Ekspor Pertanian di Masa Pandemi Meningkat 16,9%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sektor pertanian mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap pelambatan pada semua aspek ekonomi. Presiden Joko Widodo menyampaikan arahan yang sangat jelas bahwa aktivitas pertanian tidak boleh berhenti. Kementerian Pertanian diminta mengoptimalkan sumber daya manusia (SDM) pertanian untuk menggenjot produksi dan produktivitas bahkan ekspor
Dibawah komando Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), ekspor produk pertanian justru menunjukkan kinerja yang terus membaik dan tercatat mengalami surplus.
Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan, Ketut Kariyasa pada tahun 2019 saja, jumlah ekspor produk pertanian sekitar 43,26 juta ton dengan nilai Rp372,57 Triliun. Sementara jumlah impor produk pertanian pada tahun yang sama sebesar 30,10 juta ton dengan nilai Rp250,86 Triliun, sehingga ada surplus perdagangan sebesar Rp 121,71 Triliun dalam tahun itu.
“Bahkan selama Januari-April 2020, ekspor produk pertanian menunjukan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,” kata Ketut di Jakarta, Rabu (27/5/2020).
Selama Januari-April 2020, Ketut menambahkan, nilai ekspor pertanian meningkat 16,9% dibandingkan pada periode yang sama tahun 2019, dari Rp115,18 Triliun meningkat menjadi Rp134,63 Triliun. Surplus perdagangan produk pertanian selama Januari-April 2020 juga meningkat signifikan, yaitu 32,96%, dari sebesar Rp 33,62 Triliun (Januari-April 2019) meningkat menjadi Rp 44,70 Triliun (Januari-April 2020)
“Tahun 2019, China adalah negara tujuan ekspor utama produk pertanian kita. Dari ekspor produk pertanian senilai USD26,31 Milyar (Rp 372,57 Triliun), sebanyak 15,93% diekspor ke China. Negara tujuan ekspor berikutnya adalah India dengan pangsa pasar 11,24%; disusul Amerika 9,03%, Malaysia 5,05%; dan Pakistan 4,73%,” ujarnya.
Sepanjang tahun 2019, menurutnya, Indonesia justru mengalami surplus perdagangan dengan China. “Nilai ekspor produk pertanian Indonesia ke China selama tahun 2019 sekitar Rp 55,07 Triliun dan nilai Impor Rp 28,68 Triliun, sehingga ada surplus Rp 26,39 Triliun. Pada tahun 2020 (selama Januari-Maret) Indonesia juga mengalami surplus perdagangan dengan China sekitar Rp 2,41 Triliun,” jelasnya.
Ketut mengakui Indonesia masih mengimpor beberapa produk pertanian hortikultura, sayuran dan buah-buahan. Pada tahun 2019, impor produk hortikultura untuk kelompok sayuran terutama bawang putih yang mencapai USD547,01 juta, atau Rp7,75 Triliun, disusul kentang.
“Kebanyakan dalam bentuk kentang olahan sekitar USD124,89 juta atau setara Rp1,77 triliun dan bawang Bombay USD74,55 juta setara Rp 1,06 Triliun. Sementara impor untuk jenis sayuran bunga kol, brokoli dan kubis hanya USD7,84 juta (Rp 110,96 Milyar),” jelas Ketut.
Untuk produk buah-buahan, nilai impor selama 2019 menurut Ketut sebesar USD1,23 Milyar (Rp 17,38 Triliun). “Impor produk buah-buahan terbanyak adalah Anggur USD 385,16 juta, setara Rp 5,45 Triliun, disusul Apel sebesar USD 344,01 juta setara Rp 4,87 Triliun, Jeruk USD259,09 juta setara Rp 3,67 Triliun, dan Pir USD 236,35 juta atau setara Rp 3,35 Triliun,” ungkapnya.
Namun demikian Kementan yang dinahkodai oleh Mentan SYL, ke depan, menurutnya terus bekerja keras berupaya untuk meningkatkan ekspor produk pertanian.
