Teknologi Pertanian Angkat Kesejahteraan Petani dan Nelayan
A
A
A
JAKARTA - Sektor kelautan, perikanan maupun pertanian harus memanfaatkan Internet of Thing (IoT) dari hulu hingga hilir. Tujuannya, meningkatkan produktivitas dan mensejahterakan pekerja dalam sektor-sektor tersebut.
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Budi Sulistiyo menjelaskan, implementasi IoT di perikanan tangkap telah dilakukan KKP dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (Vessel Monitoring System-VMS). "Sistem ini digunakan untuk mengetahui pergerakan dan aktivitas kapal perikanan. Sejak 2003, KKP telah mewajibkan pemanfaatan VMS dengan memasang alat pemancar atau transmitter pada kapal-kapal perikanan berukuran di atas 30 GT," jelasnya saat dihubungi Koran Sindo di Jakarta, kemarin.
Selain itu, untuk jenis perikanan lain, misalnya budidaya dalam menyongsong revolusi 4.0, KKP menguatkan kapasitas seluruh pembudidaya ikan dengan membentuk kampung digital. Salah satu percontohan kampung digital berada di Indramayu, Jawa Barat pada pengembangan komoditas lele. Selain itu juga digunakan aplikasi e-Fishery melalui alat pemberi pakan otomatis.
E-Fishery merupakan start up digital karya anak bangsa yang menjadikan pendirinya Gibran Huzaefah masuk daftar 300 anak muda Asia bertalenta. Aplikasi ini membantu peternak ikan agar mudah dalam memberi pakan. e-Fishery akan membantu memberi data terkait jumlah dan waktu pakan untuk ikan.
Budi menambahkan, pemanfaatan VMS juga untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan perikanan. Meningkatkan ketaatan kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan, dan pengangkutan ikan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. "Kami juga dapat memperoleh data dan informasi tentang kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan perikanan secara bertanggungjawab dan berkelanjutan. Juga meningkatkan pelaksanaan penegakan hukum di bidang perikanan," jelasnya.
Tren penggunaan VMS akan terus meningkat seiring dengan semakin ketatnya aturan negara-negara pengimpor ikan terhadap keterlacakan. Untuk dapat mengakses pasar di Eropa, Amerika Serikat dan negara lain, rantai pasok atau supply chain dari sejak ikan ditangkap sampai ke end user harus dapat ditelusuri dengan baik.
Pemanfaatan teknologi sepenuhnya diatur oleh kebijakan, seperti implementasi VMS sudah ada sejak 2003 dan terakhir berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan disebutkan bahwa setiap kapal perikanan berukuran lebih dari 30 GT yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dan di laut lepas wajib memasang transmiter.
"Kami serius menyelenggaraan VMS di Indonesia karena melibatkan pemanfaatan transmitter yang terkoneksi dengan satelit. Satelit satelit yang dapat digunakan antara lain, Inmarsat, Argos, Iridium, dan beberapa satelit lain yang dioperasikan oleh operator satelit dari Amerika, Australia, Perancis, dan negara operator satelit lainnya," ungkap Budi.
Dibawah Pusat Riset Kelautan KKP, juga dibuat WakatobiAIS atau Wahana Keselamatan dan Pemantauan Objek Berbasis Informasi AIS. Di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara juga lokasi kantor Wakatobi AIS.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik sangat mendukung apa yang dilakukan KKP sebab baginya dunia sudah berubah teknologi terus berkembang. Disaat yang sama infrastukur komunikasi di Indonesia sudah berkembang.
Riza yakin pemerintah dibantu pihak swasta sudah banyak terobosan yang dilakukan mulai dari sistem perizinan, penangkapan serta keselamatan di laut. " Sekarang bagaimana caranya agar inisiatif yang berkembang ini, terkonsolidasi sehingga nantinya tidak menjadi kontraproduktif dari apa yang kita harapkan," sebutnnya.
Penggunaan IoT itu dapat digunakan untuk medekatkan antara produsen dan konsumen. Selama ini yang terjadi pada sektor perikanan, yakni rantai dagangnya terlalu panjang sehingga merugikan nelayan. Riza menyebut, jika dapat dibuat semakin pendek akan menjangkau dan semakin diuntungkan. "Konsumen juga akan diuntungkan karena harga ikan semakin terjangkau. Di saat yang sama nelayan juga dapat untung besar," tandasnya.
Penggunaan IoT dalam sektor perikanan dan kelautan ini juga ditandai adanya data sehingga dapat melihat secara akurat cadangan pangan nasional dengan baik. Dia pun meminta pemerintah harus lebih terbuka dengan pelaku industri teknologi, apa saja yang pemerintah butuhkan.
