Negara-negara Ini Paling Tahan Terhadap Perang Dagang, RI Termasuk!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Studi yang dilakukan oleh Laboratorium Penilaian Sino-Rusia atas Konsekuensi Perang Dagang Antar-Negara yang dilakukan pada awal tahun 2024 di National Supercomputing Center China menguji ketahanan 19 negara global terhadap sanksi ekonomi skala besar dengan menggunakan pemodelan matematika.
Dalam studi tersebut, para analis menilai kerugian langsung produk domestik bruto (PDB) yang akan dialami setiap negara jika dihadapkan pada blokade perdagangan total tanpa adanya kemungkinan impor paralel. Studi tersebut mengungkapkan bahwa meskipun semua negara akan mengalami kontraksi ekonomi berdasarkan skenario yang diusulkan, beberapa negara akan terkena dampak yang lebih buruk dibandingkan negara lain.
Mengutip Russia Today, Minggu (19/5/2024), Rusia menjadi salah satu dari tiga negara yang paling tangguh, dengan perekonomian yang menyusut tidak lebih dari 3,5%. Dua lainnya adalah China dengan PDB yang hanya akan mengalami penurunan sebesar 3,1% dan Amerika Serikat (AS) yang PDB-nya akan mengalami penurunan sebesar 2,3%.
Sementara itu, Jerman, Prancis, dan Inggris akan terkena dampak yang lebih parah. Perekonomian Jerman terkena dampak terburuk jika hubungan dagangnya terputus dan akan mengalami kontraksi sebesar 8,1%. Kerusakan yang signifikan juga akan dialami oleh Korea Selatan (turun 7,9%), Meksiko (7,2%), Perancis (7%), Turki (6,6%), Italia (6%) dan Inggris (5,7%).
Studi ini juga menemukan bahwa perekonomian Australia, Indonesia, dan Jepang hanya akan mengalami kontraksi sebesar 3,7-3,8% yang membuat negara-negara tidak terlalu rentan terhadap sanksi perdagangan dibandingkan India, Brasil, dan Kanada, yang mengalami penurunan PDB sebesar 4%, 4,2%, dan 5,5%.
Para analis mengaitkan kinerja stress-test yang relatif baik dari perekonomian Amerika, China, dan Rusia dengan Indeks Gabungan Kapabilitas Nasional bersyarat, yang menjelaskan bahwa negara-negara ini memiliki sumber daya alam, serta potensi manusia, ilmu pengetahuan, dan militer yang lebih besar dibandingkan negara-negara lain.
Mengomentari temuan tersebut, Stanislav Murashov, Kepala Ekonom di Raiffeisenbank, mencatat bahwa ketika menghadapi pembatasan ekonomi, negara-negara yang paling sedikit terkena dampak akan menjadi pihak yang paling siap.
"Pemenangnya adalah yang secara umum, bersiap menghadapi (pembatasan) dengan melokalisasi produksinya, atau yang mampu, misalnya, meninggalkan beberapa komponen, suku cadang, bahan mentah, peralatan yang diimpor. Dilihat dari penelitian tersebut, kemungkinan tesis terkonfirmasi bahwa Eropa lebih bergantung pada pasar global dibandingkan China, Amerika Serikat, dan Rusia," katanya kepada harian berita Kommersant.
Hasil studi ini seakan menjelaskan mengapa perekonomian Rusia, yang telah terkena berbagai sanksi ekonomi internasional akibat konflik Ukraina, mampu bertahan. Ekonomi Rusia yang awalnya mengalami kontraksi sebesar 1,2% pada tahun 2022, tahun lalu pulih dengan mencatat pertumbuhan sebesar 3,6%.
Bahkan, di kuartal pertama tahun 2024 PDB Rusia mampu tumbuh sebesar 5,4% (yoy). Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pada bulan lalu bahwa mereka memperkirakan perekonomian Rusia akan tumbuh sebesar 3,2% tahun ini, sebuah proyeksi yang menempatkan negara tersebut di depan sejumlah negara besar di Barat, termasuk AS (2,7%), Inggris (0,5%), Perancis (2,7%), dan Jerman (0,2%).
