memasukkan investasi sebesar-besarnya ke Indonesia. Pada kondisi demikian biasanya ada negara investor yang meminta persyaratan harus memasukkan SDM-nya untuk pekerjaan bidang tertentu.
"Tentu kita akan memanggil menteri, meminta penjelasan hal ini. Itu sudah pasti. Apa argumentasinya? Apa alasannya? Tapi kalau kita langsung menolak sesuatu peraturan yang belum berjalan, memang belum pas kecuali kalau sudah berjalan, merugikan rakyat Indonesia, baru kita akan minta itu untuk ditinjau, diperbaiki," urainya.
Dede Yusuf lantas menuturkan, di era ASEAN Free Trade Area (AFTA) saat ini, pemerintah memang memiliki perjanjian untuk perdagangan, investasi, dan jasa yang membebaskan negara lain masuk ke Indonesia. Sebaliknya Indonesia bisa ke negara lain.
"Artinya itu sesuatu yang memang tidak bisa dihindari karena itu perjanjian antarnegara. Nah, masalahnya adalah kami akan melihat apakah posisi (permenaker) itu seperti menghalangi orang Indonesia bekerja? Kalau menghalangi orang Indonesia bekerja ya tentu kita akan tegur, tetapi kalau Indonesia bisa masuk juga, artinya sama-sama bersaing. Kan ini era kompetisi," tuturnya.
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mendesak pemerintah mempertimbangkan kembali kehadiran Kepmenaker ini dengan mengacu dan tunduk pada Pasal 42–49 UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 serta mempertimbangkan kondisi angkatan kerja dan pengangguran terbuka saat ini.
Ketua Departemen Lobi dan Humas KSBSI Andy William Sinaga mengingatkan, Pasal 45 UU Ketenagakerjaan yang mewajibkan adanya tenaga kerja pendamping sebagai bentuk alih teknologi tentu tidak akan dilakukan oleh TKA karena jabatan dan pekerjaan yang disebut di Kepmenaker ini tidak dalam proses alih teknologi.
“Jabatan dan pekerjaan yang disebut oleh Kepmenaker ini merupakan pekerjaan teknis yang memang tidak ada unsur alih teknologinya dan pastinya sangat bisa dilakukan oleh tenaga kerja kita,” katanya.
Dia lantas menandaskan, Kepmenaker ini juga akan menjadi tantangan dan ancaman bagi tenaga kerja lokal. Sebab pengusaha asing akan lebih senang menggunakan TKA karena tidak ada TKA yang menjadi pekerja tetap yang bila di-PHK akan diberi pesangon atau penghargaan masa kerja dan penggantian hak seperti yang diatur dalam Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4) UU Ketenagakerjaan.
“TKA hanya akan diikat oleh perjanjian kerja waktu tertentu yang memastikan perusahaan akan dengan mudah merekrut dan mem-PHK-nya. Kehadiran Kepmenaker ini menjadi sarana untuk membawa lebih banyak TKA yang memang pasar kerja di negaranya sudah jenuh sehingga Indonesia dijadikan sasaran penempatan TKA,” sebutnya.
Dari pihak pengusaha, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto mengingatkan, semakin dibukanya posisi atau jabatan tertentu pada tenaga kerja asing juga harus diwaspadai dari sisi sejauh mana pemerintah membuka investasi asing di dalam negeri.
Jika pemerintah menarik investor asing dalam rangka menggairahkan perekonomian nasional justru harus disambut baik. Namun dia menggariskan perlunya aturan main yang jelas. “Sebab kita ada sektor-sektor strategis yang harus dijaga juga kedaulatannya. Misalnya sektor pelayaran melalui asas cabotage. Tentu begitu juga dengan sektor strategis lainnya,” ujar dia.
Dia lantas menandaskan, semakin besarnya jabatan atau posisi tenaga kerja asing yang dibuka pemerintah melalui aturan ketenagakerjaan di Indonesia menunjukkan tingkat kompetensi atau keahlian tenaga kerja di dalam negeri masih harus ditambah, terutama bagi tenaga kerja yang memerlukan keahlian khusus.
“Ada banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya program pemerintah melalui pendidikan vokasi yang belum lama ini digencarkan. Tapi pendidikan vokasi ini output-nya juga harus tepat sasaran atau sesuai dengan bidang kerjanya ketika keluar nanti,” katanya.
Menurut dia, SDM dengan keahlian untuk bidang tertentu sebenarnya banyak tersedia di dalam negeri. Namun keahlian tertentu tersebut juga harus mendapatkan rekomendasi atau sertifikasi dari lembaga-lembaga tertentu. “Nah saya kira ini juga yang harus dilihat pemerintah. Jangan sampai kita memberikan pelatihan atau menggelar vokasi, tapi sertifikasinya tidak sesuai,” ucapnya.
Sementara itu ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Pieter Abdullah juga mengingatkan, menumbuhkan investasi asing di dalam negeri harus diselesaikan dengan penyelesaian hambatan investasi itu sendiri. Menurut dia, selama ini hambatan investasi di dalam negeri banyak terlihat pada proses birokrasi dan persoalan penyelesaian lahan.
“Perbaiki koordinasi pusat-daerah, perbaiki tata kelola pertanahan, perbaiki kebijakan perburuhan, serta perbaiki sistem perizinan,” ujar dia. Pieter kemudian menuturkan, upaya pemerintah menarik investasi sudah cukup bagus. Mulai dari perbaikan perizinan (online single submission/OSS) hingga pemberian insentif pajak mulai dari tax holiday hingga tax allowance.
“Pemerintah sudah melakukan cukup banyak untuk menarik investasi mulai dari perbaikan perizinan (yaitu dengan OSS) hingga pemberian berbagai insentif pajak (tax holiday dan tax allowance). Indonesia sudah sangat menarik bagi investor,” ucapnya.
Namun di sisi lain ada juga faktor lain yang menjadi kendala, yaitu belum konsistennya kebijakan pemerintah yang mempermudah masuknya investasi. “Di antara yang paling menonjol adalah belum baiknya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah,’’ sebutnya.
(don)