Riza menceritakan, di beberapa negara tepatnya 10 negara ASEAN dan Srilanka, Bangladesh sudah menggunakan aplikasi untuk memudahkan kerja nelayan. Tentu ini membutuhkan waktu. Sebab nelayan membutuhkan pelatihan untuk menggunakan gawai dalam menjalankan sistem di aplikasi tersebut. "Intinya itu hanya alat bukan tujuan, tujuan kerja nelayan untuk meningkatkan hasil produktivitas sehingga kesejahteraan meningkat," ujarnya.
Kepala Bidang Data Non Komoditas Pusdatin Kementerian Pertanian (Kementan) Luthful Hakim menjelaskan, fokus yang diamati ialah curah hujan dan ikllim serta ketersediaan air. Untuk menyebarkan informasi mengenai itu dibutuhkan IoT agar dapat diakses. Terkait iklim, bekerjasama dengan BMKG. Untuk ketersediaan air, dapat dilihat dari air yang ada dibendungan atau waduk. "Kami bekerjasama dengan KemenPUPR untuk tinggi muka air yang ada di 180 bendungan di seluruh Indonesia," ujarnya.
Perkiraan curah hujan bulanan sampai 6 bulan kedepan dari BMKG. Kementan kembangkan dengan sistem prakiraan cuaca harian yang bekerjasama dengan International Research Institute for Climate and Society yang dapat diketahui per wilayah kecamatan.
"Perkiraan curah hujan harian ini sangat penting terkait dengan ketersediaan air untuk tanamna hortikultura. Karena tanaman tersebut perlu ketersediaan air dalam waktu yang pendek," ungkap Luthful.
Kalangan swasta atau perorangan pun bahu membahu memanfaatkan IoT di sektor pertanian. Mahendra Tiapa Sitepu salah satunya. Dengan menciptakan marketplace membantu petani, dia mendekatkan petani dengan konsumen, serta menyediakan segala kebutuhan petani dengan mudah. Marketplace tersebut ialah PakTanidigital yang sempat mendapat penghargaan dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) untuk kategori inovasi Hilir Pertanian.
PakTani Digital ini membantu sosial ekonomi petani. Petani akan dibuka wawasannya tentang pasar digital sehingga mereka menjadi penerima manufaktur besar. Proses untuk memotong mata rantai bisnis bakal terjadi melalui digitalisasi. Akses terhadap supplier makin terbuka. "Jadi, mereka dapat membeli alat pertanian langsung berhubungan supplier utama. Harga lebih murah jaminan mutu juga berkualitas," jelasnya.
Tantangannya ialah bagaimana membawa teknologi internet ke pedesaan. Akhirnya yang dilakukan Mahendra ialah tetap menggunakan anak muda sebagai media penghubung. (Ananda Nararya)
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Budi Sulistiyo menjelaskan, implementasi IoT di perikanan tangkap telah dilakukan KKP dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (Vessel Monitoring System-VMS). "Sistem ini digunakan untuk mengetahui pergerakan dan aktivitas kapal perikanan. Sejak 2003, KKP telah mewajibkan pemanfaatan VMS dengan memasang alat pemancar atau transmitter pada kapal-kapal perikanan berukuran di atas 30 GT," jelasnya saat dihubungi Koran Sindo di Jakarta, kemarin.
Selain itu, untuk jenis perikanan lain, misalnya budidaya dalam menyongsong revolusi 4.0, KKP menguatkan kapasitas seluruh pembudidaya ikan dengan membentuk kampung digital. Salah satu percontohan kampung digital berada di Indramayu, Jawa Barat pada pengembangan komoditas lele. Selain itu juga digunakan aplikasi e-Fishery melalui alat pemberi pakan otomatis.
E-Fishery merupakan start up digital karya anak bangsa yang menjadikan pendirinya Gibran Huzaefah masuk daftar 300 anak muda Asia bertalenta. Aplikasi ini membantu peternak ikan agar mudah dalam memberi pakan. e-Fishery akan membantu memberi data terkait jumlah dan waktu pakan untuk ikan.
Budi menambahkan, pemanfaatan VMS juga untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan perikanan. Meningkatkan ketaatan kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan, dan pengangkutan ikan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. "Kami juga dapat memperoleh data dan informasi tentang kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan perikanan secara bertanggungjawab dan berkelanjutan. Juga meningkatkan pelaksanaan penegakan hukum di bidang perikanan," jelasnya.
Tren penggunaan VMS akan terus meningkat seiring dengan semakin ketatnya aturan negara-negara pengimpor ikan terhadap keterlacakan. Untuk dapat mengakses pasar di Eropa, Amerika Serikat dan negara lain, rantai pasok atau supply chain dari sejak ikan ditangkap sampai ke end user harus dapat ditelusuri dengan baik.
Pemanfaatan teknologi sepenuhnya diatur oleh kebijakan, seperti implementasi VMS sudah ada sejak 2003 dan terakhir berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan disebutkan bahwa setiap kapal perikanan berukuran lebih dari 30 GT yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dan di laut lepas wajib memasang transmiter.
