Pesawat Retak, Garuda Indonesia Minta Kompensasi ke Boeing
A
A
A
JAKARTA - Garuda Indonesia mengajukan protes kepada Boeing menyusul adanya masalah pada pesawat mereka Boeing 737 New Generation (NG) yang mengalami retak. Satu unit pesawat Boeing 737 NG milik Garuda mengalami keretakan pada sekitar sayap yang mengakibatkan tidak bisa beroperasi.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Askhara, mengatakan selain mengajukan protes, pihaknya telah menyiapkan langkah selanjutnya jika tidak ada respon dari pihak Boeing. Misalnya dengan meminta sejumlah kompensasi kepada produsen pesawat asal Amerika Serikat tersebut.
"Itu kompensasi sedang kita pertimbangkan, karena kita masih dirugikan," ujar Ari di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Ari menjelaskan alasan mengapa pihaknya mempertimbangkan untuk meminta ganti rugi lantaran kondisi pesawat yang mengalami retak atau rusak itu tidak bisa dioperasikan.
"Yang crack sudah kita grounded justru menunjukan Garuda manajemennya bagus karena bisa menemukan itu," jelasnya.
Sementara itu, VP Corporate Communication Garuda Indonesia, Iksan Rosan, mengatakan meskipun pesawat itu dikandangkan, namun tidak menganggu operasional perusahaan secara keseluruhan. Karena menurutnya, yang mengalami rusak hanya satu pesawat saja sedangkan yang lainnya masih bisa mengudara.
"Enggak (ganggu), kan cuma satu. Pesawat itu untuk domestik regional. NG itu kan versi lama," terangnya.
Sebagai informasi, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan pemeriksaan terhadap pesawat Boeing 737 NG. Pemeriksaan dilakukan terhadap pesawat jenis tersebut milik maskapai Garuda Indonesia, Sriwijaya Air, dan Lion Air, serta Batik Air.
Pemeriksaan ini merupakan tindak lanjut implementasi DGCA Indonesia Airworthiness Directives (AD) nomor 19-10-003dan FAA Airworthiness Directives Nomor 2019-20-02 terhadap pesawat Boeing B737NG perihal Unsafe Condition dimana AD ini dipicu oleh laporan retak yang ditemukan pada frame fitting outboard chords and failsafe straps adjacent to the stringer S-18A straps yang dapat mengakibatkan kegagalan Principal Structural Element (PSE) untuk mempertahankan batas beban.
Kondisi ini dapat mempengaruhi integritas struktural pesawat dan mengakibatkan hilangnya kontrol pesawat. Hasilnya, terdapat retak pada salah satu dari 3 pesawat Boeing 737 NG milik Garuda Indonesia yang berumur melebihi 30.000 FCN dan terdapat crack pada 2 pesawat Boeing 737 NG milik Sriwijaya Air dari 5 pesawat yang berumur lebih dari 30.000 FCN.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Askhara, mengatakan selain mengajukan protes, pihaknya telah menyiapkan langkah selanjutnya jika tidak ada respon dari pihak Boeing. Misalnya dengan meminta sejumlah kompensasi kepada produsen pesawat asal Amerika Serikat tersebut.
"Itu kompensasi sedang kita pertimbangkan, karena kita masih dirugikan," ujar Ari di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Ari menjelaskan alasan mengapa pihaknya mempertimbangkan untuk meminta ganti rugi lantaran kondisi pesawat yang mengalami retak atau rusak itu tidak bisa dioperasikan.
"Yang crack sudah kita grounded justru menunjukan Garuda manajemennya bagus karena bisa menemukan itu," jelasnya.
Sementara itu, VP Corporate Communication Garuda Indonesia, Iksan Rosan, mengatakan meskipun pesawat itu dikandangkan, namun tidak menganggu operasional perusahaan secara keseluruhan. Karena menurutnya, yang mengalami rusak hanya satu pesawat saja sedangkan yang lainnya masih bisa mengudara.
"Enggak (ganggu), kan cuma satu. Pesawat itu untuk domestik regional. NG itu kan versi lama," terangnya.
Sebagai informasi, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan pemeriksaan terhadap pesawat Boeing 737 NG. Pemeriksaan dilakukan terhadap pesawat jenis tersebut milik maskapai Garuda Indonesia, Sriwijaya Air, dan Lion Air, serta Batik Air.
Pemeriksaan ini merupakan tindak lanjut implementasi DGCA Indonesia Airworthiness Directives (AD) nomor 19-10-003dan FAA Airworthiness Directives Nomor 2019-20-02 terhadap pesawat Boeing B737NG perihal Unsafe Condition dimana AD ini dipicu oleh laporan retak yang ditemukan pada frame fitting outboard chords and failsafe straps adjacent to the stringer S-18A straps yang dapat mengakibatkan kegagalan Principal Structural Element (PSE) untuk mempertahankan batas beban.
Kondisi ini dapat mempengaruhi integritas struktural pesawat dan mengakibatkan hilangnya kontrol pesawat. Hasilnya, terdapat retak pada salah satu dari 3 pesawat Boeing 737 NG milik Garuda Indonesia yang berumur melebihi 30.000 FCN dan terdapat crack pada 2 pesawat Boeing 737 NG milik Sriwijaya Air dari 5 pesawat yang berumur lebih dari 30.000 FCN.
(ven)