Perkembangan IoT, Genjot Sektor Produksi Pertanian
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan teknologi dan informasi memunculkan berbagai inovasi baru di sektor-sektor produksi. Bahkan, konsep Internet of Things (IoT) makin tren di masyarakat, dan sudah mulai menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan.
Tak hanya di masyarakat dunia, Indonesia pun turut merasakan kemajuannya, terutama dalam sektor pertanian dan perikanan. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), IoT banyak digunakan untuk industri pertanian, salah satu yang tengah tren di sana adalah penggunaan robot sebagai pengganti tenaga para petani.
Robot yang lebih dikenal dengan sebutan framrobot ini mampu melakukan kegiatan para petani, seperti menyiram, menanam, dan memberikan pupuk. Cara mengoprasionalkan robot ini pun bisa melalu smartphone.
Di wilayah California, juga tengah mengembangkan drone yang mampu mendeteksi kesuburan lahan, sehingga bisa mengurangi risiko gagal panen. Robot ini dilengkapi dengan sensor yang bisa mendeteksi gulma dalam tanah. Alat yang didesain menyerupai meja ini bisa digunakan di darat.
Bila di AS memiliki teknologi yang mampu membantu para petani dalam hal menanam dan mendeteksi kesuburan tanah, di Indonesia penggunaan teknologi dalam dunia pertanian dengan menggunakan drone juga tengah populer. Jika biasanya alat ini digunakan untuk membawa kamera atau sebagai pengambil gambar dari jarak jauh, kini dialihfungsikan sebagai penebar pupuk dan penyemprot hama dan penyakit.
Salah satunya yang mengalihfungsikan drone untuk pertanian adalah Hizkia Sitepu. Hasil rancangannya ini mampu mempermudah para petani dalam hal pemberian pupuk dan penyemprotan hama.
Meskipun drone yang dibuatnya masih belum dipatenkan, namun telah banyak menarik minat berbagai perusahaan perkebunan dan juga e-commerce Tanah Air.
"Sebetulnya drone ini masih dalam bentuk sederhana, namun bisa digunakan untuk membawa pupuk yang cukup untuk 2 hektare sawah atau perkebunan. Nantinya, kami akan ciptakan lagi drone yang bisa menampung lebih besar lagi," jelas Hizkia.
Drone hasil rancangan Hizkia memiliki enam lengan baling-baling dengan wadah yang diletakkan pada bagian bawah body drone. Sedangkan di dalam wadah tersebut diletakkan komputer, antena receiver, baterai, dan sensor seperti gyro dan proximity.
"Di bagian bawahnya kami taruh kamera untuk kebutuhan surveillance dan juga fixed landing gear. Kami juga menambahkan sistem kecerdasan buatan atau yang biasa di sebut artificial intelligence," ungkap Hizkia.
Hizkia pun menjelaskan, adanya teknologi kecerdasan buatan ini untuk melakukan perhitungan seberapa banyak pupuk yang harus disemprotkan. Nantinya, pupuk yang disemprotkan dari dalam kontainer akan mengalir dan menuju kemasing-masing lengan drone.
Tidak hanya sekadar membantu dari segi waktu penyemprotan, alat ini juga bisa menghemat penggunaan pupuk atau pun obat hama. "Lewat cara ini kita bisa lebih menghemat, misalkan jika pada lahan satu hektare petani membutuhkan biaya Rp1 juta untuk pupuk dan pestisida, dengan menggunakan drone hanya memerlukan biaya Rp600.000 hal ini bisa menghemat sekitar 40%," jelas Hizkia.
Dari segi waktu, bila normalnya penyemprotan manual membutuhkan waktu satu jam untuk satu hektar, bila menggunakan drone hanya membutuhkan waktu 30 menit. "Dari segi biaya pembuatan, meskipun kita masih rancangan sederhana biayanya sekitar Rp 15 sampai Rp 20 juta," kata Hizkia.
Tidak hanya dalam bidang pertanian, penggunaan teknologi berbasis internet juga merambah sektor perikanan. Salah satunya eFishery. Teknologi ini mampu membantu para peternak ikan memberikan makan ikan-ikannya secara otomatis.
Teknologi ini pertama kali diperkenalkan oleh Gibran Huzaefah. Ide ini didapatkannya karena melihat dana untuk pembelian pakan yang cukup besar mencapai 70%, dan melihat pemberian makan dengan cara tradisional dinilai kurang efektif. Lewat metode eFishery, pemberian makan bisa lebih dihemat.
