Agar Sektor Pariwisata Terus Berkontribusi ke Perekonomian

Minggu, 15 September 2019 - 23:32 WIB
Agar Sektor Pariwisata...
Agar Sektor Pariwisata Terus Berkontribusi ke Perekonomian
A A A
PAGI itu suasana Terminal 2 Bandara Internasional Soekarno Hatta cukup lengang meskipun akhir pekan. Tak tampak antrean penumpang di counter check in maupun di gate pemeriksaan penumpang. Hembusan angin dari pendingin udara (air conditioner/AC) membuat udara di seluruh ruangan sangat dingin. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 07:00 WIB. “Mungkin ini efek dari bangun tidur terlalu pagi,”ujar Rochmad Purboyo setengah berkelakar.

Pagi itu pria yang bermukim di Depok, Jawa Barat itu hendak bepergian ke Medan, Sumatera Utara. Sejam kemudian terdengar pengumuman dari pengeras suara di terminal agar penumpang segera memasuki ruang tunggu. Pagi itu, Sabtu pekan lalu, Rochmad akan bertolak dengan penerbangan Citilink nomor QG914. Tepat pukul 08:45 WIB, pesawat Airbus 320 seri 200 itu melaju perlahan menuju landas pacu. “Makan kentang bersama darling, selamat datang di Citilink,”begitu kata pramugari menyapa seluruh penumpang. Di antara maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia, memang hanya Citilink yang menyambut penumpangnya dengan lantunan pantun yang lucu.

Namun, penerbangan saat itu berbeda dari biasanya. Tak ada lantunan pantun dari sang pilot di ruang kemudi. Setelah hampir satu setengah jam mengudara, pesawat terasa menurunkan ketinggian jelajahnya. Rohmad yang duduk di kursi 18 B terbangun dari tidurnya. “Diluar mendung sepertinya, semoga tiak hujan deras saat sampai tujuan nanti,’’katanya. Notifikasi agar penumpang mengencangkan sabuk pengaman sudah menyala, pramugari mengumumkan pesawat sudah bersiap landing.

Tetapi, tak ada air hujan menetes sedikitpun di bandara Kualanamu Medan. Seorang petugas ground handling mengatakan, sudah sepekan terakhir Medan dilanda kabut. Bukan dari gumpalan awan, namun berasal dari asap akibat kebakaran lahan di Pekanbaru, Provinsi Riau. “Biasa pak ada orang kaya bakar-bakar lahan. Mereka seenaknya saja tak tersentuh oleh hukum,”katanya setengah berkelakar.

Sembari berjalan menuju terminal kedatangan, Rochmad pun menyayangkan, kebakaran lahan yang kerap terjadi di kawasan Sumatera. “Pantas tadi tak ada pantun dari pilot, mungkin sedang berkonsentrasi,’’katanya.

Siang itu, di terminal kedatangan bandara Kualanamu cukup padat. Juga tampak di terminal keberangkatannya. Meskipun kabut asap terlihat tebal, layar monitor bandara tak menunjukkan ada jadwal penerbangan yang dibatalkan. “Penumpang tujuan Sibolga dipersilahkan naik ke pesawat,”begitu bunyi pengumuman yang disiarkan dari pengeras suara di terminal.

Sejurus kemudian Rochmad beserta rekan-rekannya teringat kejadian 22 tahun silam. Di bulan yang sama September, pada 1997, kota Medan diselimuti kabut asap tebal. Sejumlah penerbangan pun terganggu. Puncaknya, penerbangan Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan 152 mengalami kecelakaan.

Pesawat jenis Airbus A 300 seri B4 jatuh di Sibolangit, tak jauh dari kota Medan. Sebanyak 222 penumpang dan 12 awak tewas. Kecelakaan itu merupakan kecelakaan pesawat terburuk dalam sejarah penerbangan Indonesia. ‘’Semoga masalah kebakaran ini cepat diselesaikan,’’ujar Rochmad yang langsung diamini rakan-rekannya.

Mengganggu Kegiatan Pariwisata

Awalnya, Rochmad dan rekan-rekannya hendak berlibur ke kawasan Ekowisata Tangkahan, yang masuk ke dalam Taman Nasional (TN) Gunung Leuser. Tak hanya itu, rombongan juga akan melanjutkan wisata ke Bukit Lawang untuk melihat orang utan. Sayangnya, kondisi Medan dan sekitarnya dianggap tak memungkinkan. Alhasil, Purboyo dan rekan-rekannya hanya berkutat di dalam kota Medan, menikmati durian di kedai Ucok yang tersohor seantero negeri itu. ‘’Kita ke berwisata ke istana Maimun dan masjid raya saja,”katanya.

Pemerhati Kebijakan Publik Agus Wahyudin menilai, kejadian kebakaran lahan tersebut memberikan dampak kepada pariwisata nasional. Jika tidak segera terselesaikan dikhawatirkan akan mengganggu roda perekonomian, takhanya di kawasan Sumatera, namun juga nasional. ‘’Sebab, pariwisata menjadi salah satu sumber penggerak perekonomian nasional,”ujarnya kepada SINDOnews,com Minggu (15/9/2019).

