Sinergi Angkasa Pura Targetkan Pertumbuhan Penumpang 10% di Tiga Bandara
A
A
A
JAKARTA - PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II menyepakati kerja sama pemanfaatan tiga bandara yakni Bandara Sentani di Papua (AP I), Bandara Fatmawati Soekarno di Bengkulu serta Bandara HAS Hanandjoeddin di Bangka Belitung (AP II).
BUMN pengelola bandara ini optimis bisa meningkatkan pertumbuhan penumpang dari yang eksisting saat ini. Direktur Utama PT AP I, Faik Fahmi, mengatakan sinergi ini bisa meningkatkan kapasitas penumpang di Sentani, yang saat ini sekitar 10% dari total dua juta penumpang per tahun.
"Itu kalau runway kita perpanjang, terminal kita percantik, maka kita optimis bisa meningkatkan jumlah penumpang saat ini rata-rata 10%," ujarnya di Jakarta, Senin (14/10/2019).
PT AP I menyiapkan investasi hingga Rp450 miliar untuk pengembangan bandara Sentani di Papua. Adapun pengelolaan Bandara Sentani akan dimulai per 1 November 2019. "Pengembangannya segera akan kita lakukan dalam waktu dekat ini," ujarnya.
Sedangkan untuk Bandara Fatmawati Soekarno dan HAS Hanandjoeddin, akan dilakukan pengembangan yang sama. Presiden Direktur PT AP II, Muhammad Awaluddin, mengatakan, dengan diserahkannya secara resmi pengelolaan bandara ini maka Angkasa Pura II sekarang mengelola 19 bandara.
"Hari ini merupakan bagian dari sejarah bagi Angkasa Pura II karena portofolio pengelolaan bandara kami bertambah menjadi 19 bandara, setelah mendapat tambahan 3 bandara terakhir, Raden Inten Lampung melalui skema KSP Barang Milik Negara pada tahun ini," ujarnya.
"Tentu tidak hanya pengelolaan bandara yang kami lakukan di 3 bandara tambahan itu, tetapi juga optimalisasi serta pengembangan fasilitas sehingga bandara-bandara itu dapat berkontribusi besar terhadap pertumbuhan perekonomian dan pariwisata setempat," sambung Muhammad Awaluddin.
Sejalan dengan KSP Barang Milik Negara yang disepakati, Angkasa Pura II akan menerima pendapatan aeronautika, pendapatan nonaeronautika dan pendapatan kargo dari pengelolaan bandara. Selanjutnya, Angkasa Pura II melakukan pembayaran atas kontribusi tetap dan pembagian keuntungan kepada Ditjen Perhubungan Kemenhub.
Angkasa Pura II juga akan menyerahkan hasil pengembangan, pembangunan dan penambahan fasilitas di bandara-bandara dimaksud kepada Ditjen Perhubungan Udara ketika perjanjian berakhir.
Muhammad Awaluddin mengungkapkan di Bandara HAS Hanandjoeddin, Angkasa Pura II akan membangun terminal baru dan perluasan terminal eksisting untuk mengakomodir maksimal 6 juta penumpang hingga 30 tahun mendatang.
Sebab, terminal yang ada saat ini sudah tidak memadai karena hanya mampu melayani 300.000 penumpang, sementara jumlah penumpang yang datang dan pergi dari Bandara HAS Hanandjoeddin sudah tembus 1 juta orang per tahun.
"Kami siapkan Rp559,9 miliar untuk HAS Hanandjoeddin, setengahnya untuk pengembangan terminal. Sisanya untuk fasilitas lainnya seperti penebalan runway," ujarnya.
Pengembangan juga akan dilakukan Angkasa Pura II di Bandara Fatmawati Soekarno dengan total investasi Rp622,6 miliar. Investasi itu disiapkan untuk pembangunan terminal baru dalam dua tahap guna mengantisipasi pergerakan 5,6 juta penumpang dalam 30 tahun mendatang.
