Kemenkes Dorong Sinergi Asuransi Swasta dengan JKN
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) siap mendorong kontribusi industri asuransi swasta dalam koordinasi manfaat atau Coordination of Benefit (COB) dan bersinergi dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Untuk itu, Kemenkes siap mendorong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 141/2018 untuk bersinergi dengan pelaku asuransi nasional.
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes Kalsum Komaryani mengatakan pihaknya akan menginisiasi revisi regulasi tersebut kepada Kemenkeu. Bahkan, awal tahun ini sudah dilakukan diskusi atau FGD untuk pembahasan.
"Nanti setelah masalah defisit selesai, kita akan tingkatkan skema koordinasi manfaat. Ini daya tarik khususnya buat yang belum bergabung. Kita juga waspada dengan duplikasi data. Harapannya asuransi swasta tumbuh bersama JKN," ujar Kalsum di sela-sela ajang penghargaan 'Indonesia Best Insurance Award 2019' di Jakarta, Jumat (13/9/2019).
PMK 141/2018 merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden no 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pasal 54 Perpres 82/2018 mengamanatkan ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi antar penyelenggara jaminan diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Aturan tersebut merupakan pedoman dalam pelaksanaan koordinasi pemberian manfaat pelayanan kesehatan antar penyelenggara jaminan yakni BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), PT Jasa Raharja (Persero), dan penyelenggara jaminan lain yang memberikan manfaat pelayanan kesehatan.
"Sinergisme yang dilakukan masih terbatas yang kaitannya kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja. Tapi belum diatur untuk asuransi swasta," ujarnya.
Dia mengungkapkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah mengubah komposisi skema pembiayaan. Pihaknya mencatat persentase skema pengeluaran dari kantong rumah tangga cenderung menurun.
Sementara itu nilai pembiayaan belanja kesehatan Indonesia dari waktu ke waktu terlihat meningkat, terutama dari 2010 hingga 2017. Jika pada 2010 tercatat belanja kesehatan Rp211,2 triliun maka pada 2017 sudah mencapai Rp436,5 triliun.
"Itu tandanya masyarakat membelanjakan uang untuk pelayanan kesehatan dan mungkin salah satunya untuk membayar premi asuransi kesehatan," katanya.
Kalsum menambahkan, kondisi penjaminan kesehatan di Indonesia saat ini masih didominasi dari program JKN. Bisa dikatakan JKN sebagai perusahaan asuransi terbesar karena program tersebut memiliki nasabah sebanyak 223 juta jiwa atau sudah 84% dari seluruh penduduk Indonesia.
"Memang ini juga bersinggungan dengan asuransi swasta karena memang dimungkinkan untuk itu. Tapi masih ada juga masyarakat yang belum tersentuh program JKN," ucapnya.
Dia menjelaskan besarnya jumlah peserta dari JKN lantaran memang ada kewajiban ikut program tersebut sejalan dengan kehadiran Undang-Undang No 40 Tahun 2004. Sedangkan kebijakan pembangunan kesehatan di Indonesia akan mengikuti RPJMN yang dilakukan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
"Pembangunan kesehatan mengikuti dari RPJMN lima tahun dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Namun sekarang masih tahap persiapan infrastruktur termasuk mutu kesehatan. Ini juga berarti lebih banyak kegiatan kuratif dan rehabilitatif termasuk produk dari asuransi kesehatan swasta," ujarnya.
Dalam acara Indonesia Best Insurance Award 2019 ini, pemberian apresiasi diberikan kepada perusahaan asuransi berdasarkan kinerja keuangan, inovasi produk dan jasa, keterbukaan informasi tata kelola perusahaan, serta pemilihan CEO terbaik berdasarkan keunggulan yang dimiliki selama tahun 2018.
Untuk penilaian dalam apresiasi ini, tim riset Warta Ekonomi melakukan dua pendekatan yaitu desk research dan juga media monitoring. Desk research dilakukan untuk melakukan analisa kondisi keuangan dari masing-masing perusahaan asuransi, baik jiwa ataupun umum serta perusahaan reasuransi. Performa keuangan dari setiap perusahaan akan menjadi seleksi awal dari penentuan daftar kandidat perusahaan terbaik.
