Bersaing di Paris, Produk Cokelat Indonesia Siap Tembus Pasar Dunia
A
A
A
PARIS - Paviliun Indonesia mendapat respons positif dan perhatian banyak pengunjung dalam pameran cokelat terbesar di dunia, Salon du Chocolat 2019 di Paris, Perancis. Kali ini, Paviliun Indonesia menghadirkan lima eksibitor.
Hal ini memperlihatkan peningkatan dari keikutsertaan sebelumnya. Dalam Salon Du Chocolat tahun 2017, hanya ada dua peserta pameran dari Indonesia. Namun demikian, pameran tahun 2017 tersebut menghasilkan potensi transaksi yang diperkirakan mencapai sebesar USD720 ribu.
Duta Besar Indonesia untuk Perancis, Arrmanatha Nasir menyampaikan, bahwa Perancis termasuk importir terbesar untuk produk kakao dengan 64% dari total impor produk kakao adalah dalam bentuk cokelat. "Melihat kondisi ini dan berkembangnya bisnis cokelat di tanah air, Indonesia harus dapat mengambil peluang pasar tersebut," ungkapnya lewat keterangan resmi, Kamis (31/10/2019).
Apalagi terang dia, tahun ini Paviliun Indonesia tampil lebih ‘manis’ dan kuat dengan lima perusahaan dan produsen coklat terkemuka Tanah Air, yaitu Pod Junglempire (dari Bali), Krakakoa, Ewwon Chocolate, Timor Mitraniaga (dengan brand ‘Gaura’), dan Biji Kakao Trading. Selain memproduksi coklat, kelima perusahaan tersebut juga turut bergerak di bidang perdagangan coklat, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan pemberdayaan sumber manusia dalam pertanian dan pengolahan coklatnya.
Strategi pemasaran produk coklat Indonesia juga disandingkan dengan potensi pariwisata Nusantara. Hal ini sesuai dengan selera wisatawan Prancis terkini, yang menyukai destinasi wisata adventure, eco-tourism, atau specialty, misalnya perjalanan mengunjungi pabrik cokelat, pengalaman memetik teh dah buah, atau hidup di alam terbuka seperti pertanian atau perkebunan.
"Dengan menyatukan promosi produk dengan pariwisata, harapannya semakin banyak wisatawan asing yang berminat untuk merasakan coklat Indonesia langsung di Indonesia, misalnya di Bali atau Sumba, NTT," ungkapnya.
Bertempat di Hall 4 Stand 6C, pembukaan Paviliun Indonesia dihadiri oleh Presiden Syndicat du Chocolat (Mr. Patrick Poirrier), Managing Director Salon Du Chocolat (Mr. Gérald Palacios), Kepala BPOM (Ibu Penny Lukito). Hadir pula Gubernur Nusa Tenggara Timur, Bapak Viktor Laiskodat, yang khusus membawa coklat single-origin andalan Sumba.
Salon Du Chocolat merupakan pameran coklat terbesar di dunia yang diadakan di beberapa kota di dunia termasuk Paris. Ide awal dari pameran ini adalah sebagai jembatan antara pengusaha coklat dengan produsen biji coklat. Seiring berjalannya waktu, inovasi di bidang coklat kian meluas dan kini ikut menggandeng pelaku-pelaku bisnis di bidang pastry.
Pameran tahun ini diperkirakan akan dihadiri oleh 10,8 juta pengunjung dengan 230 exhibitor yang berasal dari 17 negara. Potensi perdagangan yang besar di acara ini tentu menjadi harapan bagi Indonesia untuk memperkenalkan coklat-coklat dalam negeri yang memiliki kualitas yang setara dan bahkan lebih baik dibandingkan dengan kualitas coklat-coklat yang sudah ternama di dunia.
Hal ini memperlihatkan peningkatan dari keikutsertaan sebelumnya. Dalam Salon Du Chocolat tahun 2017, hanya ada dua peserta pameran dari Indonesia. Namun demikian, pameran tahun 2017 tersebut menghasilkan potensi transaksi yang diperkirakan mencapai sebesar USD720 ribu.
Duta Besar Indonesia untuk Perancis, Arrmanatha Nasir menyampaikan, bahwa Perancis termasuk importir terbesar untuk produk kakao dengan 64% dari total impor produk kakao adalah dalam bentuk cokelat. "Melihat kondisi ini dan berkembangnya bisnis cokelat di tanah air, Indonesia harus dapat mengambil peluang pasar tersebut," ungkapnya lewat keterangan resmi, Kamis (31/10/2019).
Apalagi terang dia, tahun ini Paviliun Indonesia tampil lebih ‘manis’ dan kuat dengan lima perusahaan dan produsen coklat terkemuka Tanah Air, yaitu Pod Junglempire (dari Bali), Krakakoa, Ewwon Chocolate, Timor Mitraniaga (dengan brand ‘Gaura’), dan Biji Kakao Trading. Selain memproduksi coklat, kelima perusahaan tersebut juga turut bergerak di bidang perdagangan coklat, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan pemberdayaan sumber manusia dalam pertanian dan pengolahan coklatnya.
Strategi pemasaran produk coklat Indonesia juga disandingkan dengan potensi pariwisata Nusantara. Hal ini sesuai dengan selera wisatawan Prancis terkini, yang menyukai destinasi wisata adventure, eco-tourism, atau specialty, misalnya perjalanan mengunjungi pabrik cokelat, pengalaman memetik teh dah buah, atau hidup di alam terbuka seperti pertanian atau perkebunan.
"Dengan menyatukan promosi produk dengan pariwisata, harapannya semakin banyak wisatawan asing yang berminat untuk merasakan coklat Indonesia langsung di Indonesia, misalnya di Bali atau Sumba, NTT," ungkapnya.
Bertempat di Hall 4 Stand 6C, pembukaan Paviliun Indonesia dihadiri oleh Presiden Syndicat du Chocolat (Mr. Patrick Poirrier), Managing Director Salon Du Chocolat (Mr. Gérald Palacios), Kepala BPOM (Ibu Penny Lukito). Hadir pula Gubernur Nusa Tenggara Timur, Bapak Viktor Laiskodat, yang khusus membawa coklat single-origin andalan Sumba.
Salon Du Chocolat merupakan pameran coklat terbesar di dunia yang diadakan di beberapa kota di dunia termasuk Paris. Ide awal dari pameran ini adalah sebagai jembatan antara pengusaha coklat dengan produsen biji coklat. Seiring berjalannya waktu, inovasi di bidang coklat kian meluas dan kini ikut menggandeng pelaku-pelaku bisnis di bidang pastry.
Pameran tahun ini diperkirakan akan dihadiri oleh 10,8 juta pengunjung dengan 230 exhibitor yang berasal dari 17 negara. Potensi perdagangan yang besar di acara ini tentu menjadi harapan bagi Indonesia untuk memperkenalkan coklat-coklat dalam negeri yang memiliki kualitas yang setara dan bahkan lebih baik dibandingkan dengan kualitas coklat-coklat yang sudah ternama di dunia.
(akr)