Semester I/2019, Ekspor Industri Batik Capai Rp251,86 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Industri batik di dalam negeri selama ini telah berperan besar dalam mendorong perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari kontribusinya melalui capaian nilai ekspor dan serapan tenaga kerja yang cukup banyak.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, nilai ekspor dari industri batik nasional pada semester I/2019 mencapai USD17,99 juta (sekitar Rp251,86 miliar). Sementara itu, sepanjang tahun 2018, tembus hingga USD52,44 juta. Negara tujuan utama pengapalannya antara lain ke Jepang, Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Selanjutnya, industri batik yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini tersebar di 101 sentra di Indonesia, dengan jumlah sebanyak 47.000 unit usaha dan telah menyerap tenaga kerja lebih dari 200.000 orang.
"Oleh karena itu, sesuai yang disampaikan Presiden Joko Widodo, kita harus berani mengenalkan batik kepada masyarakat dunia, dan menjadikan batik sebagai duta budaya Indonesia pada acara-acara internasional," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Menurut Menperin, upaya tersebut akan memacu semangat para perajin dan pelaku industrinya untuk terus mengembangkan batik nusantara, sehingga bisa lebih kreatif dan inovatif. "Batik merupakan high fashionyang nilai tambahnya tinggi, bukan lagi sebagai komoditas. Maka itu, ekspor dari industri ini terus kami dorong. Apalagi, sekarang Wastra Nusantara semakin beragam dan telah diminati konsumen global," paparnya.
Batik merupakan warisan budaya tak benda asli Indonesia yang dikukuhkan oleh UNESCO dalam Representative List of The Intangible Cultural Heritage of Humanity di Abu Dhabi pada 2 Oktober 2009 lalu. Sejak saat itu, tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional.
Seiring bergulirnya era revolusi industri 4.0, yang memunculkan berbagai teknologi canggih, dinilai akan membuat dunia batik nasional semakin kompetitif ke depannya. Untuk itu, dibutuhkan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga dan melestarikan karya bangsa tersebut.
"Contohnya, bisa dengan memulai pendekatan kepada generasi muda untuk melakukan digitalisasi dan memanfaatkan media sosial dalam rangka mendorong kemajuan batik nasional,” ujar Airlangga. Bahkan, salah satu lembaga litbang milik Kemenperin, yakni Balai Besar Kerajinan dan Batik di Yogyakarta, sudah mampu mengembangkan aplikasi Batik Analyzer.
Alat tesebut dibuat untuk membedakan produk batik dan tiruan batik. Aplikasi dengan basis Android dan iOS ini menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) yang sesuai dengan implementasi industri 4.0 berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0.
"Batik Indonesia telah memiliki keunggulan komparatif di pasar Internasional. Maka itu, kita juga perlu melakukan penguatan brandingdan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual," paparnya. Apalagi, batik saat ini bertransformasi menjadi berbagai bentuk fesyen, kerajinan dan home decoration yang telah mampu menyentuh berbagai lapisan masyarakat baik di dalam maupun luar negeri.
Menperin juga mendorong agar industri batik menjadi sektor yang ramah terhadap lingkungan. Sebab, industri batik yang merupakan subsektor dari industri tekstil dan pakaian, menjadi andalan dalam menopang perekonomian dan mendapat prioritas pengembangan agar lebih berdaya saing.
"Industri batik mulai diperkenalkan dengan bahan baku baru alternatif seperti dari serat rayon atau biji kapas. Dengan material baru ini, diharapkan dapat menghasilkan produk yang lebih menarik dan kompetitif. Selain itu, penggunaan zat warna alam pada produk batik juga merupakan solusi dalam mengurangi dampak pencemaran dan bahkan menjadikan batik sebagai eco-product yang bernilai ekonomi tinggi,” paparnya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, nilai ekspor dari industri batik nasional pada semester I/2019 mencapai USD17,99 juta (sekitar Rp251,86 miliar). Sementara itu, sepanjang tahun 2018, tembus hingga USD52,44 juta. Negara tujuan utama pengapalannya antara lain ke Jepang, Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Selanjutnya, industri batik yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini tersebar di 101 sentra di Indonesia, dengan jumlah sebanyak 47.000 unit usaha dan telah menyerap tenaga kerja lebih dari 200.000 orang.
"Oleh karena itu, sesuai yang disampaikan Presiden Joko Widodo, kita harus berani mengenalkan batik kepada masyarakat dunia, dan menjadikan batik sebagai duta budaya Indonesia pada acara-acara internasional," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Menurut Menperin, upaya tersebut akan memacu semangat para perajin dan pelaku industrinya untuk terus mengembangkan batik nusantara, sehingga bisa lebih kreatif dan inovatif. "Batik merupakan high fashionyang nilai tambahnya tinggi, bukan lagi sebagai komoditas. Maka itu, ekspor dari industri ini terus kami dorong. Apalagi, sekarang Wastra Nusantara semakin beragam dan telah diminati konsumen global," paparnya.
Batik merupakan warisan budaya tak benda asli Indonesia yang dikukuhkan oleh UNESCO dalam Representative List of The Intangible Cultural Heritage of Humanity di Abu Dhabi pada 2 Oktober 2009 lalu. Sejak saat itu, tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional.
Seiring bergulirnya era revolusi industri 4.0, yang memunculkan berbagai teknologi canggih, dinilai akan membuat dunia batik nasional semakin kompetitif ke depannya. Untuk itu, dibutuhkan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga dan melestarikan karya bangsa tersebut.
"Contohnya, bisa dengan memulai pendekatan kepada generasi muda untuk melakukan digitalisasi dan memanfaatkan media sosial dalam rangka mendorong kemajuan batik nasional,” ujar Airlangga. Bahkan, salah satu lembaga litbang milik Kemenperin, yakni Balai Besar Kerajinan dan Batik di Yogyakarta, sudah mampu mengembangkan aplikasi Batik Analyzer.
Alat tesebut dibuat untuk membedakan produk batik dan tiruan batik. Aplikasi dengan basis Android dan iOS ini menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) yang sesuai dengan implementasi industri 4.0 berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0.
"Batik Indonesia telah memiliki keunggulan komparatif di pasar Internasional. Maka itu, kita juga perlu melakukan penguatan brandingdan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual," paparnya. Apalagi, batik saat ini bertransformasi menjadi berbagai bentuk fesyen, kerajinan dan home decoration yang telah mampu menyentuh berbagai lapisan masyarakat baik di dalam maupun luar negeri.
Menperin juga mendorong agar industri batik menjadi sektor yang ramah terhadap lingkungan. Sebab, industri batik yang merupakan subsektor dari industri tekstil dan pakaian, menjadi andalan dalam menopang perekonomian dan mendapat prioritas pengembangan agar lebih berdaya saing.
"Industri batik mulai diperkenalkan dengan bahan baku baru alternatif seperti dari serat rayon atau biji kapas. Dengan material baru ini, diharapkan dapat menghasilkan produk yang lebih menarik dan kompetitif. Selain itu, penggunaan zat warna alam pada produk batik juga merupakan solusi dalam mengurangi dampak pencemaran dan bahkan menjadikan batik sebagai eco-product yang bernilai ekonomi tinggi,” paparnya.
(fjo)