Dorong Program Biodiesel 50%, Pengusaha Kosgoro: Saatnya Kurangi Impor BBM
A
A
A
JAKARTA - Implementasi program Biodiesel 50% yang diusung pemerintah, menurut Himpunan Pengusaha Kosgoro 1957 DKI menjadi momentum untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM. Hal ini disampaikan saat menggelar seminar mengenai rencana Pemerintah untuk mengimplementasi program B-50 Kelapa Sawit.
“Saat ini, hampir semua negara memiliki ketergantungan kepada minyak fossil fuel yang kita semua ketahui sebagai non-renewable dan juga merugikan kepada lingkungan. Ini adalah momen yang tepat untuk Indonesia menjadi negara yang Energy Independent melalui Sawit. Kita harus mengurangi ketergantungan kita terhadap Impor BBM," ujar Ketua Himpunan Pengusaha Kosgoro DKI, Syafi Djohan di Jakarta.
Lebih lanjut, Ia menekankan sudah saatnya Indonesia menjadi Energy Exportir dan bukan Energy Importir, karena telah dikaruniai dengan produk yang renewable dan sangat efisien, yaitu Sawit. “Menurut data pemerintah, ada sekitar 20 juta manusia yang hidupnya bergantung kepada industri sawit. Kami melihat adanya tantangan dari negara-negara barat yang diskriminatif menyikapi produk unggulan Indonesia," tambahnya
Sambung Syafi Djohan berharap, bahwa pemerintah bisa melindungi industri andalan yakni sawit dan juga mengambil langkah-langkah konkret untuk terus memajukan industri ini. Ia juga mengatakan dengan menerapkan program B-50, Indonesia bisa menghemat USD15 Miliar. Maka akan berdampak sangat signifikan terhadap Current Account Deficit (CAD) Indonesia yang saat ini berada di posisi USD25 Miliar.
“Jangan sampai Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, tetapi kuman di seberang lautan terlihat. Yang juga berarti, kita jangan hanya mencari investasi dari luar, tapi juga dari dalam negeri dan Indonesia harus investasi kepada masa depan sawit," tandasnya.
Seminar tersebut juga dihadiri oleh Ketua Umum PPK Kosgoro 1957 bapak Agung Laksono, Ketua PDK Kosgoro 1957 Bapak Haji Slamet Riyadi, Ketua Harian APROBI Bapak Paulus Tjakrawan, Direktur Eksekutif GAPKI Bapak Mukti Sardjono dan Rektor IBI Kosgoro 1957 Bapak Haswan Yunaz.
“Saat ini, hampir semua negara memiliki ketergantungan kepada minyak fossil fuel yang kita semua ketahui sebagai non-renewable dan juga merugikan kepada lingkungan. Ini adalah momen yang tepat untuk Indonesia menjadi negara yang Energy Independent melalui Sawit. Kita harus mengurangi ketergantungan kita terhadap Impor BBM," ujar Ketua Himpunan Pengusaha Kosgoro DKI, Syafi Djohan di Jakarta.
Lebih lanjut, Ia menekankan sudah saatnya Indonesia menjadi Energy Exportir dan bukan Energy Importir, karena telah dikaruniai dengan produk yang renewable dan sangat efisien, yaitu Sawit. “Menurut data pemerintah, ada sekitar 20 juta manusia yang hidupnya bergantung kepada industri sawit. Kami melihat adanya tantangan dari negara-negara barat yang diskriminatif menyikapi produk unggulan Indonesia," tambahnya
Sambung Syafi Djohan berharap, bahwa pemerintah bisa melindungi industri andalan yakni sawit dan juga mengambil langkah-langkah konkret untuk terus memajukan industri ini. Ia juga mengatakan dengan menerapkan program B-50, Indonesia bisa menghemat USD15 Miliar. Maka akan berdampak sangat signifikan terhadap Current Account Deficit (CAD) Indonesia yang saat ini berada di posisi USD25 Miliar.
“Jangan sampai Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, tetapi kuman di seberang lautan terlihat. Yang juga berarti, kita jangan hanya mencari investasi dari luar, tapi juga dari dalam negeri dan Indonesia harus investasi kepada masa depan sawit," tandasnya.
Seminar tersebut juga dihadiri oleh Ketua Umum PPK Kosgoro 1957 bapak Agung Laksono, Ketua PDK Kosgoro 1957 Bapak Haji Slamet Riyadi, Ketua Harian APROBI Bapak Paulus Tjakrawan, Direktur Eksekutif GAPKI Bapak Mukti Sardjono dan Rektor IBI Kosgoro 1957 Bapak Haswan Yunaz.
(akr)