Bidang Ekonomi Wajib Menteri Profesional
A
A
A
POSISI menteri ekonomi di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Jilid II harus memiliki kemampuan dan kompetensi di bidang ekonomi. Mereka juga harus mempunyai kemampuan leadership yang mumpuni.
Jika tiga indikator tersebut terpenuhi, diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan ekonomi sehingga mudah mendapatkan kepercayaan dari dunia usaha.
Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mencontohkan, jabatan menteri keuangan (menkeu) hendaknya diisi oleh orang yang mengerti kebijakan fiskal dan keuangan negara. “Begitu juga dengan kementerian sektor (ekonomi), hendak dijabat oleh figur yang mengerti industri secara umum,” ujarnya.
Menurut Enny, menteri ekonomi kabinet jilid II harus mampu menyelesaikan persoalan peringkat daya saing Indonesia yang melorot. Indikator-indikator tersebut antara lain ICT adoption, kesehatan, keahlian, pasar produk (product market), dan pasar tenaga kerja (labour market). Indikator lain seperti sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan inovasi juga harus digenjot untuk meningkatkan daya saing Indonesia.
Setelah pos-pos kementerian bidang ekonomi terisi, para menteri tersebut harus bisa membangun team work yang kuat. Kerja sama yang kuat ini sangat sangat dibutuhkan untuk menangani persoalan ekonomi yang kian komplek.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan menteri ekonomi dibutuhkan adalah yang mampu membawa perekonomian tumbuh tidak hanya 5% tapi lebih dari 7%. Karena pertumbuhan 5% jelas tidak cukup untuk menyejahterakan rakyat.
Sosok itu harus yang mampu dan berani melakukan terobosan. Punya strategi dan program yang bisa diimplementasikan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan ekonomi global.
Sementara kalangan pelaku usaha berharap kabinet ekonomi Jilid II diisi oleh orang-orang yang bisa membangun kepercayaan pasar terhadap iklim usaha dan investasi Indonesia. “Sebaiknya diisi oleh orang yang kompeten, menguasai bidangnya, dan memiliki track record untuk meyakinkan pasar,” Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani.
Selain itu, menteri-menteri ekonomi diharapkan bisa bekerja secara transparan, rasional dalam pengambilan kebijakan ekonomi, profesional, timely dan result oriented dalam menjawab isu-isu yang ada di pasar baik dari proses kebijakan hingga komunikasi terkait implementasi kebijakan tersebut kepada publik.
“Ini semua penting untuk meningkatkan kepercayaan pasar terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah dan proyeksi pelaksanaannya di lapangan terhadap risiko usaha dan investasi,” ujarnya.
Menurut Shinta, selama ini banyak hambatan karena ego sektoral antara menteri yang satu dengan lainnya sehingga tidak tercipta efisiensi kebijakan dan pelaksanaan yang diharapkan pelaku usaha.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, pemerintah dan pelaku usaha perlu terus berkomunikasi sehingga kebijakan-kebijakan yang keluar bisa mendorong dunia usaha. “Karena perekonomian dinamis, naik turun, sehingga masukan secara reguler menjadi hal yang sangat penting,” ungkapnya.
Direktur Eksekutif Apindo Danang Girindrawardana menginginkan posisi menteri-menteri ekonomi diisi oleh orang-orang yang berpengalaman di dunia usaha. Menurut dia, kementerian yang diisi oleh orang yang tepat dan berpengalaman akan relatif lebih bisa membawa kementerian tersebut menerbitkan regulasi yang tepat.
Regulasi Masih Jadi PR Jokowi
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 target ekonomi diharapkan tumbuh rata-rata 7%, namun hingga akhir 2018 pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,04%. Tahun ini APBN 2019 menetapkan target pertumbuhan ekonomi 5,4%.
Tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan salah satu faktornya yakni, kondisi perkonomian global yang tidak menentu. Mulai harga komoditas ekspor andalan Indonesia yang terus menurun, kebijakan bank-bank sentral terkemuka di dunia seperti The Federal Reserve Amerika Serikat yang terus berubah hingga perang dagang antara AS dan China.