"Setidaknya kita targetkan ada pertumbuhan penumpang dari bandara-bandara baru yang akan kita kelola ini sekitar 10%," pungkas Awaluddin.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, yang menyaksikan penyerahan tiga bandara tersebit kepada AP I dan AP II menyatakan, kerja sama pemanfaatan yang dilakukan dapat meningkatkan efisiensi APBN sekitar Rp100 miliar per tahunnya.
"Jadi ada 3 bandara yang dikerja samakan, setelah sebelumnya Bandara Tjilil Riwut di Palangkaraya dan yang akan datang ada ada 1 lagi yaitu Bandara Labuan Bajo. Jadi total ada 5 bandara yang dikerja samakan. Satu bandara bisa menghemat kira-kira 100 milyar setahun, baik Capex (Capital Expenses) dan Opex (Operational Expenses). Jadi pemerintah bisa melakukan penghematan kira-kira Rp500 miliar per tahun," ungkapnya.
Dengan penghematan ini diharapkan dapat mengalihkan anggaran untuk memaksimalkan pembangunan dan perawatan bandar udara lain yang ada di pelosok Indonesia. Skema kerja sama pemanfaatan ini juga diharapkan dapat mendorong pihak swasta lain agar melalukan kerja sama dengan pemerintah.
"Satu sisi pasti memberikan suatu ruang APBN bagi Ditjen udara untuk bisa memanfaatkan membangun, merawat bandara-bandara di pinggiran dan di pelosok yang selama ini belum maksimal kita lakukan," tutur Menhub Budi.
"Saya pikir ini suatu iklim investasi yang bagus, karena dengan pemerintah memberikan kesempatan kepada swasta untuk berkembang maka banyak lagi swasta yang percaya bahwa pemerintah memberikan kesempatan yang baik," tambahnya.
Total aset yang dikerja samakan, mencapai Rp11,068 triliun dengan rincian Bandar Udara Fatmawati Soekarno Bengkulu mencapai Rp2,504 triliun, Bandar Udara H. As. Hanandjoeddin Tanjung Pandan mencapai Rp1,759 triliun, serta Bandar Udara Sentani Jayapura mencapai Rp6,804 triliun.
BUMN pengelola bandara ini optimis bisa meningkatkan pertumbuhan penumpang dari yang eksisting saat ini. Direktur Utama PT AP I, Faik Fahmi, mengatakan sinergi ini bisa meningkatkan kapasitas penumpang di Sentani, yang saat ini sekitar 10% dari total dua juta penumpang per tahun.
"Itu kalau runway kita perpanjang, terminal kita percantik, maka kita optimis bisa meningkatkan jumlah penumpang saat ini rata-rata 10%," ujarnya di Jakarta, Senin (14/10/2019).
PT AP I menyiapkan investasi hingga Rp450 miliar untuk pengembangan bandara Sentani di Papua. Adapun pengelolaan Bandara Sentani akan dimulai per 1 November 2019. "Pengembangannya segera akan kita lakukan dalam waktu dekat ini," ujarnya.
Sedangkan untuk Bandara Fatmawati Soekarno dan HAS Hanandjoeddin, akan dilakukan pengembangan yang sama. Presiden Direktur PT AP II, Muhammad Awaluddin, mengatakan, dengan diserahkannya secara resmi pengelolaan bandara ini maka Angkasa Pura II sekarang mengelola 19 bandara.
"Hari ini merupakan bagian dari sejarah bagi Angkasa Pura II karena portofolio pengelolaan bandara kami bertambah menjadi 19 bandara, setelah mendapat tambahan 3 bandara terakhir, Raden Inten Lampung melalui skema KSP Barang Milik Negara pada tahun ini," ujarnya.
"Tentu tidak hanya pengelolaan bandara yang kami lakukan di 3 bandara tambahan itu, tetapi juga optimalisasi serta pengembangan fasilitas sehingga bandara-bandara itu dapat berkontribusi besar terhadap pertumbuhan perekonomian dan pariwisata setempat," sambung Muhammad Awaluddin.