"Ketika kita memberikan pakan pada ikan dengan cara tradisional, yaitu menggunakan tangan atau hand feeding, tingkat efektifitasnya kurang. Misalkan saja, saat kita memberikan makanan dalam jumlah banyak, belum tentu akan dimakan semua ikan. Sedangkan, jika makanan tersebut sudah terkena air, nutrisi yang ada dalam makanan tersebut bisa hilang," jelas Gibran saat di hubungi KORAN SINDO.
Dengan aplikasi ini para peternak ikan pun tidak perlu lagi merugi membeli pakan setiap hari untuk ikannya, karena lewat alat ini pemberian makanan pun bisa diatur dengan jumlah yang sesuai. "Aplikasi ini telah membuktikan bisa menurunkan jumlah pemberian pakan secara berlebihan. Dengan begitu pemberian makanan pun jauh lebih efisien," tutur Gibran.
Cara kerja aplikasi ini sangat mudah dan mampu dihubungkan melalui aplikasi di android. Para penggunanya pun mampu mengatur frekuensi, jadwal, dan takaran pemberian makannya secara otomatis dan dari mana saja. Para peternak pun mampu mengirimkan jumlah pakan yang digunakan sebagai reverensi saat ingin mengembangkan tambak ikannya lagi.
Aplikasi ini juga menyediakan pemberian makan dengan pola yang berbeda. Hal ini sangat membatu untuk Anda yang memiliki jenis peternakan ikan yang berbeda.
"Kita juga bisa mengetahui berapa jumlah takaran makanan yang dibutuhkan dan itu sudah diatur sesuai dengan total masa ikan yang ada di dalam kolam tersebut. Perbandingan ini akan selalu berubah mengikuti pola tumbuh mereka dari kecil hingga siap dipanen," lanjut Gibran.
Tidak hanya itu, aplikasi ini juga dilengkapi fitur sensor pendeteksi waktu makan ikan. Jadi, pemberian makan akan terhenti jika sensor pendeteksi kekenyangan telah menyala. "Alat ini menangkap sensor dari alur gerak ikan, semakin ikan bergerak agresif menandakan ikan itu lapar. Jika ikan sudah merasa tenang sensor pemberian makan pun akan terhenti," tutur Gibran.
Jika Anda tertarik untuk menggunakannya sebagai pelengkap dari usaha budi daya ikan, Anda harus menyiapkan dana sebesar Rp 8 juta. Saat ini penggunaan aplikasi ini pun sudah digunakan oleh banyak pembudidaya. (Aprilia S Andyna)
Tak hanya di masyarakat dunia, Indonesia pun turut merasakan kemajuannya, terutama dalam sektor pertanian dan perikanan. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), IoT banyak digunakan untuk industri pertanian, salah satu yang tengah tren di sana adalah penggunaan robot sebagai pengganti tenaga para petani.
Robot yang lebih dikenal dengan sebutan framrobot ini mampu melakukan kegiatan para petani, seperti menyiram, menanam, dan memberikan pupuk. Cara mengoprasionalkan robot ini pun bisa melalu smartphone.
Di wilayah California, juga tengah mengembangkan drone yang mampu mendeteksi kesuburan lahan, sehingga bisa mengurangi risiko gagal panen. Robot ini dilengkapi dengan sensor yang bisa mendeteksi gulma dalam tanah. Alat yang didesain menyerupai meja ini bisa digunakan di darat.
Bila di AS memiliki teknologi yang mampu membantu para petani dalam hal menanam dan mendeteksi kesuburan tanah, di Indonesia penggunaan teknologi dalam dunia pertanian dengan menggunakan drone juga tengah populer. Jika biasanya alat ini digunakan untuk membawa kamera atau sebagai pengambil gambar dari jarak jauh, kini dialihfungsikan sebagai penebar pupuk dan penyemprot hama dan penyakit.
Salah satunya yang mengalihfungsikan drone untuk pertanian adalah Hizkia Sitepu. Hasil rancangannya ini mampu mempermudah para petani dalam hal pemberian pupuk dan penyemprotan hama.
Meskipun drone yang dibuatnya masih belum dipatenkan, namun telah banyak menarik minat berbagai perusahaan perkebunan dan juga e-commerce Tanah Air.
"Sebetulnya drone ini masih dalam bentuk sederhana, namun bisa digunakan untuk membawa pupuk yang cukup untuk 2 hektare sawah atau perkebunan. Nantinya, kami akan ciptakan lagi drone yang bisa menampung lebih besar lagi," jelas Hizkia.
Drone hasil rancangan Hizkia memiliki enam lengan baling-baling dengan wadah yang diletakkan pada bagian bawah body drone. Sedangkan di dalam wadah tersebut diletakkan komputer, antena receiver, baterai, dan sensor seperti gyro dan proximity.
