Kedaulatan dan Kemandirian Pangan Kunci Kesejahteraan Rakyat
A
A
A
JAKARTA - Salah satu cara untuk mencapai agenda pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat, adalah melalui peningkatan kedaulatan pangan. Sejalan dengan hal tersebut, maka pembangunan ketahanan pangan, baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang, harus berlandaskan pada kedaulatan dan kemandirian pangan.
Untuk merealisasikan ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian pangan, saat ini Indonesia menghadapi banyak tantangan. Dimulai dari kebijakan yang tumpang tindih antara kementerian dan lembaga, perbedaan data mengenai supply and demand pangan nasional, hingga alih fungsi lahan yang berdampak pada keterbatasan lahan produktif.
Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, tantangan lainnya dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia, salah satunya adalah peningkatan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 305 juta jiwa di tahun 2035. Sementara peningkatan jumlah penduduk selalu diiringi oleh peningkatan jumlah pangan.
Kementan memprediksi kebutuhan konsumsi beras, pada 2035 akan naik 19,6%, jagung naik 20%, dan diikuti komoditas lainnya. Di sisi lain, Indonesia memiliki peluang dalam peningkatan produksi, apalagi sumberdaya lahan yang dimiliki Indonesia begitu besar.
Dalam seminar Economic Outlook Ketahanan Pangan Indonesia yang diselenggarakan oleh IDX Channel hari ini, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Kementan Gatut Sumbogodjati mengatakan, pemerintah tetap fokus pada pembangunan pertanian, dengan manfaatkan sumber daya yang ada.
"Saat ini Indonesia masih pada koridor yang tepat dalam menuju ketahanan pangan. Kementan juga telah melakukan harmonisasi regulasi, agar mampu menciptakan iklim usaha pertanian yang kondusif dan mendukung terciptanya ketahanan pangan," ungkap Gatut, Kamis (10/10/2019).
Sementara, Direktur Utama PT Berdikari (Persero) Eko Taufik Wibowo mengatakan, diperlukan kajian mendalam mengenai kebijakan yang menyentuh sisi penyediaan bibit dan pakan, dikarenakan komponen bibit dan bahan baku pakan masih tergantung pada impor, khususnya jagung. Sampai saat ini komponen pakan menyerap lebih dari 70% dari biaya produksi.
"Upaya tersebut diharapkan dapat dicapai dengan menerapkan kebijakan simultan lintas kementerian dan juga melibatkan subsektor lain," tuturnya.
Eko juga mengatakan, proyeksi konsumsi daging sapi perkapita dan nasional kedepannya diperkirakan positif. Hal ini juga harus diikuti dengan perbaikan sistem peternakan di Indonesia agar produksi dalam negeri dapat menutupi konsumsi nasional. Salah satu usaha perbaikan system peternakan adalah dengan pengaturan rasio perbandingan impor sapi antara indukan dan bakalan (Permentan Nomor 2 Tahun 2017).
Dari sisi pembiayaan, Senior Vice President Micro Development & Agent Banking Bank Mandiri Zedo Faly mengatakan, perbankan memiliki beberapa peran dalam mendukung ketahanan pangan, diantaranya adalah
menciptakan akses permodalan yang mudah, cepat, dan sederhana untuk petani dan nelayan serta mengedukasi petani dan nelayan tentang pentingnya literasi keuangan, khususnya produk tabungan.
"Kemudian, menciptakan peluang usaha yang berhubungan dengan jasa keuangan, seperti layanan keagenan tanpa kantor (branchless banking) dan financial technology," tuturnya.
Beberapa program inisiatif yang dilakukan oleh Bank Mandiri, jelas dia, antara lain adalah Kartu Tani. Ini merupakan program pemerintah sebagai solusi pembayaran dan monitoring untuk penyaluran pupuk bersubsidi langsung kepada petani. Jumlah kartu terdistribusi sampai bulan Agustus 2019 sebanyak 842.049 kartu.
Selain itu, Bank Mandiri juga menginisiasi program Redistribusi Aset. Ini merupakan program pemberian hak pengelolaan aset (terutama tanah) dari negara kepada rakyat khususnya petani, khususnya petani yang tidak punya tanah garapan Penerima SK Hutan Sosial Binaan Bank Mandiri sebesar 7.308 KK. Melalui program ini, Bank Mandiri juga mengadakan pelatihan kepada 198 petani perwakilan Kelompok Penerima SK sampai dengan awal bulan Mei 2019.
Sementara itu, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan Indonesia harus fokus pada pengelolaan sistem pertanian, agar tercipta mata rantai yang baik antara suplai hasil pertanian, dengan kebutuhan pangan di masyarakat. Pengelolaan sistem pertanian yang baik diharapkan mampu menekan impor pangan.
