Visi Kuat Jadikan Jensen Huang CEO Terbaik di Dunia
A
A
A
CAMBRIGE - Bagi kebanyakan orang, nama Jensen Huang tidak setenar Jeff Bezos. Dengan tato di tubuhnya, lelaki asal Taiwan ini juga mencerminkan gaya sebagian besar chief executive officer (CEO) dunia. Namun, jangan salah sangka dengan prestasinya.
CEO Nvidia, graphics-processor unit (GPU) atau kartu grafis ini adalah CEO terbaik dunia 2019 versi Harvard Business Review (HBR) dalam Top 100 CEO Global. Sementara nama CEO Amazon Jeff Bezos yang pernah ditasbihkan penghargaan serupa pada 2014 silam justru tahun ini terlempar dari daftar.
HBR mengurutkan prestasi CEO berdasarkan kinerja keuangan, lingkungan, kepemimpinan, dan sosial (LKS). Pada tahun lalu, nilai untuk LKS menyumbangkan sekitar 20% terhadap total nilai, sedangkan sekarang mencapai 30%. Hal itu menggeser Bezos yang memiliki nilai yang rendah untuk kategori itu dibandingkan CEO lainnya.
“Amazon memperoleh nilai LKS yang rendah karena kondisi pekerjaan dan kebijakan kepegawaiannya, juga keamanan data dan isu pelanggaran kompetisi,” ungkap HBR, dikutip Business Insider. Ada juga beberapa CEO yang masuk daftar HBR lengser tahun ini, seperti Mark Parker dari Nike dan Anders dari Vestas.
Kali ini CEO perempuan yang masuk daftar hanya empat orang. Namun, menurut HBR, hal itu disebut bukan karena kinerja mereka kurang baik, melainkan karena jumlah perempuan di tingkat eksekutif masih sedikit. HBR mengakui kinerja perempuan tidak kalah dengan laki-laki dalam mengurus perusahaan.
Huang mendapat predikat bergengsi tersebut, salah satunya karena visinya yang sangat menangkap perubahan zaman. Salah satu pendiri Nvidia itu mampu melihat peluang bisnis komputer sejak lebih dari satu dekade lalu.
Saat itu dia mulai mengembangkan produk berbasis komputer demi menyongsong era kecerdasan buatan (AI) yang kini melambung. “Saya benar-benar ingin mengembangkan teknologi tersebut lebih maju lagi,” ujar Huang, dikutip Fortune.
CEO Adobe, Shantanu Narayen, mengakui kekuatan visi Huang yang jauh melampaui CEO lain dalam industri sama. Hebatnya lagi, lelaki kelahiran 17 Februari 1963 tersebut mampu mengeksekusinya. “Dia merupakan salah satu orang yang unik yang mengombinasikan visi dan eksekusi,” kata Narayen.
Dengan visi yang sangat kuat tersebut, namanya sering disejajarkan dengan Bezos dan Elon Musk. Kendati demikian, namanya dan nama Nvidia pun relatif jarang terdengar karena Huang dan Nvidia tidak fokus pada pembuatan aplikasi chating atau mesin pencari. Namun, semua operasi itu bisa berjalan karena perangkat keras Nvidia.
Dengan visi yang kuat itulah, Huang berhasil membawa Nvidia meraup pendapatan yang signifikan. Selama tiga tahun terakhir, penjualan Nvidia rata-rata naik sekitar 19% dan keuntungan naik 56% per tahun. Dalam empat kuartal terakhir, Nvidia berhasil meraih penjualan USD9 miliar dan keuntungan USD2,6 miliar.
Sejauh ini, di bawah kepemimpinan alumnus Oregon State University dan Stanford University itu, Nvidia berhasil menguasai 70% pasar GPU, meski persaingan kian ketat setelah Intel dan AMD melakukan revolusi teknologi baru. Jefferies dari Mark Lipacis menyatakan Nvidia merebut dominasi dari IBM yang berjaya pada 1950-an serta Microsoft dan Intel pada 1960-an.
Jim Crammer dari CNBC juga menyatakan Nvidia merupakan salah satu perusahaan besar zaman sekarang. Huang sendiri tidak menyangka kesuksesannya bisa sebesar ini ketika mendirikan Nvidia bersama Chris Malachowsky dan Curtis Priem pada 1993. Mereka semua merupakan ahli teknologi komputer.
Lantas, bagaimana Huang bisa membangun Nvidia hingga seperti saat ini. Ternyata pendirian perusahaan tersebut berawal dari diskusinya bersama Malachowsky dan Priem di sebuah restoran dekat rumah Huang. Dari hasil mengobrol itulah, mereka meyakini pembuatan perangkat keras terlihat menjanjikan.