"Di bagian bawahnya kami taruh kamera untuk kebutuhan surveillance dan juga fixed landing gear. Kami juga menambahkan sistem kecerdasan buatan atau yang biasa di sebut artificial intelligence," ungkap Hizkia.
Hizkia pun menjelaskan, adanya teknologi kecerdasan buatan ini untuk melakukan perhitungan seberapa banyak pupuk yang harus disemprotkan. Nantinya, pupuk yang disemprotkan dari dalam kontainer akan mengalir dan menuju kemasing-masing lengan drone.
Tidak hanya sekadar membantu dari segi waktu penyemprotan, alat ini juga bisa menghemat penggunaan pupuk atau pun obat hama. "Lewat cara ini kita bisa lebih menghemat, misalkan jika pada lahan satu hektare petani membutuhkan biaya Rp1 juta untuk pupuk dan pestisida, dengan menggunakan drone hanya memerlukan biaya Rp600.000 hal ini bisa menghemat sekitar 40%," jelas Hizkia.
Dari segi waktu, bila normalnya penyemprotan manual membutuhkan waktu satu jam untuk satu hektar, bila menggunakan drone hanya membutuhkan waktu 30 menit. "Dari segi biaya pembuatan, meskipun kita masih rancangan sederhana biayanya sekitar Rp 15 sampai Rp 20 juta," kata Hizkia.
Tidak hanya dalam bidang pertanian, penggunaan teknologi berbasis internet juga merambah sektor perikanan. Salah satunya eFishery. Teknologi ini mampu membantu para peternak ikan memberikan makan ikan-ikannya secara otomatis.
Teknologi ini pertama kali diperkenalkan oleh Gibran Huzaefah. Ide ini didapatkannya karena melihat dana untuk pembelian pakan yang cukup besar mencapai 70%, dan melihat pemberian makan dengan cara tradisional dinilai kurang efektif. Lewat metode eFishery, pemberian makan bisa lebih dihemat.
"Ketika kita memberikan pakan pada ikan dengan cara tradisional, yaitu menggunakan tangan atau hand feeding, tingkat efektifitasnya kurang. Misalkan saja, saat kita memberikan makanan dalam jumlah banyak, belum tentu akan dimakan semua ikan. Sedangkan, jika makanan tersebut sudah terkena air, nutrisi yang ada dalam makanan tersebut bisa hilang," jelas Gibran saat di hubungi KORAN SINDO.
Dengan aplikasi ini para peternak ikan pun tidak perlu lagi merugi membeli pakan setiap hari untuk ikannya, karena lewat alat ini pemberian makanan pun bisa diatur dengan jumlah yang sesuai. "Aplikasi ini telah membuktikan bisa menurunkan jumlah pemberian pakan secara berlebihan. Dengan begitu pemberian makanan pun jauh lebih efisien," tutur Gibran.
Cara kerja aplikasi ini sangat mudah dan mampu dihubungkan melalui aplikasi di android. Para penggunanya pun mampu mengatur frekuensi, jadwal, dan takaran pemberian makannya secara otomatis dan dari mana saja. Para peternak pun mampu mengirimkan jumlah pakan yang digunakan sebagai reverensi saat ingin mengembangkan tambak ikannya lagi.
Aplikasi ini juga menyediakan pemberian makan dengan pola yang berbeda. Hal ini sangat membatu untuk Anda yang memiliki jenis peternakan ikan yang berbeda.
"Kita juga bisa mengetahui berapa jumlah takaran makanan yang dibutuhkan dan itu sudah diatur sesuai dengan total masa ikan yang ada di dalam kolam tersebut. Perbandingan ini akan selalu berubah mengikuti pola tumbuh mereka dari kecil hingga siap dipanen," lanjut Gibran.
Tidak hanya itu, aplikasi ini juga dilengkapi fitur sensor pendeteksi waktu makan ikan. Jadi, pemberian makan akan terhenti jika sensor pendeteksi kekenyangan telah menyala. "Alat ini menangkap sensor dari alur gerak ikan, semakin ikan bergerak agresif menandakan ikan itu lapar. Jika ikan sudah merasa tenang sensor pemberian makan pun akan terhenti," tutur Gibran.
Jika Anda tertarik untuk menggunakannya sebagai pelengkap dari usaha budi daya ikan, Anda harus menyiapkan dana sebesar Rp 8 juta. Saat ini penggunaan aplikasi ini pun sudah digunakan oleh banyak pembudidaya. (Aprilia S Andyna)
(nfl)