Resesi Ekonomi di Depan Mata, PKB Minta Pemerintah Waspada
A
A
A
JAKARTA - Bank Dunia memprediksi pelambatan ekonomi di kawasan negara-negara Asia Timur dan Pasifik sepanjang tahun 2020-2021. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pun meminta pemerintah menyiapkan paket kebijakan ekonomi untuk mengatasi dampak pelambatan tersebut.
“Bank Dunia telah memberikan warning adanya pelambatan ekonomi akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Kondisi ini harus disikapi secara serius oleh pemerintah sehingga meminimalkan dampak negatif yang mungkin terjadi bagi pertumbuhan ekonomi di tanah air,” ujar Ketua DPP PKB Bidang Keuangan dan Perbankan Fatchan Subhi di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Sebelumnya, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa memaparkan studi Bank Dunia atas prediksi perlambatan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik sebagai dampak perang dagang Amerika Serikat-China.
Dalam laporan itu disebutkan jika rata-rata pertumbuhan ekonomi di 2018 mencapai 6,3%, maka di tahun ini diperkirakan hanya berkisar 5,8%. Kondisi pelemahan akan terus terjadi di tahun 2020 hingga 2021 dimana pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik hanya berkisar 5,7% dan 5,6%.
Menurut Fatchan, analisis Bank Dunia tersebut harus menjadi perhatian bersama bagi para pengambil kebijakan khususnya di bidang ekonomi. Antisipasi dini, baik dalam upaya menjaga daya beli masyarakat dalam jangka pendek maupun menyiapkan kebijakan dalam fiskal dan moneter untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang harus segera dilakukan.
“Ancaman resesi ekonomi sudah di depan mata, namun sejauh ini belum ada langkah nyata yang diambil pemerintah untuk mengantisipasi kondisi tersebut,” katanya.
Politikus asal Jawa Tengah ini mengungkapkan Laporan Forum Ekonomi Dunia juga menyebutkan jika peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan. Sebelumnya daya saing Indonesia berada di peringkat 45, namun saat ini turun lima poin di peringkat 50.
“Meskipun posisi tersebut masih lebih baik dibandingkan Filipina (64), Vietnam (67), India (68), dan Laos (113), namun kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan karena bersamaan dengan pelambatan ekonomi akibat perang dagang Amerika Serikat-China,” katanya.
Dia menekankan, itikad Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan deregulasi dalam mempermudah izin investasi harus segera dieksekusi oleh pejabat kementerian/lembaga (K/L). Menurutnya perubahan regulasi yang familiar dengan investasi, akan memperbesar potensi gerak ekonomi.
“Upaya meningkatkan iklim perdagangan dan investasi harus dilakukan dengan berbagai kebijakan termasuk upaya melakukan deregulasi, sebab dengan terjaganya iklim perdagangan dan investasi maka produkstivitas akan tetap terjaga sehingga ekonomi tetap tumbuh,” katanya.
Fatchan juga meminta agar pemerintah mengeluarkan kebijakan khusus terkait Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Menurutnya dalam berbagai periode krisis ekonomi di tanah air, terbukti UKM menjadi salah satu pilar yang tetap menjaga produktivitas ekonomi di akar rumput terus tumbuh.
“Selain itu pemerintah juga harus mengantisipasi dengan menyiapkan sabuk pengaman bagi mereka yang menjadi kelompok rentan yakni warga kita dengan kategori miskin dan sangat miskin. Mereka kalah kelompok yang bakal merasakan dampak langsung jika resesi ekonomi benar terjadi,” pungkasnya.
“Bank Dunia telah memberikan warning adanya pelambatan ekonomi akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Kondisi ini harus disikapi secara serius oleh pemerintah sehingga meminimalkan dampak negatif yang mungkin terjadi bagi pertumbuhan ekonomi di tanah air,” ujar Ketua DPP PKB Bidang Keuangan dan Perbankan Fatchan Subhi di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Sebelumnya, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa memaparkan studi Bank Dunia atas prediksi perlambatan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik sebagai dampak perang dagang Amerika Serikat-China.
Dalam laporan itu disebutkan jika rata-rata pertumbuhan ekonomi di 2018 mencapai 6,3%, maka di tahun ini diperkirakan hanya berkisar 5,8%. Kondisi pelemahan akan terus terjadi di tahun 2020 hingga 2021 dimana pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik hanya berkisar 5,7% dan 5,6%.
Menurut Fatchan, analisis Bank Dunia tersebut harus menjadi perhatian bersama bagi para pengambil kebijakan khususnya di bidang ekonomi. Antisipasi dini, baik dalam upaya menjaga daya beli masyarakat dalam jangka pendek maupun menyiapkan kebijakan dalam fiskal dan moneter untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang harus segera dilakukan.
“Ancaman resesi ekonomi sudah di depan mata, namun sejauh ini belum ada langkah nyata yang diambil pemerintah untuk mengantisipasi kondisi tersebut,” katanya.
Politikus asal Jawa Tengah ini mengungkapkan Laporan Forum Ekonomi Dunia juga menyebutkan jika peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan. Sebelumnya daya saing Indonesia berada di peringkat 45, namun saat ini turun lima poin di peringkat 50.
“Meskipun posisi tersebut masih lebih baik dibandingkan Filipina (64), Vietnam (67), India (68), dan Laos (113), namun kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan karena bersamaan dengan pelambatan ekonomi akibat perang dagang Amerika Serikat-China,” katanya.
Dia menekankan, itikad Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan deregulasi dalam mempermudah izin investasi harus segera dieksekusi oleh pejabat kementerian/lembaga (K/L). Menurutnya perubahan regulasi yang familiar dengan investasi, akan memperbesar potensi gerak ekonomi.
“Upaya meningkatkan iklim perdagangan dan investasi harus dilakukan dengan berbagai kebijakan termasuk upaya melakukan deregulasi, sebab dengan terjaganya iklim perdagangan dan investasi maka produkstivitas akan tetap terjaga sehingga ekonomi tetap tumbuh,” katanya.
Fatchan juga meminta agar pemerintah mengeluarkan kebijakan khusus terkait Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Menurutnya dalam berbagai periode krisis ekonomi di tanah air, terbukti UKM menjadi salah satu pilar yang tetap menjaga produktivitas ekonomi di akar rumput terus tumbuh.
“Selain itu pemerintah juga harus mengantisipasi dengan menyiapkan sabuk pengaman bagi mereka yang menjadi kelompok rentan yakni warga kita dengan kategori miskin dan sangat miskin. Mereka kalah kelompok yang bakal merasakan dampak langsung jika resesi ekonomi benar terjadi,” pungkasnya.
(ind)