Untuk diketahui, saat itu bisnis video game sedang mem-booming ke seluruh dunia. Namun di sisi lain, video game masih menghadapi permasalahan komputerisasi yang sangat menantang. (Muh Shamil)
CEO Nvidia, graphics-processor unit (GPU) atau kartu grafis ini adalah CEO terbaik dunia 2019 versi Harvard Business Review (HBR) dalam Top 100 CEO Global. Sementara nama CEO Amazon Jeff Bezos yang pernah ditasbihkan penghargaan serupa pada 2014 silam justru tahun ini terlempar dari daftar.
HBR mengurutkan prestasi CEO berdasarkan kinerja keuangan, lingkungan, kepemimpinan, dan sosial (LKS). Pada tahun lalu, nilai untuk LKS menyumbangkan sekitar 20% terhadap total nilai, sedangkan sekarang mencapai 30%. Hal itu menggeser Bezos yang memiliki nilai yang rendah untuk kategori itu dibandingkan CEO lainnya.
“Amazon memperoleh nilai LKS yang rendah karena kondisi pekerjaan dan kebijakan kepegawaiannya, juga keamanan data dan isu pelanggaran kompetisi,” ungkap HBR, dikutip Business Insider. Ada juga beberapa CEO yang masuk daftar HBR lengser tahun ini, seperti Mark Parker dari Nike dan Anders dari Vestas.
Kali ini CEO perempuan yang masuk daftar hanya empat orang. Namun, menurut HBR, hal itu disebut bukan karena kinerja mereka kurang baik, melainkan karena jumlah perempuan di tingkat eksekutif masih sedikit. HBR mengakui kinerja perempuan tidak kalah dengan laki-laki dalam mengurus perusahaan.
Huang mendapat predikat bergengsi tersebut, salah satunya karena visinya yang sangat menangkap perubahan zaman. Salah satu pendiri Nvidia itu mampu melihat peluang bisnis komputer sejak lebih dari satu dekade lalu.
Saat itu dia mulai mengembangkan produk berbasis komputer demi menyongsong era kecerdasan buatan (AI) yang kini melambung. “Saya benar-benar ingin mengembangkan teknologi tersebut lebih maju lagi,” ujar Huang, dikutip Fortune.
CEO Adobe, Shantanu Narayen, mengakui kekuatan visi Huang yang jauh melampaui CEO lain dalam industri sama. Hebatnya lagi, lelaki kelahiran 17 Februari 1963 tersebut mampu mengeksekusinya. “Dia merupakan salah satu orang yang unik yang mengombinasikan visi dan eksekusi,” kata Narayen.
Dengan visi yang sangat kuat tersebut, namanya sering disejajarkan dengan Bezos dan Elon Musk. Kendati demikian, namanya dan nama Nvidia pun relatif jarang terdengar karena Huang dan Nvidia tidak fokus pada pembuatan aplikasi chating atau mesin pencari. Namun, semua operasi itu bisa berjalan karena perangkat keras Nvidia.
Dengan visi yang kuat itulah, Huang berhasil membawa Nvidia meraup pendapatan yang signifikan. Selama tiga tahun terakhir, penjualan Nvidia rata-rata naik sekitar 19% dan keuntungan naik 56% per tahun. Dalam empat kuartal terakhir, Nvidia berhasil meraih penjualan USD9 miliar dan keuntungan USD2,6 miliar.
Sejauh ini, di bawah kepemimpinan alumnus Oregon State University dan Stanford University itu, Nvidia berhasil menguasai 70% pasar GPU, meski persaingan kian ketat setelah Intel dan AMD melakukan revolusi teknologi baru. Jefferies dari Mark Lipacis menyatakan Nvidia merebut dominasi dari IBM yang berjaya pada 1950-an serta Microsoft dan Intel pada 1960-an.
Jim Crammer dari CNBC juga menyatakan Nvidia merupakan salah satu perusahaan besar zaman sekarang. Huang sendiri tidak menyangka kesuksesannya bisa sebesar ini ketika mendirikan Nvidia bersama Chris Malachowsky dan Curtis Priem pada 1993. Mereka semua merupakan ahli teknologi komputer.
Lantas, bagaimana Huang bisa membangun Nvidia hingga seperti saat ini. Ternyata pendirian perusahaan tersebut berawal dari diskusinya bersama Malachowsky dan Priem di sebuah restoran dekat rumah Huang. Dari hasil mengobrol itulah, mereka meyakini pembuatan perangkat keras terlihat menjanjikan.
Untuk diketahui, saat itu bisnis video game sedang mem-booming ke seluruh dunia. Namun di sisi lain, video game masih menghadapi permasalahan komputerisasi yang sangat menantang. (Muh Shamil)
(nfl)