Dari seminar tersebut, muncul kesimpulan perlunya sinergitas antara pemerintah dan pemangku kepentingan terkait, agar target ketahanan pangan bisa berjalan sesuai dengan koridor, dan peran para pemangku kepentingan bisa dimaksimalkan untuk menjaga keberlangsungan rantai pangan di Indonesia.
Untuk merealisasikan ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian pangan, saat ini Indonesia menghadapi banyak tantangan. Dimulai dari kebijakan yang tumpang tindih antara kementerian dan lembaga, perbedaan data mengenai supply and demand pangan nasional, hingga alih fungsi lahan yang berdampak pada keterbatasan lahan produktif.
Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, tantangan lainnya dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia, salah satunya adalah peningkatan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 305 juta jiwa di tahun 2035. Sementara peningkatan jumlah penduduk selalu diiringi oleh peningkatan jumlah pangan.
Kementan memprediksi kebutuhan konsumsi beras, pada 2035 akan naik 19,6%, jagung naik 20%, dan diikuti komoditas lainnya. Di sisi lain, Indonesia memiliki peluang dalam peningkatan produksi, apalagi sumberdaya lahan yang dimiliki Indonesia begitu besar.
Dalam seminar Economic Outlook Ketahanan Pangan Indonesia yang diselenggarakan oleh IDX Channel hari ini, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Kementan Gatut Sumbogodjati mengatakan, pemerintah tetap fokus pada pembangunan pertanian, dengan manfaatkan sumber daya yang ada.
"Saat ini Indonesia masih pada koridor yang tepat dalam menuju ketahanan pangan. Kementan juga telah melakukan harmonisasi regulasi, agar mampu menciptakan iklim usaha pertanian yang kondusif dan mendukung terciptanya ketahanan pangan," ungkap Gatut, Kamis (10/10/2019).
Sementara, Direktur Utama PT Berdikari (Persero) Eko Taufik Wibowo mengatakan, diperlukan kajian mendalam mengenai kebijakan yang menyentuh sisi penyediaan bibit dan pakan, dikarenakan komponen bibit dan bahan baku pakan masih tergantung pada impor, khususnya jagung. Sampai saat ini komponen pakan menyerap lebih dari 70% dari biaya produksi.
"Upaya tersebut diharapkan dapat dicapai dengan menerapkan kebijakan simultan lintas kementerian dan juga melibatkan subsektor lain," tuturnya.
Eko juga mengatakan, proyeksi konsumsi daging sapi perkapita dan nasional kedepannya diperkirakan positif. Hal ini juga harus diikuti dengan perbaikan sistem peternakan di Indonesia agar produksi dalam negeri dapat menutupi konsumsi nasional. Salah satu usaha perbaikan system peternakan adalah dengan pengaturan rasio perbandingan impor sapi antara indukan dan bakalan (Permentan Nomor 2 Tahun 2017).
Dari sisi pembiayaan, Senior Vice President Micro Development & Agent Banking Bank Mandiri Zedo Faly mengatakan, perbankan memiliki beberapa peran dalam mendukung ketahanan pangan, diantaranya adalah
menciptakan akses permodalan yang mudah, cepat, dan sederhana untuk petani dan nelayan serta mengedukasi petani dan nelayan tentang pentingnya literasi keuangan, khususnya produk tabungan.
"Kemudian, menciptakan peluang usaha yang berhubungan dengan jasa keuangan, seperti layanan keagenan tanpa kantor (branchless banking) dan financial technology," tuturnya.
Beberapa program inisiatif yang dilakukan oleh Bank Mandiri, jelas dia, antara lain adalah Kartu Tani. Ini merupakan program pemerintah sebagai solusi pembayaran dan monitoring untuk penyaluran pupuk bersubsidi langsung kepada petani. Jumlah kartu terdistribusi sampai bulan Agustus 2019 sebanyak 842.049 kartu.
Selain itu, Bank Mandiri juga menginisiasi program Redistribusi Aset. Ini merupakan program pemberian hak pengelolaan aset (terutama tanah) dari negara kepada rakyat khususnya petani, khususnya petani yang tidak punya tanah garapan Penerima SK Hutan Sosial Binaan Bank Mandiri sebesar 7.308 KK. Melalui program ini, Bank Mandiri juga mengadakan pelatihan kepada 198 petani perwakilan Kelompok Penerima SK sampai dengan awal bulan Mei 2019.
Sementara itu, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan Indonesia harus fokus pada pengelolaan sistem pertanian, agar tercipta mata rantai yang baik antara suplai hasil pertanian, dengan kebutuhan pangan di masyarakat. Pengelolaan sistem pertanian yang baik diharapkan mampu menekan impor pangan.
Dari seminar tersebut, muncul kesimpulan perlunya sinergitas antara pemerintah dan pemangku kepentingan terkait, agar target ketahanan pangan bisa berjalan sesuai dengan koridor, dan peran para pemangku kepentingan bisa dimaksimalkan untuk menjaga keberlangsungan rantai pangan di Indonesia.
(fjo)