“Ekspor akan terus ditingkatkan dan ada saat yang sama juga mengurangi impor melalui peningkatan produksi dalam negeri, agar melalui surplus perdagangan produk pertanian yang semakin meningkat diharapkan peran sektor pertanian dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional semakin nyata,” pungkasnya.
Dibawah komando Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), ekspor produk pertanian justru menunjukkan kinerja yang terus membaik dan tercatat mengalami surplus.
Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan, Ketut Kariyasa pada tahun 2019 saja, jumlah ekspor produk pertanian sekitar 43,26 juta ton dengan nilai Rp372,57 Triliun. Sementara jumlah impor produk pertanian pada tahun yang sama sebesar 30,10 juta ton dengan nilai Rp250,86 Triliun, sehingga ada surplus perdagangan sebesar Rp 121,71 Triliun dalam tahun itu.
“Bahkan selama Januari-April 2020, ekspor produk pertanian menunjukan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,” kata Ketut di Jakarta, Rabu (27/5/2020).
Selama Januari-April 2020, Ketut menambahkan, nilai ekspor pertanian meningkat 16,9% dibandingkan pada periode yang sama tahun 2019, dari Rp115,18 Triliun meningkat menjadi Rp134,63 Triliun. Surplus perdagangan produk pertanian selama Januari-April 2020 juga meningkat signifikan, yaitu 32,96%, dari sebesar Rp 33,62 Triliun (Januari-April 2019) meningkat menjadi Rp 44,70 Triliun (Januari-April 2020)
“Tahun 2019, China adalah negara tujuan ekspor utama produk pertanian kita. Dari ekspor produk pertanian senilai USD26,31 Milyar (Rp 372,57 Triliun), sebanyak 15,93% diekspor ke China. Negara tujuan ekspor berikutnya adalah India dengan pangsa pasar 11,24%; disusul Amerika 9,03%, Malaysia 5,05%; dan Pakistan 4,73%,” ujarnya.
Sepanjang tahun 2019, menurutnya, Indonesia justru mengalami surplus perdagangan dengan China. “Nilai ekspor produk pertanian Indonesia ke China selama tahun 2019 sekitar Rp 55,07 Triliun dan nilai Impor Rp 28,68 Triliun, sehingga ada surplus Rp 26,39 Triliun. Pada tahun 2020 (selama Januari-Maret) Indonesia juga mengalami surplus perdagangan dengan China sekitar Rp 2,41 Triliun,” jelasnya.
Ketut mengakui Indonesia masih mengimpor beberapa produk pertanian hortikultura, sayuran dan buah-buahan. Pada tahun 2019, impor produk hortikultura untuk kelompok sayuran terutama bawang putih yang mencapai USD547,01 juta, atau Rp7,75 Triliun, disusul kentang.
“Kebanyakan dalam bentuk kentang olahan sekitar USD124,89 juta atau setara Rp1,77 triliun dan bawang Bombay USD74,55 juta setara Rp 1,06 Triliun. Sementara impor untuk jenis sayuran bunga kol, brokoli dan kubis hanya USD7,84 juta (Rp 110,96 Milyar),” jelas Ketut.
Untuk produk buah-buahan, nilai impor selama 2019 menurut Ketut sebesar USD1,23 Milyar (Rp 17,38 Triliun). “Impor produk buah-buahan terbanyak adalah Anggur USD 385,16 juta, setara Rp 5,45 Triliun, disusul Apel sebesar USD 344,01 juta setara Rp 4,87 Triliun, Jeruk USD259,09 juta setara Rp 3,67 Triliun, dan Pir USD 236,35 juta atau setara Rp 3,35 Triliun,” ungkapnya.
Namun demikian Kementan yang dinahkodai oleh Mentan SYL, ke depan, menurutnya terus bekerja keras berupaya untuk meningkatkan ekspor produk pertanian.
“Ekspor akan terus ditingkatkan dan ada saat yang sama juga mengurangi impor melalui peningkatan produksi dalam negeri, agar melalui surplus perdagangan produk pertanian yang semakin meningkat diharapkan peran sektor pertanian dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional semakin nyata,” pungkasnya.
(akr)