Sri Mulyani Pastikan Defisit Anggaran Melebar Menjadi 2,2%
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memastikan defisit anggaran tahun ini akan melebar menjadi 2%-2,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini melebar dari target di APBN 2019 sebesar 1,87% dan outlook 1,93%.
Sri Mulyani mengatakan pelebaran defisit anggaran ini karena target penerimaan negara kembali tidak tercapai pada tahun ini.
Target penerimaan negara tahun ini sebesar Rp2.165,1 triliun. Target penerimaan itu terdiri dari penerimaan perpajakan (Pajak dan Bea Cukai) Rp1.786,4 triliun, PNBP Rp378,3 triliun dan Hibah Rp400 miliar.
Kembali melesetnya target penerimaan negara, kata Sri Mulyani, karena shortfall yang besar dari penerimaan pajak. Hingga Agustus lalu, penerimaan negara dari pajak baru mencapai Rp920,2 triliun atau 50,78% dari target APBN sebesar Rp1.577,56 triliun.
Apakah karena target ketinggian? Sri Mulyani menjelaskan bahwa target penerimaan negara yang ditetapkan pemerintah sangat realistis. Sebab, saat target disusun, pemerintah tidak memprediksi bahwa kondisi perekonomian akan seperti ini.
"Di dalam kita menetapkan target ada basis dari perhitungannya dan kemudian kita diskusikan dengan DPR, sehingga kita kita bisa menetapkan target tersebut. Bukan hanya dari sisi pure ekonomi tapi juga dari suatu proses politik yang dilakukan bersama-sama," ujar Sri Mulyani di Kemenkeu, Sabtu (2/11/2019).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa kondisi perekonomian global yang menekan saat ini, maka pemerintah juga melihat bagaimana untuk penyusunan tahun berikutnya.
"Kedua kondisi ekonomi bisa saja berubah seperti yang terjadi tahun 2019 ini, dimana akselerasi dari perlambatan global mempengaruhi ekonomi dalam negeri, sehingga kalau kita lihat dari berbagai asumsi harga komoditas, minyak, itu juga berubah secara dinamis. Sehingga memang di dalam memperkirakan, kita akan selalu dihadapkan pada kondisi ketidakpastian ini," tambahnya.
Namun, ia menekankan saat ini yang paling penting adalah fungsi dari APBN sendiri untuk menjaga ekonomi agar tetap suistainable. Selain itu, akan tetap berupaya untuk mengumpulkan penerimaan paling tidak mendekati dari target APBN saat ini.
"Itu yang paling penting, karena dari sisi angka, terutama dari sisi penerimaan, itu enggak akan mungkin terjadi akurasi karena ekonomi bergerak. Namun kita juga akan terus mencoba mendekati apa yang sudah ditargetkan," tandasnya.
Sri Mulyani mengatakan pelebaran defisit anggaran ini karena target penerimaan negara kembali tidak tercapai pada tahun ini.
Target penerimaan negara tahun ini sebesar Rp2.165,1 triliun. Target penerimaan itu terdiri dari penerimaan perpajakan (Pajak dan Bea Cukai) Rp1.786,4 triliun, PNBP Rp378,3 triliun dan Hibah Rp400 miliar.
Kembali melesetnya target penerimaan negara, kata Sri Mulyani, karena shortfall yang besar dari penerimaan pajak. Hingga Agustus lalu, penerimaan negara dari pajak baru mencapai Rp920,2 triliun atau 50,78% dari target APBN sebesar Rp1.577,56 triliun.
Apakah karena target ketinggian? Sri Mulyani menjelaskan bahwa target penerimaan negara yang ditetapkan pemerintah sangat realistis. Sebab, saat target disusun, pemerintah tidak memprediksi bahwa kondisi perekonomian akan seperti ini.
"Di dalam kita menetapkan target ada basis dari perhitungannya dan kemudian kita diskusikan dengan DPR, sehingga kita kita bisa menetapkan target tersebut. Bukan hanya dari sisi pure ekonomi tapi juga dari suatu proses politik yang dilakukan bersama-sama," ujar Sri Mulyani di Kemenkeu, Sabtu (2/11/2019).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa kondisi perekonomian global yang menekan saat ini, maka pemerintah juga melihat bagaimana untuk penyusunan tahun berikutnya.
"Kedua kondisi ekonomi bisa saja berubah seperti yang terjadi tahun 2019 ini, dimana akselerasi dari perlambatan global mempengaruhi ekonomi dalam negeri, sehingga kalau kita lihat dari berbagai asumsi harga komoditas, minyak, itu juga berubah secara dinamis. Sehingga memang di dalam memperkirakan, kita akan selalu dihadapkan pada kondisi ketidakpastian ini," tambahnya.
Namun, ia menekankan saat ini yang paling penting adalah fungsi dari APBN sendiri untuk menjaga ekonomi agar tetap suistainable. Selain itu, akan tetap berupaya untuk mengumpulkan penerimaan paling tidak mendekati dari target APBN saat ini.
"Itu yang paling penting, karena dari sisi angka, terutama dari sisi penerimaan, itu enggak akan mungkin terjadi akurasi karena ekonomi bergerak. Namun kita juga akan terus mencoba mendekati apa yang sudah ditargetkan," tandasnya.
(ven)