Dalam studi tersebut, para analis menilai kerugian langsung produk domestik bruto (PDB) yang akan dialami setiap negara jika dihadapkan pada blokade perdagangan total tanpa adanya kemungkinan impor paralel. Studi tersebut mengungkapkan bahwa meskipun semua negara akan mengalami kontraksi ekonomi berdasarkan skenario yang diusulkan, beberapa negara akan terkena dampak yang lebih buruk dibandingkan negara lain.
Mengutip Russia Today, Minggu (19/5/2024), Rusia menjadi salah satu dari tiga negara yang paling tangguh, dengan perekonomian yang menyusut tidak lebih dari 3,5%. Dua lainnya adalah China dengan PDB yang hanya akan mengalami penurunan sebesar 3,1% dan Amerika Serikat (AS) yang PDB-nya akan mengalami penurunan sebesar 2,3%.
Sementara itu, Jerman, Prancis, dan Inggris akan terkena dampak yang lebih parah. Perekonomian Jerman terkena dampak terburuk jika hubungan dagangnya terputus dan akan mengalami kontraksi sebesar 8,1%. Kerusakan yang signifikan juga akan dialami oleh Korea Selatan (turun 7,9%), Meksiko (7,2%), Perancis (7%), Turki (6,6%), Italia (6%) dan Inggris (5,7%).
Studi ini juga menemukan bahwa perekonomian Australia, Indonesia, dan Jepang hanya akan mengalami kontraksi sebesar 3,7-3,8% yang membuat negara-negara tidak terlalu rentan terhadap sanksi perdagangan dibandingkan India, Brasil, dan Kanada, yang mengalami penurunan PDB sebesar 4%, 4,2%, dan 5,5%.
Para analis mengaitkan kinerja stress-test yang relatif baik dari perekonomian Amerika, China, dan Rusia dengan Indeks Gabungan Kapabilitas Nasional bersyarat, yang menjelaskan bahwa negara-negara ini memiliki sumber daya alam, serta potensi manusia, ilmu pengetahuan, dan militer yang lebih besar dibandingkan negara-negara lain.
Mengomentari temuan tersebut, Stanislav Murashov, Kepala Ekonom di Raiffeisenbank, mencatat bahwa ketika menghadapi pembatasan ekonomi, negara-negara yang paling sedikit terkena dampak akan menjadi pihak yang paling siap.
"Pemenangnya adalah yang secara umum, bersiap menghadapi (pembatasan) dengan melokalisasi produksinya, atau yang mampu, misalnya, meninggalkan beberapa komponen, suku cadang, bahan mentah, peralatan yang diimpor. Dilihat dari penelitian tersebut, kemungkinan tesis terkonfirmasi bahwa Eropa lebih bergantung pada pasar global dibandingkan China, Amerika Serikat, dan Rusia," katanya kepada harian berita Kommersant.
Hasil studi ini seakan menjelaskan mengapa perekonomian Rusia, yang telah terkena berbagai sanksi ekonomi internasional akibat konflik Ukraina, mampu bertahan. Ekonomi Rusia yang awalnya mengalami kontraksi sebesar 1,2% pada tahun 2022, tahun lalu pulih dengan mencatat pertumbuhan sebesar 3,6%.
Bahkan, di kuartal pertama tahun 2024 PDB Rusia mampu tumbuh sebesar 5,4% (yoy). Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pada bulan lalu bahwa mereka memperkirakan perekonomian Rusia akan tumbuh sebesar 3,2% tahun ini, sebuah proyeksi yang menempatkan negara tersebut di depan sejumlah negara besar di Barat, termasuk AS (2,7%), Inggris (0,5%), Perancis (2,7%), dan Jerman (0,2%).
(fjo)