Untuk itu, Kemenkes siap mendorong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 141/2018 untuk bersinergi dengan pelaku asuransi nasional.
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes Kalsum Komaryani mengatakan pihaknya akan menginisiasi revisi regulasi tersebut kepada Kemenkeu. Bahkan, awal tahun ini sudah dilakukan diskusi atau FGD untuk pembahasan.
"Nanti setelah masalah defisit selesai, kita akan tingkatkan skema koordinasi manfaat. Ini daya tarik khususnya buat yang belum bergabung. Kita juga waspada dengan duplikasi data. Harapannya asuransi swasta tumbuh bersama JKN," ujar Kalsum di sela-sela ajang penghargaan 'Indonesia Best Insurance Award 2019' di Jakarta, Jumat (13/9/2019).
PMK 141/2018 merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden no 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pasal 54 Perpres 82/2018 mengamanatkan ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi antar penyelenggara jaminan diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Aturan tersebut merupakan pedoman dalam pelaksanaan koordinasi pemberian manfaat pelayanan kesehatan antar penyelenggara jaminan yakni BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), PT Jasa Raharja (Persero), dan penyelenggara jaminan lain yang memberikan manfaat pelayanan kesehatan.
"Sinergisme yang dilakukan masih terbatas yang kaitannya kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja. Tapi belum diatur untuk asuransi swasta," ujarnya.
Dia mengungkapkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah mengubah komposisi skema pembiayaan. Pihaknya mencatat persentase skema pengeluaran dari kantong rumah tangga cenderung menurun.
Sementara itu nilai pembiayaan belanja kesehatan Indonesia dari waktu ke waktu terlihat meningkat, terutama dari 2010 hingga 2017. Jika pada 2010 tercatat belanja kesehatan Rp211,2 triliun maka pada 2017 sudah mencapai Rp436,5 triliun.
"Itu tandanya masyarakat membelanjakan uang untuk pelayanan kesehatan dan mungkin salah satunya untuk membayar premi asuransi kesehatan," katanya.
Kalsum menambahkan, kondisi penjaminan kesehatan di Indonesia saat ini masih didominasi dari program JKN. Bisa dikatakan JKN sebagai perusahaan asuransi terbesar karena program tersebut memiliki nasabah sebanyak 223 juta jiwa atau sudah 84% dari seluruh penduduk Indonesia.
"Memang ini juga bersinggungan dengan asuransi swasta karena memang dimungkinkan untuk itu. Tapi masih ada juga masyarakat yang belum tersentuh program JKN," ucapnya.
Dia menjelaskan besarnya jumlah peserta dari JKN lantaran memang ada kewajiban ikut program tersebut sejalan dengan kehadiran Undang-Undang No 40 Tahun 2004. Sedangkan kebijakan pembangunan kesehatan di Indonesia akan mengikuti RPJMN yang dilakukan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
"Pembangunan kesehatan mengikuti dari RPJMN lima tahun dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Namun sekarang masih tahap persiapan infrastruktur termasuk mutu kesehatan. Ini juga berarti lebih banyak kegiatan kuratif dan rehabilitatif termasuk produk dari asuransi kesehatan swasta," ujarnya.
Dalam acara Indonesia Best Insurance Award 2019 ini, pemberian apresiasi diberikan kepada perusahaan asuransi berdasarkan kinerja keuangan, inovasi produk dan jasa, keterbukaan informasi tata kelola perusahaan, serta pemilihan CEO terbaik berdasarkan keunggulan yang dimiliki selama tahun 2018.
Untuk penilaian dalam apresiasi ini, tim riset Warta Ekonomi melakukan dua pendekatan yaitu desk research dan juga media monitoring. Desk research dilakukan untuk melakukan analisa kondisi keuangan dari masing-masing perusahaan asuransi, baik jiwa ataupun umum serta perusahaan reasuransi. Performa keuangan dari setiap perusahaan akan menjadi seleksi awal dari penentuan daftar kandidat perusahaan terbaik.
(ind)