"Kami serius menyelenggaraan VMS di Indonesia karena melibatkan pemanfaatan transmitter yang terkoneksi dengan satelit. Satelit satelit yang dapat digunakan antara lain, Inmarsat, Argos, Iridium, dan beberapa satelit lain yang dioperasikan oleh operator satelit dari Amerika, Australia, Perancis, dan negara operator satelit lainnya," ungkap Budi.
Dibawah Pusat Riset Kelautan KKP, juga dibuat WakatobiAIS atau Wahana Keselamatan dan Pemantauan Objek Berbasis Informasi AIS. Di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara juga lokasi kantor Wakatobi AIS.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik sangat mendukung apa yang dilakukan KKP sebab baginya dunia sudah berubah teknologi terus berkembang. Disaat yang sama infrastukur komunikasi di Indonesia sudah berkembang.
Riza yakin pemerintah dibantu pihak swasta sudah banyak terobosan yang dilakukan mulai dari sistem perizinan, penangkapan serta keselamatan di laut. " Sekarang bagaimana caranya agar inisiatif yang berkembang ini, terkonsolidasi sehingga nantinya tidak menjadi kontraproduktif dari apa yang kita harapkan," sebutnnya.
Penggunaan IoT itu dapat digunakan untuk medekatkan antara produsen dan konsumen. Selama ini yang terjadi pada sektor perikanan, yakni rantai dagangnya terlalu panjang sehingga merugikan nelayan. Riza menyebut, jika dapat dibuat semakin pendek akan menjangkau dan semakin diuntungkan. "Konsumen juga akan diuntungkan karena harga ikan semakin terjangkau. Di saat yang sama nelayan juga dapat untung besar," tandasnya.
Penggunaan IoT dalam sektor perikanan dan kelautan ini juga ditandai adanya data sehingga dapat melihat secara akurat cadangan pangan nasional dengan baik. Dia pun meminta pemerintah harus lebih terbuka dengan pelaku industri teknologi, apa saja yang pemerintah butuhkan.
Riza menceritakan, di beberapa negara tepatnya 10 negara ASEAN dan Srilanka, Bangladesh sudah menggunakan aplikasi untuk memudahkan kerja nelayan. Tentu ini membutuhkan waktu. Sebab nelayan membutuhkan pelatihan untuk menggunakan gawai dalam menjalankan sistem di aplikasi tersebut. "Intinya itu hanya alat bukan tujuan, tujuan kerja nelayan untuk meningkatkan hasil produktivitas sehingga kesejahteraan meningkat," ujarnya.
Kepala Bidang Data Non Komoditas Pusdatin Kementerian Pertanian (Kementan) Luthful Hakim menjelaskan, fokus yang diamati ialah curah hujan dan ikllim serta ketersediaan air. Untuk menyebarkan informasi mengenai itu dibutuhkan IoT agar dapat diakses. Terkait iklim, bekerjasama dengan BMKG. Untuk ketersediaan air, dapat dilihat dari air yang ada dibendungan atau waduk. "Kami bekerjasama dengan KemenPUPR untuk tinggi muka air yang ada di 180 bendungan di seluruh Indonesia," ujarnya.
Perkiraan curah hujan bulanan sampai 6 bulan kedepan dari BMKG. Kementan kembangkan dengan sistem prakiraan cuaca harian yang bekerjasama dengan International Research Institute for Climate and Society yang dapat diketahui per wilayah kecamatan.
"Perkiraan curah hujan harian ini sangat penting terkait dengan ketersediaan air untuk tanamna hortikultura. Karena tanaman tersebut perlu ketersediaan air dalam waktu yang pendek," ungkap Luthful.
Kalangan swasta atau perorangan pun bahu membahu memanfaatkan IoT di sektor pertanian. Mahendra Tiapa Sitepu salah satunya. Dengan menciptakan marketplace membantu petani, dia mendekatkan petani dengan konsumen, serta menyediakan segala kebutuhan petani dengan mudah. Marketplace tersebut ialah PakTanidigital yang sempat mendapat penghargaan dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) untuk kategori inovasi Hilir Pertanian.
PakTani Digital ini membantu sosial ekonomi petani. Petani akan dibuka wawasannya tentang pasar digital sehingga mereka menjadi penerima manufaktur besar. Proses untuk memotong mata rantai bisnis bakal terjadi melalui digitalisasi. Akses terhadap supplier makin terbuka. "Jadi, mereka dapat membeli alat pertanian langsung berhubungan supplier utama. Harga lebih murah jaminan mutu juga berkualitas," jelasnya.
Tantangannya ialah bagaimana membawa teknologi internet ke pedesaan. Akhirnya yang dilakukan Mahendra ialah tetap menggunakan anak muda sebagai media penghubung. (Ananda Nararya)
(nfl)