Sejalan dengan KSP Barang Milik Negara yang disepakati, Angkasa Pura II akan menerima pendapatan aeronautika, pendapatan nonaeronautika dan pendapatan kargo dari pengelolaan bandara. Selanjutnya, Angkasa Pura II melakukan pembayaran atas kontribusi tetap dan pembagian keuntungan kepada Ditjen Perhubungan Kemenhub.
Angkasa Pura II juga akan menyerahkan hasil pengembangan, pembangunan dan penambahan fasilitas di bandara-bandara dimaksud kepada Ditjen Perhubungan Udara ketika perjanjian berakhir.
Muhammad Awaluddin mengungkapkan di Bandara HAS Hanandjoeddin, Angkasa Pura II akan membangun terminal baru dan perluasan terminal eksisting untuk mengakomodir maksimal 6 juta penumpang hingga 30 tahun mendatang.
Sebab, terminal yang ada saat ini sudah tidak memadai karena hanya mampu melayani 300.000 penumpang, sementara jumlah penumpang yang datang dan pergi dari Bandara HAS Hanandjoeddin sudah tembus 1 juta orang per tahun.
"Kami siapkan Rp559,9 miliar untuk HAS Hanandjoeddin, setengahnya untuk pengembangan terminal. Sisanya untuk fasilitas lainnya seperti penebalan runway," ujarnya.
Pengembangan juga akan dilakukan Angkasa Pura II di Bandara Fatmawati Soekarno dengan total investasi Rp622,6 miliar. Investasi itu disiapkan untuk pembangunan terminal baru dalam dua tahap guna mengantisipasi pergerakan 5,6 juta penumpang dalam 30 tahun mendatang.
"Setidaknya kita targetkan ada pertumbuhan penumpang dari bandara-bandara baru yang akan kita kelola ini sekitar 10%," pungkas Awaluddin.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, yang menyaksikan penyerahan tiga bandara tersebit kepada AP I dan AP II menyatakan, kerja sama pemanfaatan yang dilakukan dapat meningkatkan efisiensi APBN sekitar Rp100 miliar per tahunnya.
"Jadi ada 3 bandara yang dikerja samakan, setelah sebelumnya Bandara Tjilil Riwut di Palangkaraya dan yang akan datang ada ada 1 lagi yaitu Bandara Labuan Bajo. Jadi total ada 5 bandara yang dikerja samakan. Satu bandara bisa menghemat kira-kira 100 milyar setahun, baik Capex (Capital Expenses) dan Opex (Operational Expenses). Jadi pemerintah bisa melakukan penghematan kira-kira Rp500 miliar per tahun," ungkapnya.
Dengan penghematan ini diharapkan dapat mengalihkan anggaran untuk memaksimalkan pembangunan dan perawatan bandar udara lain yang ada di pelosok Indonesia. Skema kerja sama pemanfaatan ini juga diharapkan dapat mendorong pihak swasta lain agar melalukan kerja sama dengan pemerintah.
"Satu sisi pasti memberikan suatu ruang APBN bagi Ditjen udara untuk bisa memanfaatkan membangun, merawat bandara-bandara di pinggiran dan di pelosok yang selama ini belum maksimal kita lakukan," tutur Menhub Budi.
"Saya pikir ini suatu iklim investasi yang bagus, karena dengan pemerintah memberikan kesempatan kepada swasta untuk berkembang maka banyak lagi swasta yang percaya bahwa pemerintah memberikan kesempatan yang baik," tambahnya.
Total aset yang dikerja samakan, mencapai Rp11,068 triliun dengan rincian Bandar Udara Fatmawati Soekarno Bengkulu mencapai Rp2,504 triliun, Bandar Udara H. As. Hanandjoeddin Tanjung Pandan mencapai Rp1,759 triliun, serta Bandar Udara Sentani Jayapura mencapai Rp6,804 triliun.
(ven)