BI Akui Kondisi Global Tekan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) membeberkan kondisi perekonomian nasional yang saat ini masih dalam kondisi yang tidak stabil. Hal itu diungkapkan dalam acara Workshop on Accelerating Infrastructure Development yang di gelar di Kawasan Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2019).
Deputi Gubernur BI Rosmaya Hadi menjelaskan, kondisi ekonomi global saat ini tengah tidak menentu dan bakal berlanjut. Hal itu disebabkan oleh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Serta kondisi geopolitik yang terjadi di beberapa negara Eropa.
"Kita sama-sama tahu, kondisi saat ini kita lihat dari sisi global ada perang dagang yang rasanya akan berkelanjutan, AS-China yang merambah ke Eropa, Jepang dan geopolitik menyebabkan perekonomian di berbagai negara terimbas signifikan," ujar Rosmaya di Hotel Kempinski Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Dia pun melanjutkan mengenai data pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019 yang hanya 5,02%. Hal ini menunjukkan ketidakpastian global berpengaruh pada kinerja perdagangan. Hal itulah yang menekan ekspor Indonesia dan membuat neraca dagang mengalami defisit.
"Saya kembali melihat sesuatu yang harus disikapi dengan seksama. Jelas bahwa dengan lemahnya kondisi ekspor, kita sama-sama tahu bahwa ekspor di kuartal III ini ada perkembangan ekspor nikel, dimana secara khusus kita lihat harga nikel meningkat. Saya rasa ini karena antisipasi larangan ekspor, bukan cerminan permintaan riil. Jadi kita harus waspada," jelasnya.
Oleh karena itu, kata dia, harus ada upaya mengatasi kinerja manufaktur yang melemah di tengah transformasi ekonomi yang sedang dilakukan pemerintah. "Kita lihat lemahnya kinerja sektor manufaktur di tengah sejumlah transformasi yang dilakukan pemerintah, dan ini akan menjadi perhatian kami karena berdampak terhadap investasi dan konsumsi terbatas," tandasnya.
Deputi Gubernur BI Rosmaya Hadi menjelaskan, kondisi ekonomi global saat ini tengah tidak menentu dan bakal berlanjut. Hal itu disebabkan oleh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Serta kondisi geopolitik yang terjadi di beberapa negara Eropa.
"Kita sama-sama tahu, kondisi saat ini kita lihat dari sisi global ada perang dagang yang rasanya akan berkelanjutan, AS-China yang merambah ke Eropa, Jepang dan geopolitik menyebabkan perekonomian di berbagai negara terimbas signifikan," ujar Rosmaya di Hotel Kempinski Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Dia pun melanjutkan mengenai data pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019 yang hanya 5,02%. Hal ini menunjukkan ketidakpastian global berpengaruh pada kinerja perdagangan. Hal itulah yang menekan ekspor Indonesia dan membuat neraca dagang mengalami defisit.
"Saya kembali melihat sesuatu yang harus disikapi dengan seksama. Jelas bahwa dengan lemahnya kondisi ekspor, kita sama-sama tahu bahwa ekspor di kuartal III ini ada perkembangan ekspor nikel, dimana secara khusus kita lihat harga nikel meningkat. Saya rasa ini karena antisipasi larangan ekspor, bukan cerminan permintaan riil. Jadi kita harus waspada," jelasnya.
Oleh karena itu, kata dia, harus ada upaya mengatasi kinerja manufaktur yang melemah di tengah transformasi ekonomi yang sedang dilakukan pemerintah. "Kita lihat lemahnya kinerja sektor manufaktur di tengah sejumlah transformasi yang dilakukan pemerintah, dan ini akan menjadi perhatian kami karena berdampak terhadap investasi dan konsumsi terbatas," tandasnya.
(ind)