Apalagi, Sumatera memiliki banyak obyek wisata yang tak hanya menarik minat wisatawan domestik tapi juga internasional. Seperti Danau Toba, Taman Wisata Buluh Cina dan banyak lainnya. “Dampak ekonominya sangat besar, karena itu pemerintah harus segera menyelesaikan persoalan ini,’’paparnya.

Peranan sektor pariwisata nasional memiliki arti yang semakin penting. Hal ini sejalan dengan kontribusi yang diberikan sektor ini melalui penerimaan devisa. Juga bagi pendapatan daerah, dan pengembangan wilayah. Tak hanya itu, sector pariwisata juga mampu menyerap investasi dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat

Mengutip Buku Saku Kementerian Pariwisata (2016), kontribusi sektor pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pernah menembus angka 9% atau setara Rp 946,09 triliun pada 2014. Namun, pada 2018 hanya menyumbang masih berkisar 5,8% terhadap PDB. “Pertumbuhan sektor pariwisata harus terus ditingkatkan. Karena itulah masalah-masalah seperti kebakaran lahan ini harus dicarikan solusinya agar tidak terulang,”sebutnya.

Dalam catatan Kementerian Pariwisata, sektor pariwisata mampu memberikan multiplier effect ke sektor lainnya. Seperti transportasi, perhotelan, dan lainnya. Sehingga secara tidak langsung mampu mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih luas.

Masih dari catatan Kementerian Pariwisata, RPJMN 2015-2019 telah menjadikan akselerasi pertumbuhan pariwisata sebagai salah satu strategi dari akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah membuat rencana program pembangunan pariwisata yang dilakukan dengan berbagai strategi seperti pengembangan pasar wisatawan, pengembangan citra pariwisata, pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata, dan pengembangan promosi pariwisata.

Semua strategi tersebut dilakukan agar sasaran pertumbuhan pariwisata tercapai. Sasaran pembangunan pariwisata adalah meningkatnya usaha lokal dalam bisnis pariwisata dan semakin banyaknya jumlah tenaga kerja lokal yang tersertifikasi.

Menggerakkan Roda Perekonomian

Hasil penelitian mengenai “Kajian Awal Dampak Sektor Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia” yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM-FEBUI) bekerja sama dengan Asdep Industri dan Regulasi Pariwisata, Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan, Kementerian Pariwisata menyebutkan, kontribusi sektor pariwisata dalam perekonomian dapat di identifikasi melalui aktivitas wisatawan.

Wisatawan yang datang menghabiskan sejumlah besar uang mulai dari pengeluaran transportasi hingga untuk membeli produk/jasa di daerah tujuan wisata, seperti akomodasi, makanan dan minuman, cenderamata, kegiatan rekreasi dan sebagainya. Hal ini menghasilkan efek langsung pada bisnis dan ekonomi yang dapat diukur dari pendapatan. ‘’Nah, jika ada kejadian seperti kebakaran lahan di Sumatera, tentu aktivitas wisatawan akan terganggu,’’paparnya.

Agar sektor pariwisata memberikan kontribusi maksimal terhadap perekonomian Negara, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menilai, perlu keterlibatan semua pemangku kepentingan. ‘’Jangan hanya dibebankan kepada pemerintah pusat saja,’’katanya.

Dari data Kementerian Pariwisata, investasi di sektor ini sebagian besar investasi pariwisata adalah investasi asing. Proporsi penanaman modal asing (PMA) adalah sebesar 77%. Rata-rata Pertumbuhan investasi sektor pariwisata 2015-2017 adalah sebesar 35,5%. Besaran penanaman modal asing dominan berasal dari Singapura dengan proporsi sebesar 39%, kemudian Hongkong sebesar 12,2%, British Virgin Island 10,2%, Korea Selatan 3,8%, dan Jepang 3,5%.

Lokasi-lokasi penanaman modal masih terbatas pada beberapa daerah saja. Dalam 3 tahun terakhir (2015-2017), 55% investasi direalisasikan di Jakarta, Bali, dan Jawa Barat. Pemerintah ingin mendorong investasi di “10 Bali Baru”. Nilai realisasi investasi di 10 Destinasi Pariwisata Prioritas mencapai Rp28,51 triliun atau sekitar 42,5% dari total realisasi investasi sektor pariwisata pada kurun waktu Tahun 2015 – 2018 (hingga semester I). Realisasi terbesar pada Provinsi DKI Jakarta (Rp17,2 triliun), Jawa Timur (Rp2,5 triliun) dan Nusa Tenggara Barat (Rp2,3 triliun).

“Potensi kita sangat besar dan bisa bersaing dengan negara lain. Asalkan memperhatikan kualitas tidak hanya kuantitas wisatawan,’’katanya. Sebab, selama ini, banyak wisatawan bag packer yang melancong ke Negara-negara Asean dengan ujumlah besar. Selain itu beberapa hal yang menjadi tantangan adalah masalah safety and security, healthy and hygiene, tourism information, dan environment sustainability. ‘’Ini juga harus diperhatikan,”tutupnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0822 seconds (0.1#10.140)