“Saya kira menjaga pertumbuhan ekonomi masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di pemerintahan selanjutnya. Artinya, harus lebih hati-hati melihat situasi saat ini. Apalagi World Bank telah melakukan revisi pertumbuhan ekonomi di dunia,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani.
Menurut dia tugas berat mengerek pertumbuhan ekonomi di atas 5% penting dilakukan, mengingat ekonomi yang tumbuh tinggi berdampak pada penciptaan lapangan kerja, menurunkan kemiskinan dan berbagai indikator kesejahteraan lainnya. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga sebagai indikator meningkatnya investasi di dalam negeri.
Di dalam pertumbuhan ekonomi tak lepas dari kemampuan pemerintah menjaga inflasi. Kendati pemerintah telah mampu menjaga inflasi dari target 3,5-5% berhasil mencapai 3-4%, tapi ke depan tantangan menjaga inflasi tidak mudah karena ada kemungkinan meningkatnya harga minyak dunia dan seiring rencana pemerintah menerapkan tariff adjustment bagi pelanggan listrik PLN.
Tantangan lainnya ialah memperbaiki kemudahan berbisnis dan dibarengi dengan peningkatan kapasitas industri di dalam negeri. Tahun lalu kemudahan berbisnis yang tertuang dalam easy of doing business masih berada di peringkat 73, belum sesuai keinginan Presiden Joko Widodo yakni menargetkan berada di posisi 40.
Untuk pekerjaan rumah selanjutnya ialah membereskan regulasi yang menghambat investasi. Masalah utama terkait tumpang tindih regulasi antara pusat dan daerah serta mahalnya biaya investasi. “Regulasi di Indonesia masih restriktif dan sangat mahal yang membuat investor segan berinvestasi,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Karena itu, pemerintahan Jokowi-Amin harus mampu menyelesaikan regulasi demi regulasi yang menghambat investasi. Apabila investasi lancar maka kapasitas industri di dalam negeri dipastikan akan meningkat sehingga mampu menciptakan tenaga kerja baru. Tidak hanya itu, keramahan berinvestasi juga harus dibarengi dengan insentif seperti tax holiday maupun tax allowance. (Oktiani Endarwati/Kunthi Fahmar Sandy/Nanang Wijayanto)
Jika tiga indikator tersebut terpenuhi, diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan ekonomi sehingga mudah mendapatkan kepercayaan dari dunia usaha.
Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mencontohkan, jabatan menteri keuangan (menkeu) hendaknya diisi oleh orang yang mengerti kebijakan fiskal dan keuangan negara. “Begitu juga dengan kementerian sektor (ekonomi), hendak dijabat oleh figur yang mengerti industri secara umum,” ujarnya.
Menurut Enny, menteri ekonomi kabinet jilid II harus mampu menyelesaikan persoalan peringkat daya saing Indonesia yang melorot. Indikator-indikator tersebut antara lain ICT adoption, kesehatan, keahlian, pasar produk (product market), dan pasar tenaga kerja (labour market). Indikator lain seperti sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan inovasi juga harus digenjot untuk meningkatkan daya saing Indonesia.
Setelah pos-pos kementerian bidang ekonomi terisi, para menteri tersebut harus bisa membangun team work yang kuat. Kerja sama yang kuat ini sangat sangat dibutuhkan untuk menangani persoalan ekonomi yang kian komplek.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan menteri ekonomi dibutuhkan adalah yang mampu membawa perekonomian tumbuh tidak hanya 5% tapi lebih dari 7%. Karena pertumbuhan 5% jelas tidak cukup untuk menyejahterakan rakyat.
Sosok itu harus yang mampu dan berani melakukan terobosan. Punya strategi dan program yang bisa diimplementasikan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan ekonomi global.
Sementara kalangan pelaku usaha berharap kabinet ekonomi Jilid II diisi oleh orang-orang yang bisa membangun kepercayaan pasar terhadap iklim usaha dan investasi Indonesia. “Sebaiknya diisi oleh orang yang kompeten, menguasai bidangnya, dan memiliki track record untuk meyakinkan pasar,” Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani.
Selain itu, menteri-menteri ekonomi diharapkan bisa bekerja secara transparan, rasional dalam pengambilan kebijakan ekonomi, profesional, timely dan result oriented dalam menjawab isu-isu yang ada di pasar baik dari proses kebijakan hingga komunikasi terkait implementasi kebijakan tersebut kepada publik.
“Ini semua penting untuk meningkatkan kepercayaan pasar terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah dan proyeksi pelaksanaannya di lapangan terhadap risiko usaha dan investasi,” ujarnya.
Menurut Shinta, selama ini banyak hambatan karena ego sektoral antara menteri yang satu dengan lainnya sehingga tidak tercipta efisiensi kebijakan dan pelaksanaan yang diharapkan pelaku usaha.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, pemerintah dan pelaku usaha perlu terus berkomunikasi sehingga kebijakan-kebijakan yang keluar bisa mendorong dunia usaha. “Karena perekonomian dinamis, naik turun, sehingga masukan secara reguler menjadi hal yang sangat penting,” ungkapnya.
Direktur Eksekutif Apindo Danang Girindrawardana menginginkan posisi menteri-menteri ekonomi diisi oleh orang-orang yang berpengalaman di dunia usaha. Menurut dia, kementerian yang diisi oleh orang yang tepat dan berpengalaman akan relatif lebih bisa membawa kementerian tersebut menerbitkan regulasi yang tepat.
Regulasi Masih Jadi PR Jokowi
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 target ekonomi diharapkan tumbuh rata-rata 7%, namun hingga akhir 2018 pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,04%. Tahun ini APBN 2019 menetapkan target pertumbuhan ekonomi 5,4%.
Tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan salah satu faktornya yakni, kondisi perkonomian global yang tidak menentu. Mulai harga komoditas ekspor andalan Indonesia yang terus menurun, kebijakan bank-bank sentral terkemuka di dunia seperti The Federal Reserve Amerika Serikat yang terus berubah hingga perang dagang antara AS dan China.
“Saya kira menjaga pertumbuhan ekonomi masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di pemerintahan selanjutnya. Artinya, harus lebih hati-hati melihat situasi saat ini. Apalagi World Bank telah melakukan revisi pertumbuhan ekonomi di dunia,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani.
Menurut dia tugas berat mengerek pertumbuhan ekonomi di atas 5% penting dilakukan, mengingat ekonomi yang tumbuh tinggi berdampak pada penciptaan lapangan kerja, menurunkan kemiskinan dan berbagai indikator kesejahteraan lainnya. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga sebagai indikator meningkatnya investasi di dalam negeri.
Di dalam pertumbuhan ekonomi tak lepas dari kemampuan pemerintah menjaga inflasi. Kendati pemerintah telah mampu menjaga inflasi dari target 3,5-5% berhasil mencapai 3-4%, tapi ke depan tantangan menjaga inflasi tidak mudah karena ada kemungkinan meningkatnya harga minyak dunia dan seiring rencana pemerintah menerapkan tariff adjustment bagi pelanggan listrik PLN.
Tantangan lainnya ialah memperbaiki kemudahan berbisnis dan dibarengi dengan peningkatan kapasitas industri di dalam negeri. Tahun lalu kemudahan berbisnis yang tertuang dalam easy of doing business masih berada di peringkat 73, belum sesuai keinginan Presiden Joko Widodo yakni menargetkan berada di posisi 40.
Untuk pekerjaan rumah selanjutnya ialah membereskan regulasi yang menghambat investasi. Masalah utama terkait tumpang tindih regulasi antara pusat dan daerah serta mahalnya biaya investasi. “Regulasi di Indonesia masih restriktif dan sangat mahal yang membuat investor segan berinvestasi,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Karena itu, pemerintahan Jokowi-Amin harus mampu menyelesaikan regulasi demi regulasi yang menghambat investasi. Apabila investasi lancar maka kapasitas industri di dalam negeri dipastikan akan meningkat sehingga mampu menciptakan tenaga kerja baru. Tidak hanya itu, keramahan berinvestasi juga harus dibarengi dengan insentif seperti tax holiday maupun tax allowance. (Oktiani Endarwati/Kunthi Fahmar Sandy/Nanang Wijayanto)
(nfl)